Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Helena Lim: Jargon Crazy Rich Jadi Pondasi Kasus Korupsi Timah dengan Dekorasi Rp 300 triliun

Helena Lim menilai popularitasnya sebagai crazy rich PIK dimanfaatkan dalam kasus korupsi timah untuk mewajarkan tirani hukum.

12 Desember 2024 | 22.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi timah, Helena Lim, menyinggung soal popularitasnya sebagai crazy rich PIK dalam pleidoinya. Helena menyebut label orang super kaya Pantai Indah Kapuk pada dirinya membuat seolah-olah dia benar melakukan korupsi yang diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Helena menuturkan, seorang crazy rich menjadi terdakwa korupsi dan framing ‘kaya dari uang rakyat’ menjadi drama favorit netizen. Hal tersebut menurutnya sempurna untuk membuat yang tidak ada menjadi ada, dan yang ada menjadi lenyap. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Seiring dengan runtuhnya jargon crazy rich yang kemudian dijadikan pondasi bangunan kasus korupsi timah yang berdiri megah dengan dekorasi Rp 300 triliun," kata Helena saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 12 Desember 2024.

Mulanya Helena bicara tentang kesuksesannya dan bisa memiliki rumah megah serta barang-barang mewah. Ia juga menyebut sosoknya sebagai orang tua tunggal menginspirasi banyak orang.

Kisah perjalanan hidupnya yang semula tersebar dari mulut ke mulut kemudian berujung ke media sosial hingga mendapat julukan crazy rich PIK oleh media. "Sebutan itu awalnya terlihat norak bagi saya, namun perlahan saya nikmati," kata Helena.

Menurut Helena, ada ruang kosong dalam dirinya yang membutuhkan pengakuan dan pujian. Ia bercerita sudah bekerja sejak muda, mulai dari menjahit sepatu sampai berjualan keripik. Ketika penghargaan tersebut semakin meluas dan mewujud menjadi popularitas, ia merasa seluruh pengorbanannya sejak remaja terbayarkan. "Namun, ternyata harga sebuah popularitas sangat mahal, Yang Mulia," ujar dia.

Helena menuturkan, ia membayar popularitas tersebut dengan harga dirinya. Ia mengklaim dirinya sosok yang berintegritas karena memupuk kejujuran sejak usia anak-anak. Namun, kata dia, perkara yang kini menjeratnya membuat nilai-nilai kebaikan yang ditanamkan orang tuanya runtuh.

Perjuangan menuntut keadilan ini, lanjutnya, memberikan luka yang dalam untuk dirinya dan keluarga. Kendati demikian, ia menyebut memetik pelajaran dari kejadian ini bahwa mempertontonkan kebahagiaan, kesuksesan ataupun kemapanan hidup dapat menjadi api dalam sekam.

Menurutnya, hal tersebut dapat menjadi bahan bakar antipati publik. "Ini memunculkan kenyinyiran, bahkan kebencian masyarakat terhadap stigma crazy rich PIK untuk menormalkan tirani dalam penegakan hukum," ungkap Helena.

Ia pun meminta majelis hakim membuka gerbang keadilan hukum. Sebab, dirinya yakin tidak bersalah.

Dalam perkara ini jaksa menuntut Helena Lim dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Jaksa juga menuntut Helena membayar uang pengganti Rp 210 miliar paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar maka aset-asetnya akan disita dan dilelang. Jika tidak ada maka diganti dengan pidana badan selama 4 tahun penjara.

Jaksa menilai Helena terbukti menampung uang hasil korupsi timah yang disamarkan sebagai dana corporate social responsibility (CSR) oleh Harvey Moeis melalui perusahaan money changer miliknya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus