Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Karet merah, henky marah

Otak perampokan dan pembunuhan ny. arief di kebun jeruk, jakarta barat, divonis 20 tahun penjara. terdakwa mengamuk dan menuduh jaksa minta suap. (krim)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENDENGAR hakim menyebut hukuman 20 tahun penjara Henky Dirgantara alias Aceng tak bisa menahan emosi. "Jaksa brengsek! Mana keadilan?" serunya lantang. la lalu menyambar perangkat pengeras suara dan melemparkannya ke Jaksa Haryadi Widyasa. Untung sasarannya sigap. Jaksa itu mendorong meja di hadapannya sampai terbalik. Luput. Drama singkat di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin pekan lalu itu, berakhir karena Henky segera diringkus petugas. Henky, 28 tahun, sejak semula memang menolak tuduhan sebagai otak dan pelaku utama percobaan perampokan disertai kekerasan, hingga Nyonya Arief, yang sedang hamil lima bulan, meninggal. Risidivis yang cukup dikenal itu kepada TEMPO selalu mengatakan, "saya tidak merasa melakukan apa-apa." Apa mau dikata, bukti-bukti dan keterangan para saksi, memberatkan dia. Dari saksi Go Tjin Moy, istrinya sendiri, misalnya. Dalam kesaksian yang dibacakan dalam sidang, Tjin Moy menyatakan bahwa suatu hari, Desember 1981, Henky dan beberapa kawannya mengaku baru saja merampok di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, namun tidak berhasil. Tapi, Tjin Moy melihat ada noda darah di baju-baju suaminya, Ujang Rachman, dan Cecep. Di samping itu saksi juga tahu persis bahwa Henky mempunyai sepucuk pistol FN 46 lengkap dengan pelurunya. Berdasar bukti yang cukup, Juni lalu, jaksa menuntut hukuman mati bagi Henky. Dan itulah, tampaknya, yang membuat Henky berang. Ia menuduh Jaksa Haryadi menuntut hukuman berat, karena ia tak mampu memberi sogokan (Lihat: Jawab Jaksa). Percobaan perampokan di siang bolong terhadap Arief Effendy, pengusaha pabrik plastik di bilangan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, bermula dari info Hasan Basri bin Lili. Kepada Ujang Rachman, temannya sesama sopir, Hasan pernah bercerita bahwa majikannya sering membawa uang sampai puluhan juta rupiah. Kalau tak disetor ke bank, begitu ceritanya, uang tadi disimpan di lemari besi di rumahnya. Ujang kemudian menyampaikan kabar tersebut kepada Mochamad Zein yang lalu meneruskannya kepada Henky. Penjahat yang gemar menganiaya korban dan bila bekerja selalu mengacungkan pistol itu, segera menyusun rencana bersama Ujang Zein, Lie Koen Hwa alias A Kun, dan Sed'han alias Arab. Kawanan tadi merencanakan mencegat dan merampok Arief Effendy di daerah Pesing. Sebagai tanda bahwa Arief membawa uang, disepakati bahwa Hasan, yang mengemudikan mobil, akan melilitkan karet gelang berwarna hijau pada plat nomor mobil. Sebaliknya, bila majikannya tidak membawa uang, Hasan akan memberikan tanda lilitan karet gelang berwarna merah. Untuk pekerjaan itu, Hasan akan mendapat bagian yang cukup untuk membeli sebuah rumah. Tapi nyatanya, setiap kali lewat di Pesing karet yang dililitkan ternyata selalu yang berwarna merah. Kesabaran Henky habis. Ia memutuskan untuk langsung merampok saja brankas di rumah Arief. Kebetulan, ketika itu, Arief ke luar negeri. Maka, 23 Desember 1981 lalu, sekitar pukul 09.00, operasi dilaksanakan. Henky bersama A Kun berlagak sebagai tamu dan diterima sendiri oleh Nyonya Arief. Korban langsung ditodong dan dipaksa menyerahkan kunci brankas. Ketika menolak, ia pun dianiaya. Henky memukulkan gagang pistol. Lalu, Ujang, seperti diakuinya di sidang, menginjak-injak perut korban, sedangkan Cecep selain memukul juga menyiramkan minyak tanah dan mengancam mau membakar korban. Sampai di situ tak jelas, apa yang selanjutnya mereka lakukan. Hanya siang itu juga, korban diketahui meninggal dengan tubuh luka-luka penuh darah. Akan halnya brankas, meski dicoba dibuka dengan berbagai cara, ternyata tetap tertutup. Tampaknya Henky memang tak tahu banyak bagaimana cara "menjinakkan" lemari besi. Dan kawanan itu pun, akhirnya, ngeloyor pergi dengan tangan hampa yang bersimbah darah. Henky dan kawan-kawan diajukan ke pengadilan, November tahun lalu. Dengan begitu, sidang atas mereka berlangsung selama hampir satu tahun. Maka, pembela mereka, Poltak Silaban dan Starrena, merasa heran. "Ini sidang paling aneh yang saya ikuti," kata Starrena. Aneh karena, katanya, sidang sering sekali ditunda. Karena seringnya penundaan itu, terdakwa Sed'han, A Kun, dan Hasan Basri, berdasar ketetapan majelis hakim mendapat tahanan luar, Februari lalu. Ujang Mochamad Zein dan Cecep yang diadili oleh mejelis hakim pimpinan Silafahi, juga mendapat tahanan luar. Para terdakwa ini akhirnya diperintahkan ditahan kembai, karena mereka bergantian tak menghadiri sidang. Cecep dan Hasan Basri, akhirnya memang ditahan kembali. Namun yang lain -- Ujang, Zein, A Kun, dan Sed'han -- menggunakan peluang emas ditahan luar itu untuk melarikan diri. Sampai kini mereka masih buron. Akhirnya, yang perkaranya bisa diputus baru Henky, dan Hasan (kena 2 tahun), sedang Cecep oleh majelis hakim pimpinan Silalahi diganjar 9 tahun. Hasan tampaknya pasrah dan mengaku bersalah telah memberi informasi sampai terjadinya perampokan dan istri majikannya terbunuh. Namun Henky, yang sudah beberapa kali berurusan dengan hamba wet, tetap merasa tak bersalah. Keterangannya selama sidang selalu berbelit-belit atau, kalau tidak, ia menyangkal keras. Sebelum perkaranya yan ini, Henky paling tidak pernah dihukum dua kali untuk 10 dan 6 bulan. Kini, ia pun bakal menghadapi dua sidang lagi dengan tuduhan sama: melakukan pencurian dengan kekerasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus