Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari Tanpa Kekerasan Internasional diperingati setiap 2 Oktober. Ironisnya, tepat sehari sebelum diperingati, telah terjadi insiden memilukan yang dikenal sebagai Tragedi Kanjuruhan. Tercatat ratusan orang meninggal pasca-pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan. Dugaan itu berupa aksi aparat kepolisian yang menendang, memukul, hingga menembakkan gas air mata ke arah penonton. Akibatnya, ratusan orang harus meregang nyawa karena gagal napas dan terinjak-injak menuju pintu keluar stadion.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menyebut insiden kelam Kanjuruhan ini sebagai tragedi kemanusiaan. Pasalnya, regulasi federasi sepak bola dunia (FIFA) melarang penggunaan gas air mata di stadion. Tapi, fakta di lapangan, polisi justru menembakkannya berkali-kali. “Kami akan mendalami terkait penggunaan gas air mata itu,” kata Anam, Ahad, 2 Oktober 2022.
Selain mencoreng marwah sepak bola Indonesia di mata dunia, Tragedi Kanjuruhan bertolak belakang dengan pesan mendalam dari peringatan Hari Tanpa Kekerasan. Mengutip buku The Politics of Nonviolent Action, aksi tanpa kekerasan bukanlah upaya untuk menghindari atau mengabaikan konflik. Ini adalah salah satu tanggapan terhadap masalah untuk bertindak secara efektif, terutama bagi pemangku kuasa.
Dilansir dari situs resmi United Nations, Hari Tanpa Kekerasan Internasional dilatarbelakangi oleh sosok pemimpin spiritual dan politikus di India, Mahatma Gandhi. Pada masa kehidupan Gandhi, banyak negara yang menjadi koloni Britania Raya. Penduduk di koloni-koloni tersebut mendambakan kemerdekaan. Gandhi adalah tokoh penting dalam Gerakan Kemerdekaan India.
Alih-alih menggunakan kekerasan, Gandhi dalam memperjuangkan kemerdekaan mengusung gerakan atau aksi demonstrasi damai. Salah satu kata filosofis yang pernah dia ucapkan: “Non-violence is the greatest force at the disposal of mankind. It is mightier than the mightiest weapon of destruction devised by the ingenuity of man”.
Berdasarkan resolusi Majelis Umum A/RES/61/271 tanggal 15 Juni 2007, menetapkan hari kelahiran Mahatma Gandhi, 2 Oktober, sebagai Hari Tanpa Kekerasan Internasional atau International Day of Non-Violence. Momen ini seharusnya dapat menjadi renungan bagi siapa pun, termasuk oleh aparat kepolisian agar Tragedi Kanjuruhan tidak terulang.
HARIS SETYAWAN