YUNUS Indow tidak selincah dulu lagi. Di balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan Manokwari, tempat ia menjalani enam tahun masa hukumannya, ayah satu anak itu lebih banyak membisu. Lelaki berambut keriting berusia 27 tahun itu mengaku terpukul dan amat menyesal, telah membunuh Suzana Ayok, istri Titus Ulo. Kini, ia kalut memikirkan nasib istrinya. Gara-gara membunuh itu Yunus pun terkena hukum adat selain hukuman pidana. Hukuman adat itu adalah ia harus menyerahkan istrinya, Yuliana, kepada Titus Ulo sebagai pengganti kematian Suzana. ''Karena sudah keputusan adat, mau tidak mau saya harus menaati,'' tutur Yunus pasrah. Yunus Indow, warga Desa Mupi, pedalaman Manokwari, Irian Jaya, membunuh Suzana dengan cara sadistis, menggorok leher korban hingga nyaris putus. Itu terjadi akhir April 1993. Ia lalu diadili secara adat. Sidang yang dipimpin Kepala Suku Arfak, Yohanis Mandacan, memutuskan: menghukum Yunus Indow untuk menyerahkan istrinya, Yuliana, 25 tahun, kepada suami korban Titus Ulo, 30 tahun. Yunus juga harus membayar uang tunai Rp 3 juta serta tiga ekor babi dan selembar kain Timor asli. Sidang yang berlangsung selama dua pekan itu antara lain dihadiri kepala suku keluarga besar Indow dan kepala suku keluarga besar Ayok, para sesepuh desa, dan tidak ketinggalan Babinsa Desa Mupi. Yunus saat itu tidak bisa berbuat apa-apa. Istrinya menangis berkepanjangan. Selesai pengadilan adat, Yunus masih harus menjalani pemeriksaan polisi. Dan kasus ini pun kemudian disidangkan di Pengadilan Negeri Manokwari. Pada akhir Oktober lalu, Ketua majelis hakim F.W. Saija menjatuhkan hukuman penjara 6 tahun sebelumnya jaksa menuntut 12 tahun. Seperti yang dituduhkan Jaksa Nyonya J. Noija, suatu pagi, petani yang hanya tamat sekolah dasar itu hendak pergi ke kebun. Di tengah perjalanan, saat melewati kebun Suzana, dilihatnya wanita itu tengah bekerja sendirian. Yunus, yang rupanya sudah lama (sebelum menikah) diam-diam mencintai Suzana, tergerak mendekati Suzana. Dirayunya wanita berusia 22 tahun itu untuk bersebadan dengannya. Tapi, Suzana menolak. Yunus, menurut jaksa, mulai berlaku kasar. Lengan Suzana ditariknya, dan Suzana berontak. Pergumulan terjadi. Ketika Suzana bisa lepas, ia lari. Tapi Yunus justru semakin kalap. Dikejarnya Suzana, dan parang yang biasa dipakai untuk membabat tanaman ditebaskan ke leher Suzana. Masyarakat Desa Mupi kemudian geger. Yunus dengan sukarela menyerahkan diri pada ketua adat. Di pengadilan terungkap, sepuluh tahun lalu, Yunus juga pernah menganiaya Suzana, gara- gara cintanya ditolak. Suzana kemudian menikah dengan Titus Ulo, dan Yunus menikahi Yuliana. Kendati masing-masing sudah menikah, rupanya api cinta di hati Yunus belum padam. Kini, bahkan sejak sebulan lalu, Yuliana, yang masih menyusui anaknya itu, tinggal serumah dengan Titus Ulo. Mereka sudah dinikahkan secara adat. Sementara itu, perkawinannya dengan Yunus sudah pula diputuskan secara adat. Pertanyaan yang muncul dan menjadi bahan diskusi pemerhati hukum adalah apakah putusan adat itu sah menurut hukum positif yang berlaku secara nasional. Hakim F.W. Saija, yang mengadili Yunus, berpendapat, sanksi adat tetap berlaku karena masyarakat Irian Jaya masih memegang kuat hukum adat. Sedangkan hukum nasional sendiri, pada kenyataannya, belum berlaku menyeluruh karena masih banyak masalah yang terjadi di pedalaman Irian Jaya -- misal sengketa antarsuku -- yang hanya bisa diselesaikan secara adat. Menurut alumnus Universitas Hasanuddin Ujungpandang itu, dengan adanya putusan pengadilan adat, mau tidak mau terdakwa harus menaati. Sebab, kalau tidak, korban tetap akan terus dituntut oleh masyarakat adat. Kendati sudah dihukum secara adat, bukan berarti ia lepas dari tuntutan negara. Karena itulah, kata Saija, ia tetap menjatuhkan hukuman penjara kepada Yunus. Putusan adat tadi dimasukkan dalam pertimbangan yang meringankan hukuman. Berbeda dengan Hakim Saija tadi adalah pendapat Dekan Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih, Adi Suwarno. Menurut dia, hukum pidana adat sudah tidak berlaku lagi karena hukum pidana sudah berlaku secara nasional. Hukum adat yang masih berlaku hingga kini hanyalah hukum perdatanya. Dalam kasus Yunus, menurut alumnus Fakultas Hukum UGM itu, semestinya yang dikenai sanksi adat hanya dari sisi perdatanya. Misalnya, ia harus membayar denda. Tapi jika seseorang sampai harus menyerahkan istrinya lantaran dikenai sanksi adat, ''itu tidak benar.'' Dalam hukum perdata, hanya benda yang bisa dialihkan hak kepemilikannya. Yang menyangkut person, menurut Adi, tidak bisa. Jika hukum adat memutuskan seseorang harus menyerahkan istrinya kepada orang lain, dan orang itu telah pula dikenai hukum positif, saran Adi, orang itu bisa meminta perlindungan hukum kepada yang berwajib untuk melindungi istrinya. Bagaimana keadaan Yuliana sendiri? Ketika ditemui TEMPO di rumah Titus, wanita berkulit hitam yang tidak tamat SD itu tak mau berkomentar apa-apa. Sementara itu, Titus, yang pendiam itu, mengaku menerima apa adanya semua putusan adat tersebut, termasuk untuk memperistri Yuliana. Aries Margono dan Mochtar Touwe (Irian Jaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini