Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Upaya banding terhadap putusan para terdakwa kasus suap Pekan Olahraga Nasional XVIII di Riau satu per satu diajukan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Dua pekan lalu, misalnya, upaya banding atas putusan Muhammad Dunir dan M. Faisal Aswan, keduanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau nonaktif, menjadi "perlawanan" teranyar yang diajukan jaksa KPK untuk kasus rasuah itu. "Ada inkonsistensi putusan dengan fakta persidangan," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Kamis pekan lalu.
Bukan hanya putusannya, menurut Bambang, yang tak sesuai dengan harapan. Pertimbangan majelis hakim dalam putusan empat terdakwa perkara suap PON yang sudah divonis tidak sinkron dengan fakta persidangan. Yang paling disorot KPK adalah pertimbangan putusan yang tidak mencantumkan sejumlah kesaksian di persidangan yang mengurai peran Gubernur Riau Rusli Zainal. "Jadi ini harus dikoreksi di tingkat banding."
Kepada Tempo, seorang jaksa KPK mengatakan raibnya sejumlah keterangan saksi yang menyebut-nyebut peran Rusli dalam putusan untuk para terdakwa PON ini sangat janggal. Dari tuntutan para terdakwa PON yang dibacakan di persidangan, kata dia, keterangan para saksi yang menyudutkan Rusli itu tercantum. Bahkan, dalam dakwaan dan tuntutan, nama Rusli disebut sebagai orang yang "turut serta" atau "secara bersama-sama" melakukan pidana yang dituduhkan. Peran Rusli itu kemudian diperkuat keterangan saksi dan rekaman percakapan di persidangan. Nah, adapun putusan hakim tidak menyebut Rusli sebagai bagian dari kejahatan tersebut.
Hilangnya nama Rusli di putusan empat terdakwa PON itu, kata jaksa senior ini, merugikan KPK. Sejak empat bulan lalu, penyelidik komisi antikorupsi memang menanti putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, yang menguatkan keterlibatan Rusli.
Harapan penyelidik, setidaknya itu muncul dalam salah satu putusan terdakwa PON. Dalam sejumlah gelar perkara, kata dia, nama Rusli juga sudah diperkirakan sebagai tersangka. Supaya lebih yakin, Komisi kemudian menanti pengadilan menguatkan peran Rusli. "Tapi, dalam putusan, nama dia malah tidak disebut," kata jaksa ini.
Dari 13 tersangka kasus ini, Komisi memang baru membawa enam tersangka untuk diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Empat di antaranya sudah divonis bersalah. Mereka, antara lain, Eka Dharma Saputra, Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana Dinas Pemuda dan Olahraga Riau; dan Rahmat Syahputra, site manager kontrak pembangunan arena PON Riau. Keduanya divonis dua tahun enam bulan penjara. Dua lainnya, Muhammad Dunir dan M. Faisal Aswan, divonis empat tahun penjara.
Selain mereka, dua pelaku lagi kini tengah disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru. Keduanya adalah Lukman Abbas, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, dan Taufan Andoso Yakin, Wakil Ketua DPRD Riau nonaktif. Sedangkan tujuh anggota DPRD Riau yang lain masih berstatus tersangka. Mereka hingga kini masih bebas alias belum ditahan.
Kasus ini bergulir ketika KPK meringkus Eka dan Rahmat, yang tengah menyerahkan duit suap ke sejumlah anggota DPRD Riau, pada April tahun lalu. Sogokan itu untuk meloloskan revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010. Revisi itu bakal menjadi payung hukum dana tambahan Rp 19,4 miliar dari kas daerah untuk arena menembak PON. Diduga karena ada upeti, DPRD Riau mengesahkan revisi peraturan daerah tersebut.
Nama Rusli meluncur dari mulut Lukman Abbas. Di persidangan, Lukman mengaku disuruh Rusli menyuap anggota DPRD. Jaksa juga memutar rekaman percakapan Lukman dan Rusli.
+ Sudah tidur, Lukman?
- Mau tidur, Pak….
+ Sudah oke kemarin semua yang itu?
- Tadi mau diapakan?
+ Oke, okelah. Intinya sudah diamankan. Kalau perlu terus kontak ke sana dan tidak usah ke saya lagi….
"Nyanyian" Lukman perihal Rusli ini makin nyaring di persidangan. Lukman, misalnya, juga mengaku disuruh Rusli menyediakan Rp 1,8 miliar untuk "uang lelah" DPRD Riau membahas revisi dua perda. Sebagian "jatah" untuk Perda Arena Menembak, setengahnya lagi disiapkan untuk revisi Perda Nomor 5 Tahun 2008 sebagai dana tambahan Stadion Utama. Revisi Perda Stadion Utama ini belum dibahas.
Tuduhan lain untuk Rusli lagi-lagi dibeberkan Lukman dalam persidangan sejumlah terdakwa PON. Dia, misalnya, mengaku pernah disuruh Rusli menggelontorkan US$ 1,05 juta (sekitar Rp 9 miliar) untuk anggota DPR. Duit itu, kata dia, "modal" agar Dewan di Senayan menyetujui usul dana PON Rp 296 miliar dari kantong APBN Perubahan 2012. Semua tuduhan Lukman terhadap Rusli itu termuat dalam dakwaan jaksa Komisi kepada Lukman, yang saat ini tengah menjalani persidangan.
Di persidangan Lukman inilah KPK berharap keterangan saksi dan alat bukti yang bisa menjerat Rusli diuji dan kemudian bisa dipakai untuk menjerat politikus senior Partai Golkar itu. Karena Lukman menjadi saksi penting bagi KPK untuk menjerat Rusli, sejak awal ia diperhatikan khusus oleh KPK. Berbeda dengan tersangka lain yang ditahan di Riau, Lukman ditahan Komisi di ruang tahanan KPK untuk menjamin ia steril dari jangkauan dan intervensi Rusli. "Persidangannya juga kami kawal ketat," kata Bambang.
Menurut sumber Tempo, nasib Rusli sebenarnya tinggal menghitung hari. Komisi bakal menetapkan Rusli sebagai tersangka pada Januari ini. Penetapan itu, kata dia, setelah KPK mempertimbangkan sejumlah hal. Di antaranya tenaga penyidik untuk Rusli sudah ada dan longgar.
Komisi juga hampir menyelesaikan semua berkas perkara kasus PON dan mengirimnya ke pengadilan. Adapun soal nama Rusli yang tidak disebut dalam putusan, kata sumber ini, sebenarnya tak terlalu berpengaruh. "Kalau tenaga penyidik KPK cukup, Rusli seharusnya sudah jadi tersangka empat bulan lalu," ujar sumber ini yakin.
Dalam kasus PON, Rusli bakal dijerat dengan tuduhan "pemberi suap", karena dia memerintahkan Lukman Abbas menyuap sejumlah anggota DPRD Riau. Rusli juga akan dijerat dengan pasal gratifikasi karena diduga menerima dana sekitar Rp 500 juta dari pihak kontraktor, PT Adhi Karya. Duit itu sebagai tanda terima kasih untuk tambahan bujet arena PON.
Dari pengakuan Manajer Adhi Karya, Diki Aldianto, di persidangan, duit diserahkan kepada Lukman lalu diterima ajudan Rusli, Said Faisal. Tatkala diperiksa penyidik, Said tak membantah menerima duit dan menyerahkannya kepada Rusli. Pada awal Juni tahun lalu, KPK sudah meminta Imigrasi mencekal Said.
Di luar urusan PON itu ada lagi kasus yang bakal "dilemparkan" ke Rusli, yakni perkara dugaan korupsi izin pemanfaatan hutan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Dalam kasus ini Rusli dituduh menyalahgunakan wewenang untuk mengeluarkan izin tersebut. Menurut sumber Tempo, dua tuduhan korupsi untuk Rusli itu akan dibuat kumulatif.
Bambang Widjojanto tak membenarkan ataupun membantah bahwa Rusli bakal ditetapkan sebagai tersangka pada Januari ini. Tapi ia mengatakan tuduhan yang akan dilayangkannya ke Rusli bukan hanya perkara PON. Wakil Ketua KPK yang lain, Busyro Muqoddas, tak mau berkomentar tentang rencana penetapan Rusli sebagai tersangka itu. "Kita tunggu saja," kata Busyro.
Selama pekan lalu, tiga kali kontributor Tempo Rian Nofitra mendatangi kantor Rusli untuk meminta waktu wawancara, menanggapi sejumlah tuduhan itu. Tapi staf Rusli selalu memberi jawaban sama: Rusli tengah rapat koordinasi dengan kepala dinas se-Riau. Sebelumnya, kepada Tempo, Rusli membantah terlibat kasus PON dan memerintahkan Lukman menyebar suap.
Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo