Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kisah Mumun Bolos Kerja dan Selamat dari Kebakaran Pabrik Petasan

Mumun selamat dari kebakaran pabrik petasan karena bolos kerja. Dia mengeluh pekerjaan yang tidak manusiawi.

29 Oktober 2017 | 18.10 WIB

Anggota Inafis Bareskrim Polri melakukan olah TKP kebakaran pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang, Banten, 27 Oktober 2017. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Perbesar
Anggota Inafis Bareskrim Polri melakukan olah TKP kebakaran pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang, Banten, 27 Oktober 2017. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Tangerang - Sebanyak 48 buruh meninggal akibat kebakaran pabrik kembang api dan petasan milik PT Panca Buana Cahaya Sukses di Kosambi, Kabupaten Tangerang. Masih ada 43 buruh lainnya mengalami luka bakar serius yang dirawat di rumah sakit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mumun bersyukur saat musibah terjadi, Kamis pagi, 26 Oktober 2017, dia tidak masuk kerja sebagai buruh bagian pengepakan kembang api kawat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Suaminya melarang Mumun, 45 tahun, bekerja pada hari itu. "Sudahlah tidak usah kerja lagi," kata suaminya.

Mumun menjelaskan, dia baru sehari bekerja di pabrik kembang api yang berlokasi di Jalan Raya SMPN 1 Kosambi, Desa Belimbing, Kabupaten Tangerang.

“Saya melamar langsung diterima di bagian pengepakan. Syaratnya cuma menunjukkan KTP saja, tidak memakai surat lamaran dan menemui mandor," kata Mumun menceritakan kisahnya pada Sabtu, 28 Oktober 2017.

Setelah dinyatakan diterima, pada Rabu, 25 Oktober 2017, Mumun berangkat kerja. Dia ditempatkan di bagian pengepakan, yaitu memasukkan kembang api ke bungkusan panjang.

Karena jenis pekerjaannya borongan, dia masuk satu kelompok dengan empat buruh atau karyawan.

“Tempat saya bekerja itu ruangannya panas, dada saya langsung engap. Di sebelah saya ngepak kembang api, ada belanga gede di atas api untuk mengaduk olahan bahan kembang api,” kata Mumun. Pekerja laki-laki tugasnya mengaduk-aduk belanga itu.

Mumun mencoba bertahan dari hawa panas di dalam ruangan pengepakan itu. Namun ketika mesin dinyalakan dengan suara yang meraung-raung, kepalanya terasa berputar-putar.

Tak hanya itu, telinganya terasa sakit mendengar suara mesin sehingga dia harus memakai helm. “Sehari itu serasa setahun," kata Mumun menceritakan kondisi kerja yang tidak sehat dan nyaman.

Pada jam istirahat siang, Mumun menemui mandor, yang seorang perempuan.

"Saya sampaikan ingin pindah ke bagian lain karena tidak tahan suara mesin." Ternyata mandor tidak mempedulikan.

Bubaran pabrik, pukul 17.00, Mumun pulang ke rumah. Dia langsung menceritakan kondisi pabrik yang tidak manusiawi: yang panas dan berisik suara mesin.

Esok paginya, Mumun ogah-ogahan berangkat kerja di pabrik kembang api dan petasan. Masih terbayang dalam benaknya kobaran api di bawah belanga untuk membuat bahan petasan. Selain itu, suara mesin yang memekakkan telinganya.

Suaminya yang melihat keraguan Mumun, langsung memintanya untuk tidak bekerja.

"Sudahlah tidak usah kerja lagi,” kata sang suami.

Mumun mematuhi nasihat suaminya. Dia terhindar dari musibah kebakaran dan ledakan di pabriknya, yang menewaskan puluhan kawannya yang hari itu masuk kerja.

Ayu Cipta

Bergabung dengan Tempo sejak 2001, Ayu Cipta bertugas di wilayah Tangerang dan sekitarnya. Lulusan Sastra Indonesia dari Universitas Diponegoro ini juga menulis dan mementaskan pembacaan puisi. Sejumlah puisinya dibukukan dalam antologi bersama penyair Indonesia "Puisi Menolak Korupsi" dan "Peradaban Baru Corona 99 Puisi Wartawan Penyair Indonesia".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus