Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Si gundul setelah di Pulokambing

Slamet, djarot dan sahut, usai mendapat vonis di pn jak-tim dalam tuduhan merampok uang milik pt bharata, melarikan diri. sahut tertangkap lagi. petugas tahanan tak berkutik mengejar mereka.

20 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHANAN kabur di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba sudah dua kali. Tapi mereka kabur ketika sedang digiring ke mobil tahanan, dan masih di halaman gedung pengadilan, memang jarang terdengar. Itulah kecerobohan Kamis siang pekan lalu, setelah sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Satu mobil tahanan siap mengangku penumpangnya kembali ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Sekonyong, tiga dari tujuh tahanan yang jalan beriringan mendorong pengawal mereka. Begitu petugas terdesak, tahanan itu, Slamet, Djarot, dan Sahut, lari. Sial. Sahut tertangkap lagi dan kembali dimasukkan ke mobil tahanan. Salino, petugas dari kejaksaan yang mengawal, siaga menjaga tahanan tersisa. Petugas lainnya Rawat, yang dibantu beberapa temannya, terus mengejar Slamet dan Djarot. Tetapi para pemburu itu terpaksa undur melihat Djarot, yang kepepet, siap menghunus pisau pendek. Uniknya, sebuah sepeda motor Yamaha juga sudah menunggu di situ. Tentu Slamet dan Djarot seenaknya mabur, menggunakan Yamaha itu. Seperti adegan film saja, siapa sangka petuga kecolongan. "Ketiganya kelihatan kalem," ujar Rawat, 41 tahun. Ia sudah 12 tahun sebagai sopir mobil tahanan. "Waktu di mobil, malah Djarot bilang sakit mencret," kata Rawat, yang bertugas juga menjaga tahanan di sel sementara pengadilan. "Ee, tahunya dia cuma pura-pura." Jaksa Ginora Pasaribu tak menyangka bahwa kawanan Slamet punya rencana kabur. Di tiap persidangan, ketiganya tampak baik-baik saja. "Selam mengakui perbuatannya, mereka juga menerima putusan hakim," ujar Nyonya Ginora Pasaribu. Keruan saja jaksa, yang bertugas menghadirkan terdakwa itu di persidangan, tak enak tidur. Esoknya, larinya Slamet dan Djarot dilaporkan ke Polda Metro Jaya. "Pencarian terhadap keduanya merupakan salah satu prioritas," kata Kapolda Mayjen Poedy Sjamsoedin seusai melantik Kapolres Jakarta Barat yang baru, Sabtu pekan lalu. Slamet, 30 tahun, Djarot, 28 tahun, dan Sahut, 30 tahun, diseret ke meja hijau karcna dituduh merampok dengan kekerasan. Ketiganya, dibantu Simon - belum tertangkap - menjarah uang milik PT Bharata ketika baru diambil dari bank oleh tiga karyawannya. Peristiwanya itu di Jalan Pulokambing, Cakung, akhir Desember silam. Sempat pula terjadi tarik-menarik kantung berisi uang Rp 6 juta. Tapi Djarot segera melepaskan tcmbakan. Kawanan itu berhasil membawa lari uang Rp 3 juta. Hakim A.A. Daulay mengganjar ketiganya masing-masing dengan hukuman 3 tahun penjara. Ketiganya rnencrlma putusan itu. Tetapi, sebelum putusan tersebut dilaksanakan, Slamet dan Djarot sudas keburu kabur. Tugas pengawasan membawa kcmbali tahanan ke LP tetap berada di tangan kejaksaan. Begitu pula setelah terdakwa menerima putusan dan statusnya berubah jadi terhukum. Tapi dengan dua orang petugas mengawal tujuh tahanan, cukup mendebarkan juga. Apalagi petugas kejaksaan yang menggiring itu tak lagi dipersenjatai. Sebenarnya, waktu itu ada beberapa petugas kepolisian. Hanya, "Mereka telanjur dikerahkan untuk mengawal Abbas," ujar sebuah sumber. Pada hari yang sama, Abbas -- terdakwa yang meminjamkan pistol untuk Pak De - perkaranya divonis (lihat Godam Pertama untuk Pak De). Beda dengan kawanan Slamet alias Gundul, yang entah dianggap sepele. "Kalaubenar ketiga tahanan itu perampok kelas kakap, seharusnya polisi memberikan datanya pada kejaksaan," kata sumber tadi. Kakap atau teri, tak dilihat di berkasnya? "Sudah 'nangkapnya dulu susah, dilepasin lagi," tangkis Letkol Noldy Ratta, Kadispen Polda Metro Jaya, pada Indrarjo dari TEMPO . Tapi pengawalan polisi juga belum tentu menjamin tahanan tak lari. Menjelang Natal tahun silam, buktinya, Caul berhasil menlperdaya polisi yang mengawalnya. Malah Caul gampang pula diberi izin menumpang taksi. Lalu ia singgah di sebuah hotel, dan pengawalnya disuruhnya pulang lebih dulu ke Rutan Pondok Bambu. Begitu si pengawal menjemput, Caul sudah raib. Padahal, Caul sedang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia ditangkap karena terlibat penipuan. Happy Sulistyadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus