Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Turun dari lantai tiga kantor Kepolisian Resor Kota Bare-lang, Kepulauan Riau, Komisaris Utama Panbil Group, Johannes Kennedy Aritonang, dan pen-diri PT Citra Buana Perkasa, Hartono, mengambil jalur tangga di bagian samping gedung pada Kamis sore, 25 Juli lalu. Kedua-nya se-ngaja tak lewat tangga utama di te--ngah-te-ngah bangunan tiga lantai itu karena puluh-an wartawan berkerumun di sana.
Kennedy, bos perusahaan kawasan industri, serta Hartono, pengelola pusat belanja, hotel, dan tempat hiburan, hadir di markas polisi Barelang untuk memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantas-an Korupsi. “Mereka diperiksa oleh tim kami di sana,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Jumat, 26 Juli lalu. Penyidik KPK sementara ini meminjam kantor Polres Barelang untuk memeriksa saksi-saksi terkait dengan kasus yang menjerat Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun.
Kasus ini bermula saat tim penindakan KPK menangkap Gubernur Nurdin pada 10 Juli lalu. Selain menangkap Nurdin, KPK menciduk Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikan-an Tangkap Budi Hartono, Abu Bakar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Riau Nilwan, serta dua anggota staf Dinas Kelautan dan Perikanan.
Skandal Pulau Buatan
KOMISI Pemberantasan Korupsi mengusut kasus dugaan suap terkait dengan penerbitan izin prinsip pulau reklamasi oleh Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun. Politikus Partai NasDem itu kedapatan menerima duit dolar Singapura terkait dengan perizinan pembangunan daratan baru di Tanjung Piayu, Sungai Beduk, Kota Batam. Padahal Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Kepulauan Riau 2018-2038 masih dalam tahap pembahasan. Inilah aturan yang kelak menjadi dasar hukum penerbitan izin reklamasi.
Kasus: Pengurusan izin prinsip pulau reklamasi dan penerimaan lainnya
Luas: 10,2 hektare
Lokasi: Tanjung Piayu
Uang suap: Rp 156 juta
Bukti lain yang disita KPK dari kediaman Gubernur Nurdin Basirun: Uang Rp 3,5 miliar, US$ 33.200, dan Sin$ 134.711
Kode suap: Ikan tohok, kepiting, dan daun
Abu Bakar, yang belakangan diketahui sebagai utusan pengusaha Kock Meng, kedapatan mengantar duit suap sejumlah Sin$ 6.000 untuk Nurdin melalui Budi di Pelabuhan Sri Bintan, Tanjungpinang. Duit ini merupakan pemberian kedua alias pelunasan karena Nurdin telah menerbitkan izin reklamasi untuk Kock Meng. Menurut Febri Diansyah, para pelaku suap menggu-nakan sandi “ikan” dan “kepiting” untuk menya-markan besel yang akan diserahkan.
Pada Mei lalu, pria yang pekerjaan aslinya nelayan kepiting itu atas perintah Kock Meng mengajukan izin pemanfa-atan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Dalam izinnya, perusahaan yang diwakili Abu Bakar dan Kock Meng itu akan membangun resor dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare. Padahal kawasan Tanjung Piayu merupakan area yang memiliki peruntukan kawasan budi daya dan hutan lindung.
Gubernur Nurdin Basirun kemudian memerintahkan Budi Hartono dan Edy Sofyan membantu Abu Bakar supaya izin tersebut bisa disetujui. Untuk mengakalinya, Budi memberi tahu Abu Bakar agar menye-butkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan di bagian bawahnya.
Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budi daya. Setelah itu, Budi memerintahkan Edy melengkapi dokumen dan data pendukung agar izin Abu Bakar bisa disetujui. Ihwal perizinan itu, Nurdin menerima uang dari Abu Bakar sejumlah Sin$ 5.000 dan Rp 45 juta pada 30 Mei lalu. Seusai pemberian uang, esoknya terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar seluas 10,2 hektare.
Abu Bakar (kedua dari kiri) setelah menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 12 Juli 2019 dinihari./TEMPO/Imam Sukamto
Atas kasus ini, KPK menetapkan Nurdin, Edy, dan Budi sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Abu Bakar disangka sebagai pemberi suap. Seusai operasi tangkap tangan ini, KPK melakukan penggeledah-an di kediaman Nurdin dan menemukan sejumlah uang.
Menurut seorang penegak hukum, politikus NasDem itu mengumpulkan besel dari berbagai sumber. Selain menerbitkan izin untuk Abu Bakar, Nurdin menerbitkan izin prinsip reklamasi buat Johannes Kennedy Aritonang di Tanjung Sauh dan izin prinsip reklamasi untuk Hartono di Harbour Bay. “Mereka juga diduga memberikan uang kepada Gubernur pada sekitar akhir Mei,” ujarnya.
Nurdin Basirun, yang menjabat gubernur menggantikan Muhammad Sani yang meninggal pada April 2016, memang merencanakan pembangunan kawasan indus-tri dan permukiman di Tanjung Sauh. Pada Agustus 2017, mantan Wakil Gubernur Kepulauan Riau ini menunjuk Panbil Industrial Estate sebagai pemimpin konsorsium untuk pembangunan pelabuhan kontainer.
Pada tahap awal, pembangunan pelabuhan peti kemas di atas lahan seluas 1.200 hektare ini bakal menghabiskan Rp 13 trili-un. Panbil bahkan menggandeng perusa-haan konstruksi asal Negeri Tirai Bambu, China Communications Constructions Com-pany Ltd, dalam pembangunan pelabuhan ini.
Di Pusaran Perkara
1. Nurdin Basirun
Jabatan: Gubernur Kepulauan Riau
Peran: Memerintahkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono membantu Abu Bakar mengakali perizinan reklamasi di Tanjung Piayu.
Status: Tersangka
2. Budi Hartono
Jabatan: Kepala Bidang Perikanan Tangkap
Peran: Membantu Abu Bakar mengakali perizinan agar bisa disetujui pemerintah provinsi. Budi juga memerintahkan Edy Sofyan menyiapkan data pendukung perizinan.
Status: Tersangka
3. Edy Sofyan
Jabatan: Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
Peran: Menyiapkan data pendukung perizinan yang diajukan Abu Bakar dan tidak berdasarkan analisis apa pun. Edy hanya melakukan copy-paste data dari daerah lain agar persyaratannya cepat selesai.
Status: Tersangka
4. Abu Bakar
Jabatan: Pesuruh atau perantara Kock Meng
Peran: Menyerahkan uang kepada Gubernur Nurdin melalui Budi Hartono.
Status: Tersangka
5. Kock Meng
Kock Meng/ANTARA/Naim
Jabatan: Dalam izin prinsip hanya disebutkan sebagai warga kompleks Nagoya City Center, Lubukbaja, Batam
Peran: Mengajukan permohonan izin pulau reklamasi di kawasan hutan lindung melalui Abu Bakar.
Status: Saksi
NASKAH: LINDA TRIANITA, YOGI EKA SAHPUTRA (BATAM)
SUMBER: KONFERENSI PERS, WAWANCARA, RISET
Dalam perkembangannya, pemerintah pusat kemudian mencanangkan Tanjung Sauh sebagai kawasan ekonomi khusus pada pertengahan 2018. Untuk menunjang program ini, pemerintah akan melengkapi-nya dengan membangun jembatan sepanjang 7 kilometer yang menghubungkan empat pulau, yakni Batam, Tanjung Sauh, Pulau Buru, dan Pulau Bintan.
Berdasarkan salinan dokumen yang diperoleh Tempo, Gubernur Nurdin juga menerbitkan izin prinsip reklamasi seluas 135 hektare di daerah Pulau Sembur, Kelurah-an Galang Baru, Kota Batam. Dalam surat itu disebutkan peruntukan reklamasi buat pembangunan real estate yang dimi-liki sendiri ataupun disewa. Yang mengajukan permohonan izin itu adalah PT Berkat Sentosa Makmur dengan alamat di Panbil Plaza, Jalan Ahmad Yani, Muka Kuning, Batam.
Tempo berupaya mengkonfirmasi Kennedy Aritonang soal dugaan keterlibatannya menyangkut penerbitan izin reklamasi untuk perusahaannya di Tanjung Sauh dan Pulau Sembur. Namun ia tak merespons pesan dan panggilan telepon dari Tempo. Sepanjang pekan lalu, Tempo juga menyambangi kantor Panbil, tapi Kennedy sedang tak ada di sana. Anggota staf Kennedy yang enggan disebutkan namanya juga ogah ber-komentar atas keterkaitan bosnya dengan kasus Gubernur Nurdin Basirun ini.
Adapun izin prinsip reklamasi di Harbour Bay, menurut seorang penegak hukum, prosesnya diurus anak buah Harto-no. Pria yang biasa disapa Akau ini lewat bendera bisnis PT Citra Buana Perkasa mengelola pusat belanja Kepri Mall dan hotel bintang empat di Harbour Bay.
Pada 2006, PT Citra mendapat izin dari Kementerian Perhubungan untuk mengelola Pelabuhan Harbour Bay sebagai pelabuhan khusus pariwisata. Di kawasan bisnisnya ini, Hartono diduga akan kembali membangun pulau urukan. Tempo mengkonfirmasi kepada Hartono soal perizinan reklamasi yang ia ajukan serta pemeriksaan KPK, tapi ia hanya membalasnya de-ngan sapaan. “Siap,” katanya singkat. Tempo juga mengirimkan daftar pertanyaan seputar perizinan reklamasi melalui pesan WhatsApp ke nomor pribadinya, tapi ia tak membalasnya.
Selain memeriksa dua pengusaha itu, penyidik memeriksa Kock Meng pada hari yang sama. Setelah menjalani pemeriksaan, pria kelahiran Bintan, Kepulauan Riau, ini mengarahkan kepada kuasa hukumnya, -James Sibarani, saat dicecar wartawan mengenai perannya memerintahkan Abu Bakar menyuap Gubernur Nurdin. “Sama pengacara saja,” ucap pria penjual mesin kapal di ruko Nagoya City Center, Batam, itu.
Kawasan Wisata hingga Pusat Niaga
Kawasan Wisata hingga Pusat Niaga
Kendati ditentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun berkeras melanjutkan sejumlah proyek reklamasi di provinsi tersebut. Berikut ini beberapa pembangunan pulau reklamasi di Kepulauan Riau.
1. Gurindam 12 Tanjungpinang
Megaproyek reklamasi Gurindam 12 semula tidak masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2016-2020 di bawah kepemimpinan Gubernur Kepulauan Riau H M. Sani. Ketika Sani meninggal pada 2018, Nurdin Basirun—yang menjabat wakil gubernur—akhirnya menjadi Gubernur Kepulauan Riau. Saat itulah politikus NasDem tersebut memasukkan proyek pembangunan kawasan wisata ini ke program pemerintah daerah. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo hadir dalam peluncuran proyek tahun jamak senilai Rp 886,9 miliar itu pada Desember 2018.
2. Teluk Kering
Wilayah Teluk Tering, Batam Center, menjadi rebutan antara Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah Kota Batam. Keduanya mengklaim memiliki hak pengelolaan wilayah yang rencananya direklamasi seluas 1.400 hektare ini. BP Batam berkeinginan membangun kota air untuk pusat kawasan bisnis. Sedangkan Pemerintah Kota Batam akan memanfaatkan sebagai kawasan hunian dan properti Batam Marina Bay.
3. Ocarina Batam Centre
Kawasan wisata di sepanjang Jalan Ocarina, Batam Center, ini ditutup pagar seng pada sekitar April lalu. Di pantai ini akan dibangun pulau reklamasi dengan total izin 235 hektare. Namun Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengaku tak tahu ihwal penutupan pagar tersebut. Rekomendasi reklamasi sebelumnya diberikan kepada PT Kencana Investindo. Namun Wali Kota Rudi sudah mencabut rekomendasi itu dan menyerahkan kewenangan kepada Gubernur Nurdin.
Meski sudah mendapat restu Kock Meng, -James tak begitu luas menjawab pertanya-an wartawan. “Ada banyak pertanyaannya. Tapi nanti saja, ya. Nanti kami beri keterangan,” katanya.
Obral izin reklamasi oleh Gubernur Nurdin Basirun untuk Kock Meng, Kennedy Aritonang, dan Hartono sesungguhnya belum mempunyai payung hukum. Sebab, Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZW3K), yang menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan pengelolaan wilayah kelautan Kepulauan Riau, masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Wakil Ketua Panitia Khusus Perda RZW3K Iskandarsyah mengatakan pembahasan perda yang seharusnya 40 hari itu molor karena ada permasalahan kompleks.
Salah satu kendalanya, menurut Iskandarsyah, persoalan penguasaan lahan di Kepulauan Riau di bawah kendali Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Instansi pusat ini dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2007 dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembang-an, dan pembangunan kawasan sesuai dengan fungsi-fungsi kawasan. Kebijakan antara BP Batam, Pemerintah Kota Batam, dan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau belum selaras. “Soal tata ruang yang melibatkan 42 instansi yang berkepentingan dengan laut juga belum rampung,” ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Apalagi Kementerian Kelautan dan Per-i-kanan tak kunjung memberi saran dan tang-gapan. “Tidak bisa disahkan kalau belum ada itu,” ujarnya. Pemerintah Provinsi Riau juga sempat beberapa kali merevisi jumlah titik reklamasi yang diajukan.
Awalnya 85 titik tercantum dalam perda tersebut, lalu berubah menjadi 114 titik, dan terakhir dikurangi lagi menjadi 42 titik. Karena masih dalam pembahasan ini, Iskandarsyah menyatakan telah menyu-rati Gubernur Nurdin Basirun agar menghentikan segala macam perizinan reklamasi per 19 November 2018. “Selama perda masih dibahas, kami minta perizinan disetop dulu,” tuturnya.
Sedianya, kata dia, DPRD merencanakan rapat lanjutan pembahasan perda ini pada 9 Juli lalu. Agendanya adalah meminta semua pihak terbuka mengenai data perusahaan yang mengajukan izin reklamasi beserta prosedurnya. Karena ada kendala, Iskandarsyah menunda rapat itu dan mengagendakan lagi pada Selasa, 16 Juli. “Tapi dua hari kemudian ada operasi tangkap tangan itu. Jadi sampai sekarang pemba-hasan perda masih disetop,” ujarnya.
Pengacara Nurdin Basirun, Andi Muhammad Asrun, enggan menanggapi ihwal obral izin yang telah dilakukan kliennya meski peraturan daerah belum disahkan. Ia juga tak mau menyampaikan detail me-ngenai kasus yang menjerat Nurdin. Andi mengatakan informasi mengenai adanya dugaan pemberian dari pengusaha lain itu tak seharusnya untuk publik. “Itu semua materi perkara yang masih dalam penyidikan. Nanti bisa kita simak sama-sama di pengadilan,” katanya.
Andi juga enggan berkomentar ihwal ka--bar mantan Bupati Karimun itu memerintahkan Edy Sofyan dan Budi Hartono memfasilitasi Abu Bakar dan Kock Meng dalam pengurusan penerbitan izin reklama-si. “Yang jelas klien kami kooperatif dalam menghadapi kasus ini,” ujarnya.
LINDA TRIANITA, YOGI EKA SAHPUTRA (BATAM)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo