Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP, Setya Novanto, mempertimbangkan mengajukan peninjauan kembali atau PK ke Mahkamah Agung. Setya sebelumnya divonis 15 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider kurungan enam bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain itu, Setya diwajibkan membayar uang pengganti US$ 7,3 juta.
"Ya, jika sudah ada putusan lain, kami pikirkan untuk ajukan PK," ujar penasihat hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, saat ditemui di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Jumat, 13 September 2018.
Maqdir menyebutkan sudah ada pembicaraan dengan Setya Novanto terkait dengan PK tersebut. Namun hingga saat ini, kata dia, belum ada kepastian apakah Setya akan mengajukan PK atau tidak. "Nanti kalau sudah mendaftarkan dikasih tahu, ya," ujarnya.
Dia mengatakan pertimbangan untuk PK tersebut akan melihat putusan sidang kasus e-KTP sebelumnya. Termasuk yang masih berlangsung, yaitu sidang e-KTP dengan terdakwa Made Oka Masagung, pemilik PT Delta Energy dan OEM, bersama Irvanto Hendra Pambudi, Direktur Murakabi Sejahtera, yang juga keponakan Setya Novanto.
Menurut Maqdir, putusan persidangan tersebut akan menjadi salah satu rujukan bagi pihaknya merumuskan PK. "Mungkin nanti kami akan merumuskan PK itu dengan putusan-putusan sidang e-KTP," ucapnya.