Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Belasan Hari Kabar Radiasi

Badan Pengawas Tenaga Nuklir mengisolasi dan membuang tanah yang terpapar radiasi setelah dua pekan menemukan sesium-137. Sempat merencanakan penanganan limbah itu secara diam-diam.

22 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bapeten dinilai lamban memitigasi temuan limbah radioaktif.

  • Dua warga Perumahan Batan Indah terdeteksi terpapar radiasi sesium-137.

  • Batan mengangkut ratusan drum tanah yang terkontaminasi limbah nuklir itu.

PENGERUKAN tanah di lahan kosong di depan Blok H, I, dan J Perumahan Batan Indah di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, semula direncanakan diam-diam. Tapi sebagian besar penghuni perumahan yang merupakan pegawai atau mantan pegawai Batan segera mengendus aktivitas ganjil tersebut. “Pokoknya tanah itu dikeruk, lalu dibawa. Masyarakat jangan sampai tahu,” kata Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Jazi Eko Istiyanto pada Jumat, 21 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jazi beralasan tak ingin membuat masyarakat resah. Pada akhir Januari lalu, tim patroli Bapeten menemukan sesium-137--biasa disebut Cs-137--di sana. Tapi baru sepekan kemudian Bapeten menindaklanjuti temuan ini. Mereka mengambil sampel tanah, lalu meneliti di laboratorium. Bapeten mengabarkan penemuan itu kepada masyarakat melalui surat pada 11 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga hari kemudian, Bapeten mengeluarkan pernyataan ke publik soal temuan Cs-137 di sana. “Garis pembatas kuning itu baru dipasang Jumat, 14 Februari lalu,” tutur pria yang ingin dipanggil dengan nama Ajo, pemilik warung nasi Padang di seberang lokasi ditemukannya zat radioaktif tersebut.

Untuk mensterilkan lokasi, Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) mengeruk tanah yang terkontaminasi Cs-137, memasukkannya ke drum, lalu mengangkutnya dengan truk. “Sampai hari kedelapan, kami sudah mengangkut 338 drum,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Batan Heru Umbara, Jumat, 21 Februari lalu. Telanjur diketahui warga kompleks, pengerukan dan pengangkutan itu tak lagi sembunyi-sembunyi.

Kepolisian Resor Tangerang Selatan dan Bapeten menetapkan tanah kosong tersebut sebagai kawasan terlarang. Petugas menutup jalan sepanjang 100 meter. “Saat itu, paparan radiasi di lokasi tersebut mencapai 200 mikrosievert per jam, jauh di atas ambang batas 0,5 mikrosievert per jam,” kata Heru.

Menurut mantan inspektur senior di Bapeten, Togap Marpaung, lembaga itu semestinya segera mengisolasi kawasan tersebut sejak sesium-137 ditemukan. Ia mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif yang menyebutkan pemerintah harus mengutamakan kepentingan masyarakat. “Seharusnya tak perlu menunggu belasan hari untuk mengisolasi lokasi dan memberitahukan ke masyarakat,” ujarnya.

Togap mengaku ikut menyusun peraturan pemerintah tersebut. Pemerintah, kata dia, membuat peraturan itu untuk melindungi masyarakat dari bahaya radioaktif. “Makin lama penanganannya, makin tinggi risiko publik terpapar radiasi,” ucapnya.

Sesium-137 adalah zat radioaktif yang berasal dari hasil fisi reaktor nuklir. Selain menjadi salah satu bahan pembuat bom atom, Cs-137 dimanfaatkan untuk terapi kesehatan dan berbagai peralatan industri. Jika terhirup manusia, Cs-137 bisa merusak sel otak dan kelenjar tiroid hingga menyebabkan kematian karena merusak organ dalam.

Jazi Eko Istiyanto mengatakan lembaganya tak ingin serampangan menangani temuan zat tersebut. Ia mengatakan penanganannya membutuhkan waktu. Apalagi ini menyangkut keselamatan publik. Ia menyebutkan lembaganya berusaha menyegerakan pekerjaan, tapi tertahan hasil uji sampel yang belum rampung. “Laboratorium Batan itu libur saat weekend,” ujarnya. Mereka pun tak langsung mendapatkan hasil karena mengikuti antrean pengujian sampel.

Menurut Kepala Pusat Pendayagunaan Informatika dan Kawasan Strategis Nuklir Batan Roziq Himawan, lembaganya telah menerjunkan tim peneliti sejak Bapeten pertama kali menemukan Cs-137 itu. Tim menggali tanah di sejumlah titik sedalam 20 sentimeter di sekitar lokasi temuan. Sampel tanah tersebut kemudian diuji di laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan radioaktif itu berasal dari zat tunggal sesium-137. Karena daya radiasinya sudah menurun separuhnya, tim Batan menduga zat itu adalah limbah radioaktif. Tapi mereka tak langsung mengumumkan temuan ini. “Memang tak bisa dilakukan seketika. Kami harus menentukan volume tanah yang harus dipindahkan,” kata Roziq.

Ketua rukun tetangga setempat, Cecep M. Nurcahya, mengatakan selama ini belum ada penduduk yang mengeluhkan sakit mirip gejala terpapar radiasi tinggi, seperti mual, muntah, dan diare. Mantan pegawai Batan ini menyebutkan ia baru mengetahui kabar temuan zat radioaktif di wilayahnya pada Jumat, 14 Februari lalu.

Meski dianggap aman, Cecep menyetujui permintaan Bapeten untuk memeriksa kesehatan sejumlah penghuni kompleks. Ada tiga rukun tetangga yang diperkirakan terkena dampak radiasi sesium-137 itu. Perumahan Batan Indah mengirim sembilan penduduk yang tinggal di seberang tanah kosong itu. Ajo, si pemilik rumah makan Padang, salah satu warga yang dikirim. “Sejauh ini hasilnya masih normal,” ucap Cecep. Ajo pun tak pernah mengeluh sakit selama ini.

Pemeriksaan sembilan warga perumahan menunjukkan dua di antaranya terpapar radiasi Cs-137 sebanyak 0,12 dan 0,05 milisievert. Sekretaris Utama Bapeten Hendrianto Hadi Tjahyono menyebutkan jumlah itu masih tergolong aman lantaran ambang batas yang bisa ditoleransi sebesar 1 milisievert. “Kontaminasi di tubuh kedua orang ini tidak memiliki dampak radiologi,” katanya.

Hendri menilai mitigasi bencana terhadap temuan limbah Cs-137 tersebut tidak memerlukan prosedur yang ketat. Sebab, temuan itu bukan berasal dari kecelakaan nuklir. Perlakuan terhadap temuan Cs-137 itu dianggap sebatas kontaminasi. Bapeten juga merasa tak perlu merelokasi penduduk.

Sejauh ini Bapeten menganggap pengerukan dan relokasi tanah yang terkontaminasi adalah solusi terbaik. “Hingga Kamis lalu (20 Februari), paparan radiasi di sekitarnya sudah turun menjadi 5 mikrosievert,” ujar Hendri.

RIKY FERDIANTO, MUSTAFA SILALAHI, LINDA TRIANITA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus