Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kawin cerai lewat iklan

Gara-gara menceraikan istrinya cuma lewat iklan, seorang lelaki tionghoa diperkarakan pasangannya. pro dan kontra merebak.

29 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERNAHKAH Anda membaca iklan perceraian atau pemutusan tali persaudaraan di koran? Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia, agaknya kurang lazim mengumumkan masalah pribadi lewat koran. Tapi tidak demikian halnya yang terjadi pada masyarakat keturunan Cina. Di Medan, koran setempat, Analisa, sering sekali menerima order iklan perceraian atau pemutusan hubungan persaudaraan dari masyarakat keturunan Cina setempat. Tak jelas kapan tradisi itu ada. Tapi dari sekian kasus perceraian yang diumumkan koran, agaknya baru inilah si pemasang iklan tersandung batunya. Ini dialami Hendri Halim alias Lim Pong, 28 tahun. Gara-gara mengumumkan pemutusan hubungan suami istri dengan Lim Yu Tin alias Achen di harian Analisa, ia berurusan dengan hukum. Sang istri, Achen, 24 tahun, merasa terhina. "Nama baik saya tercemar karena pernyataan cerai itu datangnya sepihak," kata Achen, yang kemudian melaporkan perbuatan Hendri ke polisi. Akibatnya, sejak Sabtu pekan lalu, Hendri diadili di Pengadilan Negeri Medan. Jaksa B. Sihombing menjaring terdakwa Hendri, warga Jalan Sutomo, Medan, dengan Pasal 311 KUHP (pencemaran) dan Pasal 304 KUHP (meninggalkan orang yang perlu ditolong). Adapun dalam tuduhan subsider, Hendri disebut telah melakukan penghinaan (Pasal 315 KUHP). Seperti diuraikan dalam dakwaan Jaksa, perkawinan antara Hendri dan Achen berlangsung 3 Desember 1991. Perkawinan dilakukan secara adat Cina dengan disaksikan keluarga kedua mempelai dan para undangan. Kendati dilakukan secara adat, menurut Jaksa, perkawinan itu sah. Pasangan baru itu pun kemudian tinggal satu atap. Belakangan terjadi percekcokan, dan Hendri pergi ke Jakarta. Tanpa diduga, tiba-tiba Hendri, yang kini sudah kembali ke Medan, memasang iklan "putus hubungan dengan Achen", lewat koran Analisa terbitan 29 Juli 1993. Tentu saja Achen kaget setengah mati. Apalagi sebelumnya Hendri tak pernah menyinggung-nyinggung soal perceraian. Perbuatan sepihak memutuskan hubungan lewat iklan tersebut dinilai Jaksa sebagai pelanggaran hukum. "Hendri telah melakukan tindak pidana menista dengan tulisan," kata Jaksa. Selain itu, perbuatan Hendri menceraikan istri hanya melalui pengumuman iklan ini disebut Jaksa sebagai penghinaan. Sampai pekan lalu, persidangan masih berlangsung. Kendati belum jatuh vonis, perkara ini sempat menjadi perhatian masyarakat keturunan Cina. Mereka amat berkepentingan terhadap kasus ini, mengingat baru kali inilah ada seorang istri yang dicerai lewat iklan di koran mempersoalkan secara hukum. Selama ini, kendati tradisi pemutusan hubungan lewat iklan itu sudah bertahun-tahun usianya, belum pernah ada yang memperkarakan secara hukum. Sejumlah tokoh keturunan Cina dan pengacara di Medan pun ramai mendiskusikan kasus ini. Pengacara senior Medan yang juga Ketua Walubi Sumatera Utara, Oemar Witaryo, malah menyerukan agar kaum lelaki Cina Medan menolong Hendri mati-matian. Sebab, kalau Achen menang, dan kemudian menjadi yurisprudensi, "bisa gawat lelaki Cina di Medan. Bisa-bisa wanita Cina di Medan banyak yang meniru jejak Achen, melaporkan suaminya yang pernah menceraikan lewat koran." Dijelaskan oleh Oemar bahwa perkawinan mereka itu hanya secara adat. Dengan kata lain, menurut hukum negara, mereka melakukan kumpul kebo. Karena tak ada persesuaian lagi, mereka putus. "Karena ketika kawin diumumkan lewat iklan, bubar pun lewat iklan koran. Lagi pula, tindakan semacam ini kan sudah lazim di kalangan Cina Medan," ujar Oemar dengan tegas, seolah membela tindakan Hendri. Pengacara lain, Lie Aweng, juga sependapat. Pemuatan iklan itu tak mengandung unsur penistaan. Sebab, di antara mereka, menurut hukum negara, tak terjadi ikatan perkawinan. Menurut Lie Aweng, perkawinan baru sah (untuk golongan Cina) kalau dilakukan menurut peraturan yang tercantum dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan UU Perkawinan, yakni harus dilakukan pencatatan di catatan sipil. "Nah, perkawinan Hendri itu kan tidak dicatatkan di catatan sipil, jadi hubungan mereka sama dengan kumpul kebo." Karena yang ada cuma hubungan, yang dilakukan Hendri bukan perceraian, tapi pemutusan hubungan. "Dengan begitu, Hendri tak bisa dituntut," katanya. Sementara itu, dari pihak Achen muncul kritik bahwa adat semacam itu hanya menguntungkan kaum lelaki. Perlindungan hukum terhadap wanita diabaikan. Dengan dalih hanya perkawinan adat yang tak diakui negara, pria bisa berbuat sesukanya. "Saya bukannya tak mau bercerai kalau memang itu jalan terbaik. Cuma, cara Hendri menceraikan saya yang lewat iklan itu sungguh sangat melukai perasaan saya," tutur Achen, sambil berurai air mata. Menurut dia, perkawinan mereka yang dilakukan secara adat dan agama Budha adalah sah. "Karena kawinnya secara adat dan agama, kalau mau diceraikan seharusnya, ya, dengan upacara adat dan secara agama pula. Jangan main iklan-iklanan seenaknya begitu," ujar Achen. Karena itulah Achen, yang belum dikaruniai anak ini, tak mengakui keabsahan perceraian tersebut. Hendri sendiri tak mau berkomentar banyak. Lewat pengacaranya, A. Madjid Hutagaol, Hendri menyebut bahwa ia sudah bertekad pisah dengan Achen. "Soal kenapa saya ceraikan, tak baik saya ungkit-ungkit. Yang jelas, kami tak sesuai lagi, dan jalan keluarnya, ya, cerai," ujar Hutagaol, mengutip keterangan kliennya. Sejumlah tokoh masyarakat Cina di Medan melihat kasus ini sebagai pelajaran mahal. Agar tak menimbulkan masalah di kemudian hari, mereka menganjurkan sebaiknya kebiasaan menikah secara adat diikuti pula dengan pencatatan nikah di kantor catatan sipil.Aries Margono dan Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum