Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

KontraS Desak Jokowi Tegur Keras Jaksa Agung, Mengapa?

Jika Presiden Jokowi tak bertindak, KontraS khawatir Jaksa Agung akan memperlakukan kasus HAM lain dengan cara yang sama.

17 Januari 2020 | 13.04 WIB

Jaksa Agung ST Burhanuddin bersiap mengikuti foto bersama seusai pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju di Beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 23 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Perbesar
Jaksa Agung ST Burhanuddin bersiap mengikuti foto bersama seusai pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju di Beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 23 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - KontraS atau Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mendesak Presiden Jokowi menegur Jaksa Agung ST Burhanudin. Lembaga yang mempromosikan HAM tersebut menilai Burhanudin telah keliru karena melemparkan pernyataan yang di luar wewenangnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pernyataan Jaksa Agung ini perlu disesalkan dan itu berbahaya sekali kalau Presiden tidak ambil sikap untuk menegur Jaksa Agung," kata Deputi Koordinator KontraS Feri Kusuma kepada Tempo hari ini, Jumat, 17 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Mengapa desakan KontraS terhadap Presiden Jokowi tergolong keras?

Persoalan bermula ketika Jaksa Agung Burhanuddin memberikan pernyataan dalam rapat kerja dengan DPR pada Kamis lalu, 16 Januari 2020. 

Burhanuddin menyatakan bahwa kasus Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran HAM berat.

Dia beralasan, Rapat Paripurna DPR yang mengesahkan hasil kerja Panitia Khusus Peristiwa Semanggi I dan II serta Tragedi Trisakti pada 9 Juli 2001 menyatakan peristiwa tersebut bukan pelanggaran HAM.

Itu sebabnya ketiga kasus tersebut bisa diadili di pengadilan umum. 

Feri mengatakan penentuan suatu kasus tergolong pelanggaran HAM berat atau bukan ada di tangan Komnas HAM.

Kejaksaan Agung, menurut dia, berhak ikut memutuskan jika mereka telah melakukan penyidikan terhadap kasus itu.

Penghentian penyidikan pun bisa dilakukan oleh Kejaksaan Agung jika setelah penyidikan tak ditemukan bukti pelanggaran HAM berat.

Adapun dalam kasus Semanggi I dan II, Jaksa Agung belum melakukan penyidikan. Maka Jaksa Agung Burhanudin dituding telah mengambil kesimpulan secara sepihak.

Feri berpendapat jika Presiden Jokowi tak bertindak, KontraS khawatir Jaksa Agung akan memperlakukan kasus HAM lain dengan cara yang sama.

Faktanya saat ini, dia melanjutkan, banyak kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang telah dilaporkan Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung tapi dikembalikan dengan alasan  kurang alat bukti.

"Cara kerja Jaksa Agung dengan model seperti ini akan berdampak pada peristiwa-peristiwa lain yang mungkin akan muncul."

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus