BHAYANGKARA Satu Jarot, 31, sedianya akan diajukan ke mahkamah militer dalam waktu dekat ini. Ia dituduh membunuh Wahyu Basuki alias Susi Lepaz, mahasiswa Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, dengan tikaman celurit. Mendadak, Selasa pekan lalu, bekas anggota reserse itu kabur dari kamar tahanan Detasemen (Den) POM ABRI VII/2 Yogya. la membobol langit-langit dan atap, memanjat tiang antena alat komunikasi, meloncat tembok, lalu menghilang di sawah yang mengelilingi kantor Den POM itu." Ia sebenarnya termasuk tahanan yang alim dan tampak penakut," tutur sumber di Den POM ABRI VII/2. Tapi, katanya, sejak ada keputusan Kapolda Jawa Tengah & Yogyakarta 1 September 1983 yang meluardinaskan Jarot ayah dua anak itu kelihatan sekali mengalami frustrasi. Sebab, sejak saat itu, keluarganya tidak lagi menerima gaji dan uang lauk-pauk. Pemberhentian itu tampaknya, karena pihak atasan menilai perbuatan Jarot sudah kelewatan. Ceritanya, dinihari 14 Juli 1983, Wahyu berkencan dengan Indri, seorang wanita panggilan di kamar nomor 4 Wisma Wisata Jalan Kaliurang, Yogya. Ketika itu, Wahyu dikabarkan sedang mengumpulkan bahan untuk skripsinya yang memang mengambil tema tentang pelacur dan gelandangan. Tak lama kemudian, datang Jarot. Ia cemburu dan kontan melabrak. "Wahyu keluar kamar diteriaki maling, dan Jarot mengejar sambil menghunus celurit," cerita seorang petugas wisma. Korban terkejar dan meninggal dengan tiga bekas tusukan di lambung, punggung, dan kepala bagian belakang. Hari itu juga, Jarot ditangkap. Januari lalu, ia mengirim surat ke alamat Kapolri, meminta agar perkaranya segera disidangkan. Dalam surat itu ia menyatakan bahwa Wahyu tak lain seorang pengedar narkotik. Informasi itu, kata Jarot, diperoleh dari Indri - yang sering menjadi informan. Sumber TEMPO menyanggah keterangan Jarot. Indri, menurut sumber itu, sama sekali bukan informan. "Dia justru pecandu narkotik," katanya. Wahyu pun tampaknya bukan pengedar narkotik. Waktu di SMTA dulu, menurut penuturan keluarga dan teman dekatnya, dia memang pernah mengisap ganja. Tapi sejak menjadi mahasiswa, dia tak lagi berurusan dengan barang terlarang itu. "Saat pembunuhan terjadi, tak ada bukti bahwa Jarot sedang membongkar kasus narkotik," kata sumber TEMPO tadi. Wahyu sendiri, dinihari itu, ternyata juga bukan sedang mengumpulkan bahan untuk skripsinya. Studi kasus yang dilakukan para mahasiswa, termasuk Wahyu, sudah selesai Juni 1983. Penelitian pun hanya dilakukan di lokalisasi WTS Sanggrahan, setiap Senin dan Kamis pukul 10.00-12.00, sesuai izin yang dikeluarkan Dinas Sosial. "Tidak boleh ada penelitian tentang WTS yang berlangsung sampai subuh," ujar Drs. Hasan Basri, dosen di Fakultas Psikologi UGM yang menjadi pembimbing skripsi Almarhum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini