Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kata Prabowo Subianto soal RUU Polri

Presiden Prabowo Subianto menyoroti RUU Polri. Ia menilai, kewenangan polisi saat ini sudah cukup.

8 April 2025 | 09.24 WIB

Presiden Prabowo Subianto (tengah) turun dari kendaraan setibanya untuk melayat Uskup Emeritus Keuskupan Agung Kupang Mgr. Petrus Turang di Gereja Katedral, Jakarta, 4 April 2025. Antara/Hafidz Mubarak A
Perbesar
Presiden Prabowo Subianto (tengah) turun dari kendaraan setibanya untuk melayat Uskup Emeritus Keuskupan Agung Kupang Mgr. Petrus Turang di Gereja Katedral, Jakarta, 4 April 2025. Antara/Hafidz Mubarak A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menanggapi Rancangan Undang-Undang Kepolisian RI atau RUU Polri yang memperluas kewenangan polisi. Hal ini disampaikan Prabowo dalam wawancara bersama enam jurnalis di Hambalang, Jawa Barat pada Ahad, 7 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mulanya pendiri Narasi TV Najwa Shihab bertanya mengenai RUU Polri, padahal berbagai kasus menunjukkan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) aparat. Ia pun bertanya, apakah Prabowo setuju kewenangan polisi diperluas atau tidak. "Ini akan saya perhatikan," kata Prabowo dikutip dari YouTube Narasi TV, Selasa, 8 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Prabowo percaya dengan sistem politik Indonesia di mana semua undang-undang dibahas oleh berbagai partai politik. Adapun anggota partai yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dipilih oleh rakyat. 

"Tapi terima kasih masukan itu, saya akan kasih perhatian khusus sekarang," ujar Prabowo. "Mungkin alinea demi alinea akan saya pelajari."

Najwa Shihab kemudian kembali melayangkan pertanyaan yang sama. Lagi-lagi Prabowo menjawab, dia akan mempelajari draf RUU Polri.

Pada prinsipnya, kata Prabowo, polisi harus diberi cukup kewenangan untuk melaksanakan tugasnya. "Kalau dia sudah diberi wewenang cukup, ya kenapa harus ditambah?"

Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai polisi sudah diberi kewenangan yang cukup untuk  melaksanakan tugasnya untuk memberantas kriminalitas. Misalnya, memberantas penyelundupan, narkoba dan sebagainya, serta melindungi masyarakat. "Menurut saya, kenapa kita harus mencri-cari?" ujarnya.

Sebelumnya, DPR telah membahas Rancangan Undang-Undang Kepolisian sejak 2024. Beleid itu termasuk dalam rancangan undang-undang inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat. Sejumlah pasal diusulkan dilakukan perubahan berdasarkan draf RUU Polri yang diperoleh Tempo. 

Misalnya yang tertuang dalam draf RUU Polri Pasal 16 ayat 1 huruf q. Pasal itu menyatakan, Polri berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai, intervensi polisi dalam membatasi ruang siber berpotensi mengecilkan ruang berpendapat yang dimiliki publik. Selain itu, kewenangan Polri dalam penindakan di ruang siber ini berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, hingga Badan Sandi dan Siber Negara.

Usulan perubahan yang menuai polemik dalam draf RUU Polri juga terdapat dalam Pasal 14 ayat 1 huruf g. Pasal itu menyatakan, Polri bertugas untuk mengkoordinasi, mengawasi, dan melakukan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, penyidik lain yang ditetapkan oeh UU, dan bentuk pengamanan swakarsa.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, usulan perubahan pasal ini justru mendekatkan peran Polri sebagai superbody investigator. Tugas pembinaan terhadap pasukan pengamanan swakarsa yang dimiliki Polri juga perlu dievaluasi. Sebab, Koalisi Masyarakat Sipil menilai, tugas itu berpotensi memunculkan pelanggaran HAM maupun ruang bagi "bisnis keamanan".

Pasal lain yang menjadi polemik dalam draf RUU Polri yaitu 16 A. Ini mengatur tentang kewenangan Polri untuk menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional.

Koalisi Masyarakat Sipil memandang, usulan itu membuat kewenangan Intelkam yang dimiliki Polri melebihi lembaga lain yang mengurus soal intelijen. Lewat usulan pasal ini, Polri diduga punya kewenangan untuk menagih data intelijen dari lembaga-lembaga seperti BSSN hingga Badan Intelijen Strategis TNI.

Usulan penambahan batas usia pensiun bagi anggota Polri juga ditentang oleh masyarakat sipil. Usulan ini tertuang dalam draf RUU Polri Pasal 30 ayat 2. Dalam beleid itu, batas usia pensiun polisi diusulkan diperpanjang menjadi 60 tahun untuk anggota Polri, 62 tahun untuk anggota Polri yang memiliki keahlian khusus dan dibutuhkan dalam tugas, serta 65 tahun bagi pejabat fungsional.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, penambahan batas usia pensiun anggota Polri itu dikhawatirkan berpengaruh pada proses regenerasi dalam internal kepolisian. Masyarakat Sipil berpendapat, usulan ini tak lantas menjadi solusi atas masalah penumpukan jumlah perwira tinggi dan menengah dalam internal Kepolisian.

Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus