Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kala Cinta Berlabuh di Pengadilan

Mantan Dandim Solo mengelabui wanita dokter puskesmas hingga hamil. Tapi hukum tak mampu menjamah kasusnya.

6 Mei 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


ORANG jatuh cinta bisa dihukum? Kalau suka sama suka, ya, tak bisa sampai ke pengadilan. Tapi, gara-gara urusan semacam itu, Letnan Kolonel Budi Susyanto terpaksa disidangkan di Mahkamah Militer Semarang, Jawa Tengah. Mantan Komandan Kodim Surakarta itu dituduh menipu Dokter Anita Nur Layla, hingga wanita yang bertugas di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) itu hamil.

Kasus Budi yang terurai bak telenovela itu berawal dari seringnya dua sejoli itu bersua dalam pelbagai acara resmi di Karanganyar, sekitar 30 kilometer ke arah selatan dari Surakarta. Witing tresna jalaran saka kulina (rasa cinta tumbuh karena terbiasa). Waktu itu, Juli 1998, Budi menjadi Komandan Kodim Surakarta, sementara Anita bertugas di Puskesmas Karanganyar.

Budi, 44 tahun, yang sudah beristri, rupanya kasmaran dengan Anita, 30 tahun, janda tanpa anak. Saat itu, Budi mengaku sedang punya masalah rumah tangga dengan istrinya. Mulanya Anita menampik rayuan Budi. Namun, lama-kelamaan, akhirnya mereka dimabuk kasih.

Suatu waktu, dua orang itu bepergian dari Semarang ke Mojolaban, Sukoharjo, dekat Surakarta. Ketika Anita tertidur, Budi mengarahkan mobil ke Hotel Dwi Agung di Panasan, Boyolali. Alasannya mau beristirahat dan minum kopi pengusir kantuk. Ternyata, di hotel itu, setelah ngopi, mereka kemudian bersebadan.

Rupanya, candu cinta kian merasuk. Jadilah pertemuan mereka berlanjut dari hotel ke hotel. Bahkan, untuk memuluskan hubungan, Budi mengontrakkan rumah untuk Anita di Solo (Surakarta).

Sampai akhirnya bencana itu terjadi. Pada 5 Oktober 1998, Anita positif hamil. Namun, Budi minta agar kandungan Anita digugurkan. Tentu saja permintaan itu diembel-embeli janji Budi untuk segera menikahi Anita. Untuk itu, Budi menyodorkan surat perjanjian, yang dilengkapi tanda tangan istri dan ibu Budi—belakangan, kata Budi, tanda tangan itu palsu.

Ternyata, sejak saat itu, awan hitam terus melingkupi Anita. Kendati ia telah menggugurkan kandungan, janji Budi untuk mengawininya tak kunjung berwujud. Bahkan, bertemu dengan pria itu pun kian sulit. Merasa sudah patah arang, akhirnya Anita mengadu ke atasan Budi di Kodam Diponegoro. Itulah yang membuat Budi diadili.

Hasilnya? Kabar buruk bagi kaum wanita. Kamis dua pekan lalu, ketua majelis hakim militer Kolonel CHK Amirudin Rahim menerima pendapat oditur militer Kolonel Soeratman untuk menuntut bebas Budi. Sebab, kata majelis hakim, penggunaan delik penipuan (Pasal 378 KUHP) untuk kasus Budi tidak tepat. Kehormatan wanita, maksudnya saksi korban Anita, menurut hakim, tak bisa ditafsirkan sebagai barang seperti dimaksudkan dalam Pasal 378 KUHP.

Agaknya penerapan Pasal 378 KUHP untuk kasus cinta tak luput dari terobosan Bismar Siregar ketika menjadi hakim di Medan, pada 1983. Bismar menjaring para "perusak bunga" dengan memperluas penafsiran kehormatan wanita sebagai barang. Jurus Bismar sempat diikuti beberapa hakim lain. Namun, pada 1987, Mahkamah Agung menyalahkan penafsiran begitu. Tak aneh bila kemudian ada pendapat bahwa Pasal 289 KUHP (perundungan seks) lebih cocok untuk kasus cinta.

Yang pasti, persidangan kasus Budi di Mahkamah Militer Semarang pun ekstrakilat. Sejak pagi hingga sore, majelis hakim menggelar acara sidang dari pembacaan dakwaan, keterangan saksi, tuntutan, hingga vonis. Saksi yang dihadirkan juga cuma satu, yakni adik terdakwa, Taufik Ismail. Baik terdakwa maupun saksi korban tak muncul di sidang.

Memang, tak gampang buat wanita menuntut pria di muka hukum. Tak cuma lewat jalur pengadilan pidana, melalui gugatan perdata pun mentok. Contohnya adalah perkara Desrina Emma melawan Nugraha Besoes di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1988. Desrina, yang memperoleh dua anak selama berhubungan dengan Nugraha, cuma memetik kekalahan. Di Padang, tuntutan Linda terhadap Sabri Zakaria malah berujung dengan diadilinya Linda yang didakwa mencemarkan nama baik Sabri. Padahal, Linda telanjur punya seorang anak perempuan dari hubungannya dengan Sabri.

Sementara itu, baik Budi maupun Anita bagai lenyap dari peredaran. Menurut Kepala Dinas Penerangan Kodam Diponegoro Letkol Musyafir, kondisi mental Budi dan keluarganya kini benar-benar jatuh akibat kasus tersebut. Adapun Anita kini enggan dikaitkan lagi dengan kasus itu. Dia kabarnya telah bersuami dan sedang hamil. Mereka tinggal di Jakarta.

Ahmad Taufik, Ecep S.Yasa (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus