Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jual-beli rekening bank menjadi mata rantai judi online di Indonesia.
Sindikat jual-beli rekening memperdaya masyarakat dengan iming-iming uang.
Hati-hati: pemilik rekening untuk judi online bisa terjerat pidana berlapis.
JUAL-BELI rekening bank menjadi mata rantai praktik judi online di Indonesia. Para pengelola laman judi kerap menggunakan rekening yang mereka beli dari orang lain untuk mengumpulkan uang para pemain. Tujuannya, menyamarkan identitas mereka dari aparat penegak hukum. Masyarakat yang identitasnya digunakan untuk membuat rekening pun kerap tak paham bahwa jerat pidana menanti mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu jaringan jual-beli rekening terbongkar oleh Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat pada Jumat, 8 November 2024. Polisi menggerebek rumah mewah di Perumahan Cengkareng Indah Nomor 20, RT 12 RW14, Kapuk, Jakarta Barat. Sindikat yang beroperasi sejak 2022 itu diduga telah menampung lebih-kurang 4.324 rekening. “Mereka menampung rekening milik masyarakat, yang kemudian dikirim ke Kamboja,” kata Kepala Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Syahduddi setelah penggerebekan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam penggerebekan itu, tim Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Barat menyita barang bukti berupa 370 buku tabungan, 713 kartu anjungan tunai mandiri dari berbagai bank, 35 gawai, 3 laptop, 1 printer, 2 token bank, 1 bundel mutasi rekening koran, dan 1.081 bundel resi pengiriman ekspedisi ke Kamboja. Polisi juga langsung menangkap delapan tersangka, dengan dua di antaranya adalah pemilik rekening, yaitu Aldi Rizki Pratama Fadilah, 22 tahun, dan Rizky Dermawan, 28 tahun.
Syahduddi menyatakan sindikat ini terbongkar dari penangkapan empat tersangka yang ketahuan menjual buku rekening untuk sindikat judi online Kamboja. Modusnya, kata dia, komplotan ini menawarkan imbalan Rp 1-2 juta kepada masyarakat agar meminjamkan identitas mereka untuk membuat rekening bank. Namun rekening bank yang dibuat tidak dikuasai pemilik rekening, melainkan diambil komplotan ini untuk dijual kepada pengelola judi online.
Sindikat ini, menurut Syahduddi, mendapat bayaran Rp 10 juta per rekening. Uang itu termasuk biaya untuk membuat rekening, menyiapkan telepon seluler dengan aplikasi mobile banking yang sudah terinstal, dan mengirimnya ke Kamboja.
Petugas Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat mengeluarkan sejumlah barang bukti saat menggerebek sebuah rumah di kawasan Perumahan Cengkareng Indah, Kapuk, Jakarta Barat, yang diduga dijadikan markas penyewaan buku rekening untuk transaksi judi online, Jumat, 8 November 2024. Dok. Polri
Sindikat jual-beli rekening bank ini rupanya bukan kali ini saja terungkap. Empat bulan lalu, tepatnya pada 15 Juli 2024, Polres Jakarta Barat juga pernah menangkap seorang bernama Jefri, 34 tahun, di Tambora, Jakarta Barat.
Modus jual-beli rekening bank untuk transaksi judi online juga pernah dilaporkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dalam rapat bersama Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Juni 2024. Ivan mengatakan, pada praktiknya, sindikat ini mendatangi perkampungan dan meminta warga yang literasi keuangannya rendah membuka rekening bank dengan iming-iming uang. “Mereka cuma ngasih Rp 100 ribu kepada para pemilik nama rekening. Mereka bisa menjual itu kepada pihak lain dengan angka yang besar,” tuturnya.
Dosen hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, meminta masyarakat berhati-hati jika menemukan modus seperti ini. Alasannya, menurut dia, jual-beli rekening merupakan tindakan ilegal yang bisa menjerat kedua pihak, baik pembeli maupun penjual, secara pidana.
Chudry menjelaskan, penjual ataupun pembeli rekening bisa dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Pasal tersebut melarang penyerahan rekening atau yang disebut sebagai sarana perintah pentransferan dana. “Pasal ini juga bisa dikenakan kepada nasabah yang memenuhi unsur dalam pasal tersebut,” katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, 12 November 2024.
Chudry mengatakan setiap nasabah yang hendak membuat rekening diwajibkan menandatangani kontrak. Dalam kontrak tersebut juga terdapat unsur pidana yang melekat bagi orang yang namanya tercantum dalam rekening. Kontrak itu biasanya berisi pernyataan bahwa nasabah tak menggunakan rekening itu untuk perbuatan melawan hukum, seperti judi online ataupun pidana lain. “Ini yang harus dipahami karena dalam fiksi hukum disebutkan bahwa setiap orang dianggap mengetahui adanya peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Dosen hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Fatahillah Akbar, sependapat dengan Chudry. Ia menambahkan, jual-beli rekening bank bisa dianggap sebagai tindak pidana pencucian uang. Orang yang menjual rekeningnya kepada sindikat jual-beli rekening, menurut dia, telah memenuhi unsur dalam Pasal 3 atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pasal tersebut melarang semua orang mengalihkan atau mengubah bentuk dana hasil kejahatan, termasuk di dalamnya uang hasil judi online. “Mereka turut membantu penempatan dana hasil perjudian. Jelas itu memenuhi Pasal 3 Undang-Undang TPPU atau setidaknya mereka sebagai penerima penempatan uang haram atau pencucian uang pasif Pasal 5 Undang-Undang TPPU,” kata Fatahillah saat dihubungi secara terpisah.
Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menambahkan, pemilik rekening bisa dijerat dengan Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) soal larangan judi online. Pemilik rekening, menurut Fickar, bisa dianggap ikut serta dalam tindak pidana perjudian secara daring. “Bisa dikenai ketentuan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembantuan kejahatan,” ujarnya.
Fickar menuturkan pemilik rekening seharusnya tak bisa menghindar dengan alasan tidak mengetahui rekeningnya akan digunakan untuk tindak pidana. Pasalnya, ia melanjutkan, memindahtangankan rekening pribadi saja menyalahi aturan. “Seharusnya rekening pribadi di bawah kendali dan kekuasaan pemilik untuk mengontrolnya,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo