Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - KontraS atau Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mendesak Presiden Jokowi menegur Jaksa Agung ST Burhanudin. Lembaga yang mempromosikan HAM tersebut menilai Burhanudin telah keliru karena melemparkan pernyataan yang di luar wewenangnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pernyataan Jaksa Agung ini perlu disesalkan dan itu berbahaya sekali kalau Presiden tidak ambil sikap untuk menegur Jaksa Agung," kata Deputi Koordinator KontraS Feri Kusuma kepada Tempo hari ini, Jumat, 17 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengapa desakan KontraS terhadap Presiden Jokowi tergolong keras?
Persoalan bermula ketika Jaksa Agung Burhanuddin memberikan pernyataan dalam rapat kerja dengan DPR pada Kamis lalu, 16 Januari 2020.
Burhanuddin menyatakan bahwa kasus Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat.
Dia beralasan, Rapat Paripurna DPR yang mengesahkan hasil kerja Panitia Khusus Peristiwa Semanggi I dan II serta Tragedi Trisakti pada 9 Juli 2001 menyatakan peristiwa tersebut bukan pelanggaran HAM.
Itu sebabnya ketiga kasus tersebut bisa diadili di pengadilan umum.
Feri mengatakan penentuan suatu kasus tergolong pelanggaran HAM berat atau bukan ada di tangan Komnas HAM.
Kejaksaan Agung, menurut dia, berhak ikut memutuskan jika mereka telah melakukan penyidikan terhadap kasus itu.
Penghentian penyidikan pun bisa dilakukan oleh Kejaksaan Agung jika setelah penyidikan tak ditemukan bukti pelanggaran HAM berat.
Adapun dalam kasus Semanggi I dan II, Jaksa Agung belum melakukan penyidikan. Maka Jaksa Agung Burhanudin dituding telah mengambil kesimpulan secara sepihak.
Feri berpendapat jika Presiden Jokowi tak bertindak, KontraS khawatir Jaksa Agung akan memperlakukan kasus HAM lain dengan cara yang sama.
Faktanya saat ini, dia melanjutkan, banyak kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang telah dilaporkan Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung tapi dikembalikan dengan alasan kurang alat bukti.
"Cara kerja Jaksa Agung dengan model seperti ini akan berdampak pada peristiwa-peristiwa lain yang mungkin akan muncul."