MODUS penipuan baru terjadi pada dunia bisnis mobil bekas. Salah seorang dari pedagang mobil bekas itu M. ani, 24, dengan modal cek mundur, berhasil mengelabui beberapa rekannya sesama pedagang. Tidak lebih dari dua minggu, ia berhasil mengeruk keuntungan Rp 20 juta. Kini ia dalam tahanan polisi. Awal November, bekas pegawai PT Kana Motor, yang kini sudah tutup itu, mendatangi ruang pamer (show room) Jayakarta Motor, di daerah Jakarta Pusat. Ia menawar jip Daihatsu Taft seharga Rp 12.850.000. Setelah ada kesepakatan harga, dibayarnya mobil itu dengan menggunakan cek yang jatuh temponya satu minggu kemudian. "Karena sudah saling percaya, dan kondisi pasaran mobil sedang lesu, dibayar dengan cek mundur pun dicaplok juga," ujar M. Jusuf Hamka, salah seorang pemilik Jayakarta Motor. Hari itu juga, Kani sudah bisa membawa mobil yang dibelinya. Dua hari sebelum tanggal jatuh tempo Kani kembali lagi untuk meminta buku bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB), dengan alasan ada orang berminat membeli mobil itu "Dengan modal kepercayaan, dan sudah menjadi kebiasaan, BPKB saya serahkan tanpa rasa curiga," tambah Jusuf. Alangkah terkejutnya Jusuf setelah mengetahui bahwa cek yang akan diuangkannya ternyata tidak ada dananya, alias kosong. Kani pun sudah menghilang entah ke mana. Dalam tempo tiga hari, Taft milik Kani sudah ada di Bandung, untuk menemui calon pembelinya. Kini, giliran Chandra, salah seorang pemilik ruang pamer di Bandung, yang terkecoh oleh rayuan Kani. Sebenarnya, pertemuan mereka bukan yang pertama kali, karena sebelumnya mereka sudah pernah melakukan transaksi dua kali. Sewaktu ditawari Taft dengan harga miring, Rp 12 juta, langsung saja Chandra setuju tanpa merasa curiga. Tetapi, menurut cerita Chandra, tiga hari sebelumnya Kani datang untuk membeli Honda Accord 1983 dengan harga Rp 17 juta. Seperti halnya dialami Jayakarta Motor, Chandra juga menerima pembayaran berupa cek mundur satu minggu, juga dari Overseas Express Bank. "Saya, sih, tidak menaruh curiga, karena selama dua kali transaksi, ceknya isi terus," ujar Chandra. "Eh, 'nggak-ahunya yang ketiga kalinya malah bolong," sambungnya kecewa. Merasa dirinya ditipu, Chandra langsung melaporkan Kani kepada pihak yang berwajib. Tetapi ia tak begitu yakin mobilnya bisa kembali. "Rasanya, sulit juga mau menuntut orang yang membeli mobil saya dari Kani habis, surat-suratnya lengkap seperti halnya saya membeli mobil dari dia," katanya. Ia menjelaskan, para penjual mobil sudah saling memahami, yang sangat diutamakan adalah kepercayaan. Sehingga untuk menanyakan asal usul mobil yang akan diperjualbelikan pun dipandang tabu. Korban ketiga, Hendra. Kali ini Kani ditemani Untung, famili Hendra, yang bekerja pada ruang pamer Tamara, datang menawarkan Honda Civic 1983. "Karena harganya miring, ya, saya beli saja." Transaksi berjalan lancar, Kani bisa menerima uangnya pada hari itu juga. Tapi yang terjadi kemudian: Hendra kedatangan dua orang tamu dari PT Delaga Jaya Motor, yang mengaku bahwa mobil Honda Civic itu dibeli Kani dari mereka seharga Rp 11.200.000 dengan menggunakan cek mundur satu minggu juga. Lucunya, sebelum jatuh tempo, Delaga Jaya sudah berani memberikan BPKB-nya kepada Kani, sehingga dengan mudah orang itu menjual mobilnya kepada Hendra. Ditahannya Kani sudah diketahui oleh para pemilik ruang pamer, tetapi tidak satu pun dari mereka yang melaporkan ke Polda bahwa mereka telah ditipu oleh Kani. Tampaknya, yang membuat mereka ragu adalah gertak sambal Kani yang mengaku anak Mayor Jenderal Tambunan. Tetapi Ny. Tambunan membantah, "Saya tidak punya anak yang bernama Kani." Diakuinya, memang pernah kenal dengan orang yang bernama Kani, karena ia pernah meminta bantuan beberapa kali. "Jadi, ia itu hanya mengada-ada atau mengaku-aku saja," sambung Ny. Tambunan. Merasa dirinya dihantui ketakutan terus-menerus, Jumat dua pekan lalu, Kani menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya. "Sampai saat ini, belum ada pemilik ruang pamer yang melapor dirinya tertipu oleh Kani," ujar Mayor (Pol.) Drs. Darsono, Kasubdis Harda Polda Metro Jaya. Ternyata, kata Darsono, Kani ditahan atas laporan dua orang yang mengatakan bahwa ia menggelapkan uang sebanyak Rp 20 juta. "Tapi hal itu dilakukan terhadap keluarga sendiri," kata Darsono. Rudy Novrianto Laporan Budi K. & Bunga S. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini