Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hukuman negeri tetangga

Ratusan nelayan Indonesia yang melanggar perairan Malaysia mendapat hukuman penjara atau denda. Diduga mereka bukan nelayan. Pihak KBRI mengimbau agar Indonesia melakukan tindakan yang sama. (hk)

9 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALI ini kabar buruk dari Malaysia. Lebih dari tiga ratus orang nelayan Indonesia yang masuk ke perairan negara tetangga itu, selama Februari lalu, dihukum pengadilan setempat. Selasa, pekan lalu, misalnya, 195 orang nelayan Indonesia dihukum masing-masing 500 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 200.000 di Negara Bagian Perlak. Karena tidak mampu membayar denda, para nelayan itu terpaksa menjalani hukum an penjara sebulan. Nasib serupa menimpa 126 nelayan lainnya yang telah divonis lebih dulu. Sementara itu, awal Februari lalu, kapal patroli Malaysia berhasil menangkap lagi dua kapal pukat Indonesia dengan 51 awaknya. Ke-51 nelayan itu, kata Abdul Hamid Abdul Syukur dari Pusat Koordinasi Pengawasan Maritim, Lumut, Negara Bagian Perak, adalah nelayan-nelayan dari Pulau Berhala, Riau, yang jaraknya memang tak terlalu Jauh. Sepuluh hari kemudian kembali kapal patroli Malaysia menjaring dua kapal pukat Indonesia dengan 51 awak di perairan Pulau Jarak, hanya 35 mil dari pantai Malaysia. Setelah itu, 13 Februari, menyusul sebuah kapal nelayan lainnya dengan 24 awak kapal. "Semua mereka mengaku salah menangkap ikan di perairan Malaysia," ujar komandan kapal patroli Malaysia yang melakukan panangkapan, Basharuddin Mydin. Dan karena itu pula, kata Mydan, pihaknya kini meningkatkan patrolinya. Selain hukuman badan, semua kapal pukat yang tertangkap basah di perairan Malaysia itu disita oleh pengadilan setempat. Hanya beberapa orang anak-anak di bawah umur yang dibebaskan hakim, dan akan dikembalikan ke Indonesia bersama-sama nelayan Indonesia dewasa yang selesai menjalani hukuman. Pihak KBRI di Kuala Lumpur mengaku sudah mendapat pemberitahuan resmi dari pemerintah Malaysia tentang penangkapan dan peradilan para nelayan itu. Hanya saja, kata sumber KBRI, pemberitahuan itu baru sampai setelah nelayan itu dihukum. Padahal, katanya, bukan tidak mungkin nelayan Indonesia itu masuk ke Malaysia dengan tidak sengaja. "Mana mungkin mereka tahu garis perairan Malaysia? 'Kan tidak ada tanda-tanda batas perairan itu," ujar sumber di KBRI itu. Menurut sumber KBRI, sering juga terjadi nelayan kita masuk ke perairan Malaysia karena kecelakaan. Mei, 1982, tutur sumber itu, tiga kapal tempel nelayan Indonesia akibat arus deras terdampar di Malaysia dengan 10 orang awaknya. Rekan mereka, nelayan Malaysia, menolong orang Indonesia itu. Tapi setelah kapal mereka diperbaiki dan mereka berlayar pulang ke Indonesia, tiba tiba muncul patroli Malaysia dan menangkap nelayan yang sial itu. Di pengadilan, waktu itu, mereka dihukum 200 ringgit atau dua bulan penjara. Kecuali itu, kapal mereka, yang dibeli secara cicilan lewat BRI, disita oleh pemerintah Malaysia. Kejadian yang sama, menurut sumber itu, terjadi lagi Juli 1983 ketika sebuah kapal nelayan dari Bagansiapi-api, Riau, yang mengalami kerusakan mesin dan hanyut ke Perak, Malaysia. Mereka juga mendapat hukuman yang sama dengan rekan-rekan mereka sebelumnya. Padahal, menurut sumber di KBRI itu pihak kita sering berbuat lunak bila nelayan Malaysia masuk ke Indonesia. Sumber itu mengaku pernah mengurus nasib 22 nelayan Malaysia yang diadili di Medan, pada 1982. Atas jasa sumber itu, Pengadilan Negeri Medan membebaskan semua nelayan itu beserta tujuh kapal pukat mereka, setelah mereka membayar denda sekitar 700 ringgit Malaysia untuk setiap kapal. Beberapa nelayan Malaysia di Negara Bagian Selangor mengaku sering mencari ikan di Indonesia karena perairannya lebih kaya ikan daripada laut mereka. "Kalau kami mujur tidak ketemu patroli Indonesia, kami bisa memperoleh sampai 2.000 ringgit. Tapi kalaupun kepergok, patroli Indonesia hanya memberi kami peringatan dan menyuruh kami pulang," ujar seorang nelayan Selangor kepada TEMPO. Berdasarkan semua itu, sumber TEMPO di KBRI itu merasa bahwa pemerintah dan peradilan Malaysia terlalu kaku menangani perkara nelayan Indonesia itu. Apalagi, kata sumber tadi, proses persidangan di Malaysia - hanya seminggu setelah nelayan tertangkap langsung divonis-tidak memberi kesempatan kepada KBRI untuk mengurus warganya. Kepala Direktorat Asia Pasifik, Departemen Luar Negeri, Taufiq E. Saleh, membenarkan adanya imbauan KBRI Kuala Lumpur agar nelayan Malaysia yang tertangkap di Indonesia diperlakukan sama dengan nelayan kita di sana. Sebenarnya, menurut Taufiq, sudah ada perjanjian bilateral tentang perairan kedua negara Agustus yang lalu, di Yogya. "Tapi perjanjian itu belum sampai mengatur soal pelanggaran batas laut," ujar Taufiq. Soalnya, kini, kenapa begitu banyak tiga ratusan lebih-nelayan Indonesia yang tertangkap selama Februari lalu. Seorang nelayan Selangor, Abu Bakar, curiga bahwa mereka bukan nelayan. "Sebab, biasanya kapal pukat mereka hanya berawak lima atau delapan orang, seperti juga kapal kami," ujar Abu Bakar. Rekannya, Sulaiman, juga mengemukakan keheranannya. "Buat apa mereka ke sini untuk menangkap ikan, padahal di perairan Indonesia ikannya lebih best," katanya. Jawabannya diberikan oleh orang-orang Indonesia yang bekerja di Malaysia. Beberapa orang WNI yang menjadi penduduk Malaysia mengaku, dulu mereka masuk ke negara itu juga dengan kapal nelayan. "Sebagian besar dari 321 orang itu pencari kerja bukan nelayan, karena angkutan utama untuk pendatang haram adalah kapal nelayan," ujar Omar Wahab, seorang buruh bangunan asal Indonesia, di Kuala Lumpur. Seandainya mereka adalah pendatang haram, hukuman dari pengadilan Malaysia menurut kebiasaan selama ini hanya berupa pemulangan mereka ke Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus