Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kuasa Hukum Tom Lembong Sebut Hakim Praperadilan Tak Paham Putusan MK

Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan keberatan dengan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

27 November 2024 | 13.36 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hakim tunggal telah memutuskan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka korupsi impor gula, Tom Lembong. Menyikapi putusan itu, kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, mengatakan keberatan dengan putusan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ari menyebut hakim praperadilan tak memahami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat alat bukti dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. “Kaitan dengan dua alat bukti yang cukup menurut putusan MK seharusnya dapat diuraikan oleh penyidik sebagai bukti awal yang terang dan berkaitan, sehingga bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka,” kata Ari dalam keterangannya, Selasa, 26 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan hakim praperadilan seharusnya dapat menilai kualitas bukti tersebut, bukan hanya formalitasnya saja. Tim kuasa hukum Tom juga menilai hakim masih menggunakan paradigma lama mengenai makna praperadilan dan tidak memperbarui terhadap putusan MK.

Putusan MK yang dimaksud oleh Ari ialah Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menyatakan, penetapan tersangka harus didahului adanya minimal dua alat bukti. Putusan MK ini merupakan penjaminan hak asasi tersangka. “Dalam konteks pemberlakuan hukum tindak pidana korupsi (tipikor), seharusnya fokus tidak hanya pada potensi kerugian, tetapi pada kerugian yang sebenarnya terjadi,” ucap Ari.

Perubahan kata ‘dapat’ dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor menunjukkan bahwa hukum harus lebih tegas dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang terkandung dalam UUD 1945. “Dalam hal ini, penyidik tidak memiliki satu pun bukti terhadap kerugian negara dari lembaga mana pun,” kata dia.

Pihak kuasa hukum Tom juga menekankan bahwa pencantuman kata ‘dapat’ dalam Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor menciptakan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan banyak pihak. “Hukum harus jelas dan tidak membingungkan bagi semua pihak yang terlibat. Kami sangat menyayangkan bahwa pertimbangan yang diajukan oleh pemohon yang menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses hukum ini sama sekali tidak diterima oleh hakim,” ujar Ari.

Dia menyampaikan setiap proses hukum seharusnya dilakukan dengan transparansi dan berkeadilan. “Kami akan terus berjuang untuk memastikan bahwa hak hak klien kami dilindungi dan bahwa keadilan ditegakkan,” kata dia.

Sebelumnya hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong. Dengan keputusan itu, status tersangka Tom tetap berlaku atau batal digugurkan.

“Menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” kata hakim Tumpanuli saat membacakan amar putusan, Selasa, 26 November 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus