MASIH ingat Yayasan Keluarga Adil Makmur (YKAM) yang pernah menghebohkan masyarakat? Beberapa minggu terakhir ini terlihat kesibukan di kantor yayasan itu, yang beralamat di Jalan K.H. Zainul Arifin 31 W, Jakarta. Beberapa tukang menurunkan papan nama YKAM. Bagian dalam gedung berlantai tiga itu juga direnovasi. Orang bertanya, apakah YKAM aktif lagi. Tentu saja tidak. Tanpa banyak publikasi, rupanya, kepemilikan kantor YKAM itu telah berpindah tangan sejak April lalu. Tak banyak orang tahu. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melelang kantor YKAM itu dengan nilai Rp 210 juta. Pemiliknya yang baru adalah R.H. Joramsa alias Awi. Bandar SDSB wilayah Bekasi ini mengaku membeli kantor itu melalui pelelangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi ia menolak memberikan keterangan lebih jauh. ''Tanya saja pada instansi yang berwenang,'' katanya. Pelelangan kantor YKAM itu diakui oleh Thomas Girsang, wakil panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. ''Kantor itu memang sudah dilelang enam bulan lalu berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,'' kata Thomas. Pengadilan sendiri, menurut Thomas, mengeluarkan putusan itu berdasarkan permintaan delapan nasabah YKAM melalui Pengacara Ali Tahir. Pada tahun 1989, kedelapan nasabah YKAM itu menggugat Jusuf Ongkowidjojo, Ketua YKAM, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka termasuk nasabah yang telah menyerahkan uang pendaftaran dan uang tabungan sebagai syarat mendapatkan pinjaman, dan kemudian menuntut Ongko agar memberikan paket pinjaman yang telah dijanjikannya. Majelis hakim waktu itu menilai perjanjian antara nasabah dan YKAM tersebut sah. Maka, diputuskan, Ongko harus memberikan paket pinjaman masing-masing sebesar Rp 3,9 juta kepada kedelapan nasabah itu. Pengadilan juga mengabulkan permohonan penggugat untuk meletakkan sita jaminan atas kantor YKAM. Putusan pengadilan itulah yang ditagih kedelapan nasabah tadi. Karena Ongko tak kunjung membayar, mereka lalu minta agar pengadilan melelang kantor YKAM yang menjadi jaminan itu. ''Setelah kantor dilelang, panitia lelang memberikan hak para nasabah itu sebesar Rp 37 juta. Sisanya diberikan pada Ongko,'' kata Thomas Girsang. Menurut Thomas, karena Ongko masih dalam penjara, uang bagiannya diambilkan Suharto, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, dengan surat kuasa. Menurut seorang pengurus YKAM yang enggan disebut namanya, Ongko sendiri tak diberi tahu soal pelelangan itu. Ia baru diberi tahu setelah pelelangan itu terjadi. Sayangnya, Ongko sendiri enggan menjelaskan soal ini. ''Saya patuh pada hukum. Kalau pengadilan sudah melelang, ya, saya terima,'' katanya. Menurut Ongko, ia telah menerima uang sisa pembayaran sebesar Rp 173 juta. Soal penjualan aset YKAM itu bisa jadi berbuntut panjang. Masalahnya, kantor YKAM yang dilelang itu bukanlah milik pribadi Ongko. Menurut keputusan Mahkamah Agung tertanggal 28 September 1989, kantor tersebut dikembalikan kepada YKAM. ''Artinya, para nasabah YKAM memiliki hak perdata terhadap aset YKAM itu,'' kata O.C. Kaligis, pengacara yang dulu memenangkan gugatan terhadap Ongko atas nama 18 nasabah YKAM. Ongko berpendapat lain. ''YKAM belum bubar. Sampai sekarang saya masih ketuanya. Jadi, wajar kalau saya masih mengurusi aset YKAM,'' kata Ongko. Soal hak nasabah? ''Saya tetap bertanggung jawab. Uang itu saya tabung untuk dikembalikan pada nasabah setelah saya lepas dari masa hukuman,'' janji Ongko. Namun, Kaligis tak percaya pada janji Ongko. ''Tahun 1989 pengadilan sudah memutuskan Ongko harus mengembalikan uang nasabah saya. Ternyata sampai sekarang belum dibayar. Sekarang apa jaminannya dia akan membayar?'' kata Kaligis. Seorang ibu yang menjadi nasabah YKAM, Kaloba Kaligis, malah sudah putus asa. ''Saya sudah capek minta YKAM mengembalikan uang saya. Sekarang saya tak terlalu berharap,'' kata Kaloba. Ongko memang pandai meyakinkan orang. Dulu, sewaktu YKAM didirikan, tahun 1987, ia menjanjikan paket kredit Rp 5 juta tanpa agunan. Syaratnya ringan. Cukup membayar uang pendaftaran Rp 50 ribu ditambah tabungan Rp 210 ribu, orang sudah bisa memperoleh satu paket kredit. Banyak yang tergiur. Anggota YKAM sampai 60 ribu orang. Dari jumlah itu, baru 4.300 orang yang mendapat paket. Pemerintah membekukan kegiatan YKAM pada Februari 1989. Ongko diseret ke pengadilan dengan tuduhan tindak pidana korupsi dan pemalsuan meterai. Ia divonis 15 tahun penjara. Bambang Sujatmoko dan Rihad Wiranto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini