SEBUAH surat kaleng dialamatkan ke Polsek Cilincing, Jakarta Utara, pekan silam. Isinya menerangkan bahwa pembunuh Henny, WTS Kramat Tunggak di Jakarta Utara, adalah seorang bandar narkotik - bukan oleh calon suami atau pacarnya, seperti ditulis di beberapa surat kabar ibu kota sebelumnya. Surat itu segera menarik perhatian polisi untuk mengusut lebih jauh siapa sebenarnya tersangka pembunuhan itu. Namun, ternyata, surat itu dianggap tidak bisa dipertanggungjawabkan. "Tak ada bukti dan saksi yang memperkuat petunjuk itu," kata Kapolsek Cilincing, Kapten (Pol.) Manowo, yang menangani kasus pembunuhan itu. Bantahannya diperkuat Kapolres Jakarta Utara, Letkol (Pol.) Bimantoro, yang juga tidak melihat tanda-tanda Henny dihabisi oleh sindikat narkotik. Bahkan kemudian Mayor Gordon Siadari, Wakil Kepala Dinas Kriminal Narkotik dan Susila Polda Metro, juga ikut menyangkal kebenaran surat kaleng itu. Perwira yang mendalami masalah narkotik ini mengakui, memang sering menggunakan jasa WTS sebagai informan, tapi sejauh ini nama Henny belum pernah tercantum sebagai orang yang pernah membantu tugas kepolisian. "Jadi, sampai saat ini, motif pembunuhan itu hanya soal cinta," ujar Bimantoro kepada TEMPO. Hal ini sebenarnya sudah diakui tersangka sendiri, Ken Restu, pada hari ia ditangkap, yaitu sehari setelah di temukannya mayat Henny terapung di empang Semper, Tanjung Priokj awal pekan silam. Restu, 31, mengaku membunuh Henny karena sakit hati dan kesal akan ulah pacarnya yang bekerja di bar Blue Sky, Kramat Tunggak, sebagai wanita penghibur itu. Restu, bekas awak kapal West Point yang berbendera Singapura ini, mengaku cinta sekali pada Henny. Sudah beberapa kali ia mengajaknya nikah secara resmi tapi selalu ditolak. Bahkan Henny, janda beranak satu itu, sering mengejek penghasilan Restu yang memang tak pernah tetap itu. "Saya sakit hati, sebab dia tidak pernah menolak bila diajak kencan, tapi selalu menolak bila saya ingin mengawininya. Hati saya panas kalau lihat dia jalan sama lelaki lain, tapi dia sengajain," tutur Restu, yang bekerja sebagai tukang parkir selepas dari perusahaan pelayaran. Bujangan tamatan STM ini mengaku kenal dengan Henny, enam tahun lalu, ketika ia masih bekerja di perusahaan pelayaran dan Henny masih berusia 15 tahun. Percintaan mereka, yang dilanjutkan dengan "kumpul kebo", hanya berlangsung enam bulan karena Restu harus berlayar ke Asia. Dua tahun kemudian ia kembali dan mencari idaman hatinya itu yang, ternyata, sudah bekerja di Kramat Tunggak sebagai WTS. Percintaan dan kumpul kebo disambung lagi. Restu, yang sakit hati lamarannya selalu ditolak, kepada Atang menyatakan niatnya menghabisi nyawa kekasihnya itu. Maka, malam itu, awal pekan silam, Restu menjemput pacarnya dan mengajaknya jalan-jalan. "Kami minum anggur bertiga di warung. Kemudian Henny menyodorkan lima butir pil BK, terpaksa saya minum," tambah Restu. Kemudian mereka jalan dan sampai di pinggir Kali Semper. Seperti yang direncanakan, Atang memegangi kedua tangan Henny, Restu mengayunkan golok - yang baru dibeli sorenya seharga Rp 800 - ke leher, pundak, dan tangan kiri kanan wanita itu. Kemudian mereka melemparkannya ke empang. Masyarakat menemukan mayat wanita, yang ternyata tubuhnya penuh tato, keesokan harinya. Seorang hansip, yang kebetulan menyakslkan adegan pembunuhan itu, segera melapor ke Polsek Cilincing. Maka, Atang dan Deden - yang belakangan ketahuan membantu pembunuhan itu - segera diringkus. Kemudian Restu, yang sempat kabur ke Gunung Putri di Cibinong, juga dibekuk dan langsung mengakui semua perbuatannya. Erlina A. Sukarno Laporan Bunga Surawijaya ((Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini