Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hidup malik! hidup tjetjep!

Malik suganda dan 3 kawannya yang dituduh terlibat kasus banceuy (membunuh nyi epon, cucu, dan pembantu) dibebaskan pengadilan tinggi jawa barat dari lp kebonwaru. alasannya beranjak dari alibi. (hk)

27 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANGIS haru dan gelak tawa menghidupkan kembali rumah yang telah dua tahun sepi itu. Sanak saudara, kerabat, dan para tetangga berdatangan memberi selamat kepada penghuninya: Djamaluddin Malik, 40, yang pertengahan bulan ini pulang dari tahanan, setelah Pengadilan Tinggi Jawa Barat membebaskannya. "Kalau sekarang kami bebas, saya yakin ini berkat doa," ujar Malik, perlahan. Bukan hanya Malik yang bahagia. Tjetjep Suganda, dan Tahya juga. Ingat kasus Banceuy? Mereka berempatlah yang didakwa membunuh Nyi Epon, mertua Malik, serta menewaskan cucu dan pembannl korban, lebih dari dua tahun lalu di Banceuy, Bandung. Setelah sidang berlarut-larut, majelis hakim di Pengadilan Negeri Bandung menyepakati dakwaan jaksa: mereka bersalah. Keempat terdakwa, Malik, Tjetjep, Suganda, dan Tahya, lalu diputus masing-masing 20, 18, 16, dan 7 tahun penjara. Terdakwa naik banding. "Upaya hukum sudah maksimal kami tempuh," tutur Dindin, wakil direktur LBH Bandung, yang mendampingi terdakwa. Para penjual ikan dan seorang dalang wayang, Suganda, itu segera menyesuaikan diri dengan kehidupan baru di LP Kebonwaru: bercocok tanam dan berolah raga. "Sejak semula saya menganggap vonis tak pernah ada. Karena itu, daripada melamun, lebih baik disalurkan," ujar Malik. Setiap jam berdentang dua kali dinihari, dia bangun bersujud, salat tahajud. Tuhan mengabulkan pinta mereka. Selembar telegram dikirim Pengadilan Tinggi kepada Pengadilan Negeri, memberi tahu agar tahanan dilepaskan. Kabar gembira meledak di tahanan. Mereka bersalam-salaman, diiringi pekik kawan-kawan selembaga, "Hidup Malik! Hidup Tjetjep!" Pukul 10 malam, mereka pulang. "Serasa melayang saya berjalan menuju kebebasan," kata Malik, tak mampu membendung luapan kegembiraan. Malik dan kawan-kawan memang terkenal di lembaga itu. Sewaktu inspeksi mendadak awal Januari lalu, Menteri Ismail Saleh juga bertemu mereka berempat. "Saya tidak membunuh, Pak. Saya difitnah," keluh Malik ketika itu. Menteri Ismail menepuknepuk pundak Malik. "Berdoalah, kalau Saudara betul tidak melakukannya, nanti Tuhan akan memperlihatkan. Saya juga turut berdoa untuk Saudara." Ternyata, Pengadilan Tinggi Jawa Barat memang mempunyai pertimbangan lain daripada bawahannya. Hakim Tinggi Siti Kamari menolak menyebutkannya. "Silakan tanya ke Pengadilan Negeri." Yang pasti, hakim beraniak pada alibi. Beberapa saksi memang menyebutkan melihat terdakwa di tempat lain ketika pembunuhan terjadi. Saksi Aat Djumat, misalnya, yakin melihat para terdakwa tengah bekerja di Pasar Baru, Bandung, pada hari kejadian. Begitu juga saksi Nasrul Fuad yang melihat terdakwa membongkar ikan dari truk pada pukul 02.30. Sedangkan menantu korban yang lain, Sudjana Ermaya, masih melihat para korban pukul 23.30. Berdasarkan alibi itu, majelis hakim berkeyakinan, bukan mereka berempat yang membunuh. "Pelaku tidak mungkin berada di dua tempat yang berbeda pada waktu yang sama," tutur seorang hakim. Kesaksian yang memperkuat alibi itu, pada tingkat sebelumnya, ditolak. Lalu bagaimana mereka bisa jadi terdakwa? Pembebasan begitu selalu menyibak cerita lama: tersangka mengaku disiksa polisi. "Berkali-kali saya pingsan," tutur Tjetjep, pelatih karate itu. Maka, mereka menolak berita acara pemeriksaan, sewaktu sidang. Tentu saja, polisi menolak mengakui. "Sebagai penyidik tunggal, polisi telah menyelesaikan kerja dengan baik," tutur Letkol Manurip, kepala penerangan Polda Jawa Barat. Akan halnya pembebasan ini, dia menganggapnya wajar. Bila memang keempat orang itu tak bersalah, menurut Manurip, tanpa harus menunggu perintah, polisi akan mencari pelaku sebenarnya. "Itu sudah tugas polisi," ujarnya. Sedangkan kejaksaan memilih diam. Malik sendiri, hingga kini, belum berniat mempersoalkan polisi. "Yang pasti, saya akan kembali berdagang ikan basah," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus