Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jejak Pedofil di Kamar 326

Kepolisian Daerah Jawa Barat membongkar jaringan pembuat video mesum yang melibatkan anak-anak. Diduga bagian sindikat internasional.

14 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LOGAT Sunda medok dalam video mesum yang diperankan seorang wanita dewasa dan anak-anak yang beredar di media sosial pada Kamis dua pekan lalu menjadi petunjuk awal polisi membongkar jaringan pembuatnya. "Itu logat Sunda orang Bandung asli," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Umar Surya Fana, Rabu pekan lalu. "Makanya kami meyakini video itu dibuat di sini."

Ada dua video yang menyebar di Internet. Rekaman pertama adalah seorang wanita dengan baju hitam berhubungan badan dengan dua anak kecil berusia 9 dan 11 tahun. Satu video lain menayangkan adegan mesum perempuan berbeda dengan gaun merah dan seorang bocah berusia 9 tahun. Nah, dari video perempuan bergaun merah inilah kemudian polisi menemukan petunjuk kedua di mana persisnya film berdurasi satu jam itu dibuat.

Dalam salah satu adegan video perempuan berbaju merah, tampak sang anak sedang berdiri di balkon. Dari balkon itu, kamera menyorot sebuah gedung dengan ciri atap melengkung-lengkung plus sebuah menara pemancar di sebelahnya. Polisi mengenali ciri itu sebagai gedung Assessment and Learning Center Pos di Jalan W.R. Supratman, Kota Bandung.

Polisi kemudian mendatangi gedung pelatihan milik PT Pos Indonesia itu. Setelah menyesuaikan sudut pandang seperti tampilan di video, polisi meyakini film itu diambil dari Mitra Hotel, yang berjarak sekitar 150 meter ke arah utara dari gedung pelatihan. Kepastian diperoleh setelah polisi memeriksa kamar nomor 326 di lantai 3 yang balkonnya persis menghadap ke gedung itu.

Sekretaris Mitra Hotel, Yuni, mengatakan manajemen tidak terlibat sama sekali soal pembuatan video. "Kami baru tahu mereka membuat video di sini setelah penyelidikan polisi," ujar Yuni. "Manajemen hotel juga sudah membantu polisi dengan menyerahkan kamera pengawas dan beberapa data yang mereka minta."

Berbekal petunjuk awal ini, polisi menangkap Imelda Oktaviani, si wanita bergaun merah, pada Jumat pagi dua pekan lalu. Penangkapan Imelda merembet ke lima orang lain yang terlibat dalam pembuatan video. Mereka adalah Herni, ibu Rendi-bukan nama sebenarnya-anak yang beradegan dengan Imelda. Kemudian Sri Mulyati alias Cici, yang merupakan penghubung Herni dan Imelda.

Lalu polisi mencokok Apriliana alias Intan, pemeran perempuan berbaju hitam; kemudian Susanti, ibu Dadang-nama samaran-anak kecil dalam video Apriliana. Belakangan, terungkap bocah lain di video Apriliana adalah teman bermain Dadang, yaitu Supri-nama samaran.

Terakhir, polisi menangkap Muhammad Faisal Akbar, otak sekaligus sutradara film. Sedangkan seorang lagi, Ismi, yang menjadi penghubung Faisal dan Apriliana, masih buron.

Kasus ini menambah daftar panjang kejahatan seksual yang melibatkan anak-anak. Dalam tiga bulan terakhir, kepolisian sedikitnya membongkar tiga kasus kejahatan ini. Akhir tahun lalu, Kepolisian Metro Jakarta Selatan menangkap seorang warga negara Jepang karena diduga mencabuli dua anak jalanan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Sebulan berselang, Kepolisian Resor Kota Tangerang menangkap Wawan Setiadi alias Babeh, yang diduga menyodomi 41 anak di bawah umur.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Besar Muhammad Iqbal mengatakan penyidik bisa menerapkan ketentuan pidana kebiri kimia dalam kasus-kasus tersebut. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, yang menjadi undang-undang pada akhir 2016. "Supaya ada efek jera bagi pelaku," katanya. Sudah setahun berlaku, belum ada satu pun kasus kejahatan seksual anak yang dijerat dengan peraturan ini.

DALAM kasus video di Bandung, saat ini polisi sedang menyelidiki kemungkinan Faisal Akbar terhubung dengan jaringan pedofil internasional. Ini lantaran polisi menemukan bukti Faisal aktif di forum pornografi berskala dunia. Selain itu, pria 32 tahun ini kerap bolak-balik ke Bali. "Pengakuannya jalan-jalan," ujar Komisaris Besar Umar Surya Fana. "Tapi, jika dilihat profilnya, kami ragu."

Melalui pertanyaan tertulis yang dititipkan Tempo kepada penyidik, Faisal mengatakan memang mendapat pesanan dari orang-orang di luar negeri untuk membuat video. "Tapi hanya untuk mendapat uang," kata Faisal.

Persinggungan Faisal dengan dunia pornografi internasional terjadi sejak 2016. Lelaki yang pernah mengecap satu tahun kuliah di jurusan teknologi informasi ini aktif di sebuah forum pornografi di dunia maya. Dengan keahliannya mengedit foto, pria ini terkenal karena sering mengotak-atik foto pesohor luar negeri sehingga seolah-olah mereka berpose panas. "Awalnya agar punya banyak teman," ucap Faisal.

Pada awal 2017, Faisal yang menggunakan nama alias Alfa mendapat tawaran dari seseorang yang mengaku sebagai Nancy, warga negara Kanada, dari satu forum dewasa. Obrolan mereka kemudian berlanjut via aplikasi percakapan Telegram. Nancy menawarkan kepada Faisal untuk membuat video porno dengan pemeran wanita dewasa dan anak-anak. Pria yang sehari-hari berjualan obat herbal secara online ini setuju.

Lewat kerabatnya yang bernama Ismi, Faisal kemudian diperkenalkan dengan Apriliana. Perempuan ini setuju menjadi pemeran dalam film dengan bayaran Rp 1 juta. Faisal juga meminta Apriliana mencarikan pemeran anak-anak.

Pada awal Mei 2017, Apriliana datang bersama Dadang-bukan nama sebenarnya-ke Hotel Idea’S, yang ada di Jalan H Ibrahim Adjie, Kiaracondong, Bandung. Mulanya bocah 9 tahun ini menolak. Ia menangis. Apriliana kemudian mengundang Susanti, ibu Dadang, untuk datang ke hotel itu.

Apriliana memang bertetangga dengan Susanti. Mereka tinggal di permukiman padat penduduk di kawasan Babakan Sari, yang ada di belakang Stasiun Kiaracondong. Sehari-hari Dadang, yang tinggal bersama sebelas saudara kandungnya, berjualan tisu atau mengamen di sekitar stasiun.

Melihat anaknya menolak, Susanti terus membujuk. Ia pun mendatangkan Supri-nama samaran-kawan dekat Dadang, agar anaknya diam. Dadang akhirnya mau melanjutkan pengambilan gambar. Faisal mengarahkan setiap adegan antara Apriliana dan Dadang sesuai dengan skenario yang diperoleh dari Nancy. Di tengah rekaman, Faisal berimprovisasi dengan meminta Supri bergabung.

Dadang kemudian mengirimkan film ini kepada Nancy via aplikasi Telegram. Ia mendapat bayaran dalam bentuk bitcoin yang jika ditukar ke rupiah setara dengan Rp 18 juta. Ia juga mendapat Rp 7 juta dari seseorang yang mengaku bernama Jane dari Polandia. Sementara itu, Dadang dan Supri menerima uang Rp 300 ribu.

Seorang perwakilan manajemen Hotel Idea’S, Tito, mengatakan sudah menyerahkan urusan ini ke polisi. "Kami tidak bisa berkomentar," ujarnya.

Beberapa bulan kemudian, Faisal mendapat pesanan untuk membuat video serupa. Kali ini, lewat kenalannya yang bernama Cici, Faisal bertemu dengan Imelda Oktaviani. Pemandu karaoke ini mulanya menolak. Faisal membujuk perempuan ini dengan mengatakan bahwa video itu hanya dikonsumsi kalangan terbatas. Imelda akhirnya mau dengan bayaran Rp 1,5 juta.

Pada awal Agustus, Imelda datang ke Mitra Hotel, Bandung, bersama Rendi-bukan nama sebenarnya-dan Herni, ibu bocah 9 tahun itu. Sama seperti pada video pertama, Faisal mengarahkan setiap adegan. Ia kemudian menjual video ini dengan harga Rp 6 juta. Ia membayar Cici Rp 1,5 juta. Sedangkan Herni memperoleh Rp 500 ribu.

Rekaman di Hotel Mitra inilah yang pertama menyebar di masyarakat. Pada 4 Januari lalu, Imelda menghubungi Faisal. Ia memprotes karena videonya beredar. Keduanya kemudian bertemu di Jakarta. Faisal memberi uang Rp 500 ribu untuk menghapus tato yang ada di paha kiri Imelda agar tidak mudah terlacak. Ia juga memberikan Rp 2,7 juta kepada Imelda sebagai ganti rugi.

Komisaris Besar Umar Surya Fana menduga bukan hanya Imelda yang panik setelah video ini beredar. Faisal juga menghapus semua percakapan di telepon selulernya. Apalagi Faisal sebenarnya baru saja mendapat pesanan untuk membuat film ketiga. "Kami sedang melacak jejak digital tersangka," kata Umar. "Agar bisa membuka jaringan internasionalnya juga."

Syailendra Persada, Aminuddin A.s. (bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus