Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Petaka BMW Putra Menteri

Anak bungsu Menteri Hatta Rajasa menjadi tersangka kecelakaan maut. Polisi berhati-hati mengusut.

6 Januari 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lelaki paruh baya itu belum lama terlelap setelah semalam suntuk beredar di sepanjang jalan tol Cawang-Tomang-Cengkareng. Selasa dinihari pekan lalu, Momon, sopir mobil derek itu, tiba-tiba menerima telepon dari operator pelayanan jalan tol. Ia diminta memundurkan mobilnya dari pool derek di Kampung Makasar, dan segera ke arah Cawang. Katanya di sana ada kecelakaan.

Benar saja, sekitar 50 meter dari tempat Momon rehat, pemandangan horor langsung menyergap. Seorang lelaki tergeletak tanpa napas di depan mobil BMW hitam metalik yang berhenti di lajur cepat jalan tol Jagorawi itu. Meski ditutupi koran, ceceran darah menandakan lelaki itu terluka parah di kepala. Di belakang BMW itu, seorang perempuan tergolek dan merintih kesakitan. Tak jauh dari perempuan itu, lelaki lain mondar-mandir menggendong bayi yang juga tak bergerak lagi. ”Meski sering melihat kecelakaan, saya ngeri membayangkannya,” kata Momon, Kamis pekan lalu.

Sepuluh menit sebelumnya, persis pukul 05.45, mobil BMW X5 melesat dengan kecepatan tinggi dari arah jalan tol dalam kota. Di kilometer 3,35 jalan tol Jagorawi itu, BMW menabrak Daihatsu Luxio yang baru masuk jalan tol dari arah terminal liar di kawasan UKI, Cawang. ”Braak....” Luxio penuh penumpang terpental hingga 50 meter ke depan. Pintu belakang mobil omprengan­ itu langsung terbuka. Lima penumpang terlempar keluar. Dua orang di antaranya, Harun, 57 tahun, dan Muhammad Raihan, 14 bulan, meninggal di tempat.

Tanpa banyak tanya, Momon bergegas memasang pengait derek ke mobil BMW. Soalnya, kemacetan mulai mengular di jalan tol yang beberapa menit sebelumnya masih lengang. Waktu itulah Momon dan seorang kawannya melihat seorang pria muda sibuk menelepon. Rupanya, dia pengemudi mobil mewah itu. Di akhir percakapan, si pemuda meminta orang di ujung telepon berbicara langsung dengan polisi yang baru tiba.

Ketika Momon menyeret BMW, si pemuda mengikuti dari belakang. Adapun sopir Luxio, Frans Sirait, lebih dulu membawa mobilnya yang masih bisa hidup ke pool derek. Di pool, Momon dan beberapa petugas mekanik menyaksikan si pemuda mencopoti sendiri pelat nomor depan mobil B-272-HR itu. Sewaktu polisi hendak memotret pelat nomor belakang, si pemuda menghardiknya. ”Jangan.” Ia sendiri lalu mencopoti pelat nomor belakang itu. Pak polisi pun menuruti larangan si pemuda.

Belum habis rasa heran Momon dan kawan-kawan, lelaki belia itu kembali menunjukkan nyalinya. Sambil merokok, dia menginterogasi sopir Luxio yang lebih dulu membawa mobilnya ke pool derek. ”Jujur saja. Kecepatan mobil kamu tadi berapa?” tanya si remaja. Sopir Luxio menjawab, ”Saya biasanya bawa mobil di atas 100 kilometer per jam.” Karena sopir Luxio meladeni dengan dingin, si pemuda mengakhiri­ pertanyaan dan meminta maaf.

Para sopir dan mekanik pool derek baru tahu jati diri pemuda itu sekitar 15 jam kemudian. Persisnya ketika Momon diperiksa sebagai saksi di kantor Sub-Bidang Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, di Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan. Malam itu polisi mendadak menghentikan pemeriksaan dan menghidupkan televisi. Ternyata ada siaran langsung jumpa pers dari rumah tinggal Menteri Perekonomian Hatta Rajasa di Jalan Fatmawati, Cipete, Jakarta Selatan.

Dengan suara pelan, Hatta mengaku terpukul oleh kecelakaan itu. Atas nama keluarga, dia meminta maaf kepada semua korban. Hatta pun mempersilakan polisi memproses kecelakaan itu secara hukum. Sejak itu, teranglah sudah, si pemuda ternyata M. Rasyid Amirullah Rajasa, 22 tahun, putra bungsu dari empat anak Hatta.

l l l

BUKAN hanya Momon yang bertanya-tanya siapa pengemudi BMW maut itu. Wartawan pun bergelut dengan teka-teki selama berjam-jam. Bisik-bisik bahwa sopir BMW maut itu anak Hatta terdengar sejak siang hari. Tapi sumber resmi di PT Jasa Marga dan Kepolisian Daerah Metro Jaya tak kunjung memberi kepastian. Baru sore harinya, Kepala Divisi Humas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Suhardi Alius membenarkan Rasyid adalah anak Hatta.

Meski begitu, duduk perkara kecelakaan maut tak langsung terang. Berbeda dengan kasus kecelakaan lalu lintas lainnya, kali ini polisi terkesan hati-hati berbagi informasi. Sewaktu mobil BMW dan Luxio diperam di pool derek, misalnya, tak ada jurnalis yang diberi tahu atau diperkenankan mengambil gambar.

Rabu dinihari, mobil BMW dan Luxio dibawa ke kantor Direktorat Lalu Lintas. Tapi di sini pun mobil BMW masih disamarkan. Di samping pelat nomornya tak segera dipasang, BMW dibalut kain pembungkus. ”Saya yang meminta tutup itu dibuka,” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Chryshnanda Dwi Laksana, tanpa menyebut siapa yang berinisiatif menutupi mobil. Belakangan terungkap BMW dengan pajak tahunan Rp 137 juta itu milik PT Arthindo Utama, perusahaan minyak patungan yang didirikan Hatta bersama sejumlah pengusaha.

Terus dikejar wartawan, Rabu pagi, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto mengumumkan bahwa Rasyid telah menjadi tersangka. Polisi menduga Rasyid berbuat lalai sehingga menyebabkan luka dan kematian. Dia kemungkinan besar akan dijerat Pasal 283, Pasal 287 ayat 5, dan Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukumannya enam tahun penjara.

Sebelumnya, muncul spekulasi tentang kemungkinan Rasyid mengemudi di bawah pengaruh narkotik. Apalagi polisi menerangkan bahwa Rasyid malam itu merayakan tahun baru di sebuah kafe di Kemang, lalu begadang hingga subuh di rumah kekasihnya, Prilia Kinanti, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Rasyid, yang mengambil kuliah di London, Inggris, memang sedang liburan di Jakarta. Begitu pula dengan Prilia, atlet softball Provinsi DKI Jakarta, yang kuliah di Australia.

Namun, Rabu siang, polisi langsung menepis spekulasi itu. Polisi mengumumkan bahwa hasil tes urine Rasyid bebas dari lima jenis zat terlarang: amfetamin, kokain, metamfetamin, ganja, dan heroin. Hasil tes ini meloloskan Rasyid dari ancaman hukuman lebih berat.

Andai saja urine Rasyid positif mengandung narkotik, cerita bisa berbeda. Rasyid bisa dijerat pasal berlapis seperti Afriyani Susanti, pengemudi Daihatsu Xenia yang menabrak tewas sembilan pejalan kaki di dekat Tugu Tani, Jakarta Pusat, Januari 2012.

Afriyani didakwa melanggar Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembunuhan. Ia pun didakwa melanggar Pasal 310 ayat 3 dan Pasal 311 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di pengadilan, jaksa menuntut Afriyani dihukum 20 tahun penjara. Agustus lalu, hakim memvonis Afriyani 15 tahun penjara. Yang memberatkan hukuman: Afriyani terbukti mengemudi di bawah pengaruh ekstasi. ”Kasus Rasyid beda dengan kasus Afriyani,” kata Rikwanto.

Untuk sementara, penetapan status tersangka Rasyid seakan-akan menjawab keraguan banyak orang akan keberanian polisi mengusut kasus kecelakaan yang melibatkan anak menteri. Namun banyak pertanyaan tersisa karena polisi tak langsung menahan Rasyid. Alasan polisi, mereka percaya Rasyid tak bakal melarikan diri. Selain keluarganya kooperatif, Rasyid masih dirawat di rumah sakit karena trauma kejiwaan yang mengganggu sistem pencernaannya.

Meski akhirnya bocor, polisi pun sempat menutup rapat nama rumah sakit tempat Rasyid dirawat. Rabu sore, wartawan meng­endus Rasyid ada di Rumah Sakit Pusat Pertamina. Pengelola rumah sakit pun lebih dulu membenarkan Rasyid dirawat di rumah sakit itu. Tapi polisi baru membenarkan Rasyid dirawat di sana keesokan harinya.

Polisi membantah mengistimewakan Rasyid, yang tak dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, seperti kebanyakan tersangka lain. Menurut Rikwanto, Rasyid dirawat di Pertamina atas permintaan keluarga. Alasannya, rekaman lengkap kesehatan Rasyid ada di rumah sakit itu.

Sejauh ini polisi telah memeriksa 13 saksi. Mereka antara lain sopir derek, pacar Rasyid, dan penumpang yang selamat. Tapi, menurut polisi, belum ada informasi yang menyimpang dari kesimpulan awal bahwa kasus tabrak maut itu murni kecelakaan. Polisi pun berkukuh Rasyid mengemudi dalam kondisi mengantuk dan kelelahan. ”Mak ler, lalu jeder,” kata Cryshnanda, menggambarkan kejadian itu. Ketika menyambangi lokasi tabrakan, Tempo tak menemukan tanda-tanda bekas ban yang direm mendadak atau pembatas jalan yang rusak karena benturan.

Hingga akhir pekan lalu, polisi belum memeriksa Rasyid secara mendalam. Polisi masih menunggu keterangan dokter bahwa kesehatan Rasyid sudah stabil. ”Sudah jelas ada yang mati. Proses hukum pasti berjalan,” kata Chryshnanda, seperti menepis keraguan yang tersisa.

Jajang Jamaludin, Mustafa Silalahi, Syailendra, Jayadi Supriyadin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus