Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Korban presiden jin gunung ceremai

Ani Rohani, 27, tewas ditangan keluarganya sendiri, di Jatiwaringin, Bekasi. ia dijadikan medium hidup untuk membunuh Solihin. keempat pelaku, ditahan di Polsek Pondokgede.

25 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENUSUK boneka, menikam lawan. Itulah cara penganut ilmu santet yang biasa dimainkan dalam film. Di Jatiwaringin, Bekasi, tidak begitu yang dilakukan Abdul Salim. Lelaki berusia 31 tahun ini menjadikan istrinya medium untuk membunuh musuhnya. Adalah Muniroh, pelajar pesantren Attaqwa, Bekasi. Adik Salim ini, sejak lima bulan lalu perutnya "hamil". Sakit ini, kata Salim, karena tidak menanggapi lamaran Haji Chotib untuk jadi menantunya. Chotib adalah orangtua angkat Solihin. Muniroh sempat dironsen. Tapi, ia sembuh berkat bantuan Ibrahim (lihat: Ibrahim Sang Dukun). Dua hari setelah Lebaran, Muniroh kambuh. Muniroh kesurupan saat diobati Salim. Mulutnya berkicau, "Saya Solihin, saya iri." Lima hari kemudian, Ani Rohani, 27 tahun, istri Salim, kena giliran. Seperti adik iparnya, ia pun mengoceh, "Saya Solihin, yang berguru pada presiden jin Gunung Ceremai." Salim memberi segelas air putih pada Ani. Setelah itu mata istrinya meredup, pipi serta hidungnya bengkak, dan perutnya membusung. Pemilik kios lele di Klender, Jakarta Timur, itu lalu menarik kesimpulan: Ani sembuh jika Solihin disikat. Ayah tiga anak itu menduga, istrinya itu disantet Solihin. Minggu malam, 12 April, selepas Magrib, Salim mengajak Ujjah, ayahnya, abangnya, Makmun, dan Jamaludin membunuh Solihin melalui medium hidup, yaitu Ani. Hajat itu dilakukan di rumah Salim. Ayah dan kedua saudaranya memegangi kaki dan tangan Ani, yang kesurupan. Salim menduduki paha istrinya, sambil mengurut perut Ani dengan tangan yang terkepal. Ia membelenggu kepala dan leher Ani dengan sapu lidi. Darah segar keluar dari mulut dan hidung Ani. Tiba-tiba Muniroh berteriak, "Bawa Ani ke rumah Solihin, biar dilihatnya." Mereka berlima, dengan Muniroh, menyeret Ani 150 meter ke rumah Solihin. Mendengar suara ribut itu Solihin lari. Ujjah dan dua anaknya menarik istri Solihin untuk melihat "mayat" suaminya -- padahal itu mayat Ani. Bekas guru TK itu diletakkan di teras rumah Solihin. Salim bertahlil. Seorang tetangga, Abdul Muis, memergoki keributan itu. Ia bergegas melapor ke Polsek Pondokgede. Dan Mat Ali, ketua RT di sana menjemput ketua RW, Hasbih. Gagal meyakinkan istri Solihin, mayat Ani diboyong ke rumah Salim. Mayat itu diguyur air tiga ember agar "hidup". Tengah malam, Salim menjinjing mayat istrinya yang telanjang bulat itu ke teras rumah Ujjah, 50 meter dari rumah Salim. Ia bertahlil, dan berteriak, "Ibrahim, Ibrahim." Ritual itu terhenti pukul dua dini hari. Kapolsek Pondokgede bersama 13 petugas dari Polres Bekasi tiba di rumah Salim. Keempat pelaku pembunuhan itu diciduk. Ani tewas diduga akibat benturan benda keras. "Waktu itu, saya lihat boneka dakocan, bukan Ani," ujarnya pada Yoyok Gandung P. dari TEMPO. Ia mengaku sadar setelah dibacakan ayat Kursi. Makmun, Jamaludin, dan Ujjah meyakini Ani itu Solihin. Kini keempat tersangka menginap di Polsek Pondokgede. Muniroh yang masih bebas bisa saja jadi tersangka. "Ia turut mengarak tubuh Ani ke rumah Solihin," kata Lettu Eman Juhana, Kapolsek Pondokgede. "Saya tidak menenung Muniroh. Hanya Allah yang tahu isi hati saya," kata Solihin. Pemuda asal Cirebon itu kini kembali mengajar anak-anak mengaji di rumahnya. Bambang Aji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus