Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jalur Meminta Ganti Rugi

Ahli waris korban kecelakaan bisa menuntut ganti rugi materi kepada penabrak lewat mekanisme restitusi. Bisa melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

6 Januari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rasa kecewa menambah kepedihan pasangan Suherman dan Enung. Putra bungsu mereka, Muhammad Raihan,­ 14 bulan, sudah dikuburkan di dekat rumah mereka di Kampung Ciaul, Sukabumi, Jawa Barat. Namun Hatta Rajasa, yang berjanji hadir, tak kunjung datang. ”Padahal di televisi dia berjanji akan datang saat pemakaman,” kata Ujang Sukardi, kakak kandung Suherman, Rabu siang pekan lalu, kepada Tempo.

Keluarga besar Suherman masih berharap Pak Menteri hadir dalam acara tahlilan di rumah mereka di kaki Gunung Salak. Sebelumnya, Hatta memang menyatakan akan menghadiri pemakaman korban kecelakaan. Janji itu disampaikan Hatta dalam jumpa pers, 15 jam setelah mobil BMW yang dikemudikan anaknya, M. Rasyid Amirullah Rajasa, menabrak Daihatsu Luxio yang ditumpangi Raihan. ”Kami sekeluarga sungguh terpukul atas meninggalnya dua saudara kita,” kata Hatta di layar televisi. Penumpang lain, Harun, 57 tahun, juga tewas dalam kecelakaan itu.

Bila kelak Hatta tak kunjung datang, Suherman memang hanya bisa kecewa. Dia merasa tak bisa menuntut lagi karena kecelakaan itu telanjur diselesaikan secara kekeluargaan.

Syahdan, pada saat Suherman dan Enung dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, ajudan Hatta bernama Asep datang ke rumah sakit tersebut. Asep menawarkan perdamaian atas kematian Raihan. Bertulisan tangan, surat perdamaian dibuat malam itu juga di atas selembar kertas kuarto bermeterai Rp 6.000.

Dalam surat perdamaian itu, pihak Hatta menjanjikan sejumlah bantuan, antara lain menanggung biaya pengobatan Suherman dan Enung, upacara pemakaman Raihan, dan semua acara setelah pemakaman. ”Di surat itu kami disebutkan tak boleh menuntut secara hukum,” kata Sukardi, yang enggan menunjukkan surat tersebut.

Menurut Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Lili Pintauli Siregar, surat itu memang sudah ”mengikat” Suherman. Menurut dia, bila telah terjadi perdamaian, korban dan ahli waris tak bisa menuntut ganti rugi. Itu, ujar Lili, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Tapi, bila dalam perjalanannya ada poin perdamaian yang tak dilaksanakan, Suherman atau ahli warisnya bisa menggugat Hatta ke pengadilan. ”Itu tergolong wanprestasi,” kata Lili, yang menjadi Penanggung Jawab Bidang Bantuan, Kompensasi, dan Restitusi di LPSK.

Korban kecelakaan atau ahli warisnya, tutur Lili—jika tak membuat perjanjian perdamaian—juga bisa menuntut ganti rugi atas barang yang rusak dan kerugian akibat nyawa yang hilang kepada penabrak lewat mekanisme restitusi. Caranya, ahli waris bisa mendaftarkan sendiri gugatan restitusi ke pengadilan, atau meminta bantuan LPSK. Gugatan restitusi tersebut, menurut Lili, bisa diajukan saat kasus kecelakaan yang mengandung unsur pidana memasuki tahap penuntutan di pengadilan. Pintu lainnya, saat putus­an kasus itu sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht).

Korban yang hendak mengajukan gugatan restitusi harus menyiapkan perhitungan detail ganti rugi serta bukti pendukungnya. Penghitungan ganti rugi barang yang rusak lebih mudah. Yang agak sulit adalah menghitung kerugian nyawa. ”Tapi itu bisa dihitung dengan usia produktif korban, penghasilan rata-rata korban, atau biaya yang biasa dikeluarkan korban untuk keluarga selama hidupnya,” kata Lili. Salah satu bukti yang bisa dipakai adalah slip gaji korban. Sayangnya, kata Lili, kebanyakan korban tak mengajukan gugatan restitusi karena puas dengan perdamaian yang terkadang merugikan mereka. ”Untuk kasus kecelakaan, malah belum ada contoh gugatan restitusi,” ujar Lili.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Chryshnanda Dwi Laksana mengatakan perdamaian memang sudah terjadi antara keluarga Rasyid dan para korban. Namun polisi tak akan memakai perdamaian itu untuk menghentikan pengusutan tindak pidananya. ”Ada nyawa yang hilang. Perdamaian tak bisa mengganggu proses penyidikan,” kata Chryshnanda.

Mustafa Silalahi, Arihta U. Surbakti (Sukabumi)


Maut di Tahun Baru

Semua berawal dari niat bersenang-senang menyambut tahun baru 2013. Muhammad Rasyid Amirullah, putra keempat Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, merayakan pergantian tahun di Kemang, Jakarta Selatan, bersama teman-temannya. Begitu juga Suherman dan istrinya, Enung, serta dua putra mereka. Maut tak dapat ditolak, mereka "bertemu" di jalan tol Jagorawi. Bukan dalam suasana keriangan, melainkan kecelakaan.

01.00
Rasyid bersama Prilia Kinanti dari Kemang pulang menuju Tebet, Jakarta Selatan.

05.00
Rasyid pulang menuju rumahnya di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan.

05.45
Mobil BMW X5 Rasyid menabrak Daihatsu Luxio omprengan milik Frans Sirait di kilometer 3,35 tol Jagorawi.

05.55
Mobil BMW ditarik ke pool derek yang berjarak 200 meter dari lokasi kejadian. Para korban dilarikan ke RS Polri Kramat Jati.

Baja vs Kaleng

BMW X5 xDrive30i
(B 272 HR atas nama PT Arthindo Utama)

Pengemudi: Muhammad Rasyid Amirullah
Mobil buatan tahun 2010 ini di pasaran harganya Rp 1,1 miliar. Berkapasitas 3.000 cc dengan mesin enam silinder, dan berat keseluruhan 2.235 kilogram, mobil mewah ini memiliki akselerasi 7,6 detik dari 0 sampai 100 kilometer per jam. Di jalan lurus, kendaraan yang bisa memuat tujuh orang ini kecepatannya bisa mencapai 235 kilometer per jam. Mobil ini memiliki bumber baja yang kokoh dan bodi yang terbuat dari ultra-high strength steel.

Daihatsu Luxio
(F 1622 CY)

Pengemudi: Frans Sirait
Kendaraan yang memiliki akselerasi 13,7 detik untuk mencapai kecepatan 100 kilometer per jam ini adalah jenis mobil keluarga. Kendaraan berkapasitas 1.500 cc itu memiliki kecepatan maksimum 156 kilometer per jam. Harga kendaraan ini di pasaran sekitar Rp 144 juta. Daihatsu Luxio dirancang bisa memuat sembilan orang, kendati jika dipaksakan bisa lebih, sampai 13 orang, seperti saat dikemudikan Frans Sirait itu. Bodi mobil Daihatsu Luxio hanya terbuat dari baja antikarat biasa, ringan, dan biasa dijuluki "bodi kaleng".

Korban:

  • Harun, 57 tahun: meninggal
  • Muhammad Raihan, 14 bulan: meninggal
  • Supriyati, 30 tahun: patah tulang kaki
  • Enung, 30 tahun (ibu Raihan): memar di kepala
  • Mohammad Rifan, 8 tahun (kakak Raihan): memar

    Tuduhan untuk Rasyid:
    Pasal 283 juncto Pasal 287 ayat 5 juncto Pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Lalu Lintas dengan ancaman lima tahun penjara.

    Isi pasal 310 (4) :
    "Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)."

    Naskah: Mustafa Silalahi
    Sumber: wawancara, riset

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus