ORANG tua sering lupa bahwa mereka bekas orang muda, sehingga lalai menyadari keadaan putra-putrinya yang berangkat remaja. Terutama pada saat sang anak terlibat cinta muda-mudi, tak jarang orang tua menganggapnya bagai sekadar cinta monyet. Padahal, inilah masa rawan yang membuat si anak terperosok jika kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Dewasa ini, gelagat salah jalan dalam hubungan seksual di kalangan anak muda ternyata tidak cuma monopoli corak hidup metropolitan. Karena, hubungan pranikah di kalangan pelajar sekolah menengah atas (SMA) kini juga sudah merambat sampai ke pelosok Indonesia. Misalnya, di Kecamatan Curup, Rejanglebong, dan Kotamadya Bengkulu, lebih dari 27% pelajar telah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Hasil penelitian Toto Purwanto, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) dan staf peneliti Pusat Studi Kependudukan Universitas Bengkulu, itu bulan lalu diungkapkan di Bengkulu dalam diskusi "Remaja dan Aktivitas Seksual". Diselenggarakan sebuah kelompok remaja di bawah lembaga swadaya masyarakat, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), diskusi itu menarik banyak peminat. Namun, sementara banyak orang tua terkaget-kaget, reaksi dari remaja justru ademayem. "Saya percaya terhadap penelitian itu. Sebab, banyak peluang untuk berbuat seperti itu. Kupu-kupu malam bertebaran di mana-mana," ujar seorang siswa yang juga ikut sebagai responden. Tak urung Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen P dan K Bengkulu menolak hasil penelitian tadi. "Penelitian itu tidak seizin Kanwil dan hasilnya juga tidak mencerminkan perilaku pelajar di Bengkulu," ujar seorang pejabat yang mewakili Kepala Kanwil Departemen P dan K di sana. Alasannya, responden yang dijaring 118 orang saja. Padahal, jumlah pelajar di Curup dan Bengkulu lebih dari 6.000 orang. Perkara responden itu diakui Toto bahwa jumlahnya disesuaikan dengan dana yang terbatas. Tapi, ia ogah dituding tidak representatif dari sudut sedikitnya sampel. "Untuk meneliti air laut kan cukup diambil sampel satu sendok saja," katanya. Master kependudukan lulusan Universitas Florida, AS, ini mengambil sampel dari tiga SMA di Rejanglebong dan sembilan SMA di Bengkulu. Dari tiap sekolah diambil sampel 10 siswa. Dan dari 120 responden itu yang bersedia diwawancarai 118, dengan perbandingan sama antara pelajar putra dan putri. Untuk penelitian ini Toto memakai metode angket dan wawancara intensif. Wawancara dilakukan oleh enam mahasiswanya yang telah mengambil mata kuliah Metodologi Penelitian Sosial, dan itu dikerjakan di luar sekolah. "Agar siswa memberikan jawaban spontan," kata Toto. Pilihannya jatuh pada Curup dan Bengkulu, menurut Toto, karena informasi di dua kota itu dinilai telah terbuka. Wajah Curup, walau hanya sebuah kota kecamatan, tapi seperti halnya Bengkulu telah banyak berubah. Tidak hanya koran dan majalah, antena parabola pun bertaburan. "Disinyalir pula di sana beredar buku-buku dan kaset porno secara ilegal," kata Toto. Ini dibenarkan oleh seorang responden yang sebut saja namanya Kusman. Ia mengaku sering menonton video porno. "Sudah bukan rahasia lagi kalau ada teman yang memiliki kaset begituan terus diedarkan di kalangan pelajar lainnya," tutur siswa kelas 2 SMA itu. Dia kini bingung, karena pacarnya yang satu sekolah sedang hamil. Menurut penelitian Toto, 53% dari 118 responden itu mengaku pernah menonton video porno. Adapun yang pernah membaca buku porno jumlahnya 78,8%. Kemudian 27,4 % responden mengaku pernah berhubungan intim dan 50% pernah melakukan masturbasi. Lebih dari separuh remaja usia 15-18 tahun melakukan hubungan badan dengan pacar mereka sendiri (55,2 %). Sekitar 31% melakukannya dengan pelacur, dan sisanya (13,8 %) berhubungan dengan pria atau wanita yang lebih tua. Angka itu mungkin mengejutkan. Tapi, menurut Toto, angka itu lebih kecil dibanding dengan kota-kota besar, seperti Medan atau Jakarta. Angka itu ternyata hampir setara dibandingkan dengan di Cirebon, Bandung, Sukabumi, dan Bogor. Penelitian itu dilakukan tim dari Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran. Hasilnya, remaja (bahkan siswa SMP) yang pernah berhubungan seks pranikah: Bandung 21,75%, Cirebon 31,6%, Bogor 30,85%, dan Sukabumi 26,47%. Penelitian semacam itu memang sering diragukan orang. Namun, ibaratnya tidak mungkin ada asap kalau tak ada api, sekecil apa pun data yang didapat, tentu mengisyaratkan ada sesuatu yang tak beres di kalangan remaja kita dewasa ini. Jadi, mestinya tidak perlu ditanggapi dengan kepala panas. "Kami sudah menyodorkan realita, tinggal sekarang bagaimana para orang tua mengeremnya," kata Toto. Harapan Toto itu tak bertepuk sebelah tangan. PKBI sendiri akan memakai hasil penelitian semacam itu untuk panduan bagi program pembinaan remaja. Misalnya, untuk pendidikan seks bagi remaja. Sebab, remaja yang sedang mabuk kepayang itu banyak yang belum menyadari bahwa bergelut tanpa batas bisa membahayakan secara medis maupun psikologis. Mereka panik ketika hasil main gesek-gesekan itu kemudian membuahkan anak manusia. G.Sugrahetty Dyan K. dan Hasan Syukur (Bengkulu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini