BAGAIMANA jadinya bila putusan pengadilan tidak lagi diindahkan bahkan oleh kejaksaan sebagai hamba hukum? "Kiamatlah hukum!" ujar Hakim Imran Lubis dari Pengadilan Negeri Padangsidempuan, Tapanuli Selatan, di Sumatera Utara. Belum, belum kiamat, meski "tanda-tanda"-nya sudah muncul. Yaitu yang menyangkut putusan Hakim Imran sendiri: kejaksaan tak mau melepaskan seseorang dari tahanan, meski putusan pengadilan tegas-tegas memerintahkannya. Kisahnya bermula dari hilangnya sebuah dongkrak. Mahyudin, yang kehilangan, mendapat info bahwa Safaruddin Pohan yang mencurinya. Terjadi perang mulut yang dilanjutkan dengan adu otot. Mahyudin, yang kepepet oleh tubuh Pohan yang lebih tegap, menghunus belati. Darah mengucur dari lengan Pohan. Mahyudin lari dan menyerahkan diri kepada kepala Desa Hutarimbaru, Panyabungan, sekitar 500 km dari Medan. Rupanya, tusukan Mahyudin di lengan Pohan itu berakibat fatal. Malam itu juga, 19 Desember 1984, Safaruddin Pohan mati kehabisan darah di puskesmas. Tentu saja Mahyudin, 28, harus berurusan dengan polisi. Urusan perkaranya sendiri sebenarnya lancar - karena Mahyudin mengakui kesalahannya. Yang jadi perkara adalah kejengkelan Mahyudin, sopir lajang, yang tahu bahwa Polsek Panyabungan sudah terlalu lama menahannya: ia tetap mendekam di tahanan meski masa perpanjangan penahanan dari kejaksaan sudah berakhir pada 17 Februari lalu. Melalui Pengacara Adamsyah, kepala Polsek Panyabungan, Lettu Afrizal Asyari, dituntutnya di prapengadilan. Awal bulan ini keputusan Hakim Imran jatuh: memerintahkan siapa yang bertanggung jawab atas penahanan Mahyudin untuk melepaskan pesakitan itu dari tahanan. Polisi juga diharuskan membayar Rp 4.000 setiap hari kepada Mahyudin, mulai 1 April, sampai waktu pembebasan. Tapi, rupanya, perintah hakim itu sulit dilaksanakan. Merasa bahwa putusan pengadilan hanya berlaku untuk polisi, yang kalah beperkara, kejaksaan cabang Panyabungan - yang belakangan dilimpahi perkara Mahyudin oleh polisi - tak mau tahu akan perintah itu dan terus menahan Mahyudin. Surat resmi dari pengadilan pun tak dihiraukan. Pejabat kejaksaan di sana berdalih, "Jika polisi melampaui batas wewenangnya untuk menahan, bukan berarti kami kehilangan hak untuk menahan." Repot. Hukum acara pidana (KUHAP), menurut ketua Pengadilan Negeri Padangsidempuan, Mukmin Yus Siregar, "Memang belum mengatur hal-hal seperti itu". Ia bergembira bahwa kasus hukum yang seperti itu muncul di pengadilannya. Diskusi tentang hal itu boleh untuk menyempurnakan KUHAP. Cuma bagaimana dengan hak asasi Mahyudin?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini