Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Jaksa Penyidik di Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung memeriksa tiga orang saksi yang terkait dengan dugaan korupsi pengadaan pesawat udara PT Garuda Indonesia (persero) Tbk pada 2011-2021. Ketiga orang saksi ini diperiksa atas nama tersangka AW, SA, dan AB.
Saksi yang diperiksa yaitu DH selaku Senior Manager Corporate Strategy and Business Development PT Garuda Indonesia, EL selaku Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia 2011-2012, dan IA selaku VP Corporate Secretary & Corporate Legal PT Garuda Indonesia 2009-2015.
"Semuanya diperiksa terkait pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Senin, 25 April 2022.
Menurut Ketut pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan juga melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut. Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sebelumnya menjelaskan kasus tersebut bermula dari temuan adanya penyimpangan dalam proses pengadaan dari berbagai jenis tipe pesawat. Dua di antaranya Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600, yang dilaksanakan dalam periode 2011-2013.
Penyimpangan yang terjadi dalam proses kajian Feasibility Study/ Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600). Yang di dalamnya memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis resiko.
“Semua itu tidak disusun atau dibuat secara memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel,” kata Burhanuddin.
Penyimpangan juga terjadi dalam proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600). Karena mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang / jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR.
Selain itu, adanya indikasi suap-menyuap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture. Akibat dari pengadaan yang menyimpang itu mengakibatkan PT Garuda Indonesia mengalami kerugian.
Baca Juga: Upaya Menyelamatkan Garuda Lewat Pengadilan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini