Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutukan melanjutkan Operasi Damai Cartenz (ODC) di Papua pada 2025. Kepala Satuan Tugas Hubungan Masyarakat ODC Komisaris Besar Bayu Suseno mengatakan pendekatan yang pemerintah gunakan masih sama. “Penegakan hukum,” kata dia dalam keterangan tertulis pada Rabu, 11 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bayu mengungkapkan pada tahun depan cakupan operasi ini akan diperluas. “Sebelumnya berada di sembilan daerah akan ditambah untuk meminimalisir pergerakan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata, sebutan pemerintah bagi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat/TPNPB) dan memastikan keamanan masyarakat di Papua,” ucap dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Operasi Damai Cartenz 2024 Brigadir Jenderal Faizal Ramdhani menyatakan, pihaknya telah melakukan persiapan operasi lanjutan ini dengan menggelar latihan Pra Operasi Damai Cartenz 2025 pada di halaman Markas Komando Brimob Polda Papua, Senin, 11 Desember 2024. “Saya berharap rekan-rekan sekalian sudah mempersiapkan diri sebelum nantinya melaksanakan tugas di Lapangan,” ujarnya.
Faizal mengingatkan personel tentang tantangan kerawanan situasi di wilayah operasi, terutama di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan. “Untuk itu saya berharap rekan-rekan dalam melakukan latihan ini agar serius dan fokus. Mental rekan-rekan akan menunjang daya tubuh rekan-rekan nantinya dalam melaksanakan tugas di daerah Operasi,” kata dia.
Ia menginstruksikan para peserta latihan untuk selalu berkoordinasi dengan Satuan Tugas Penegakkan Hukum (Satgas Gakkum) Operasi Damai Cartenz dalam setiap pergerakan, termasuk memantau aktivitas KKB. "Kerja sama yang baik sangat diperlukan agar operasi ini dapat berjalan lancar dan efektif," tuturnya.
Operasi Damai Cartenz merupakan operasi gabungan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di wilayah Pulau Papua. Operasi ini sudah berlangsung sejak Januari 2022. Operasi ini adalah kelanjutan dari Operasi Nemangkawi yang dimulai sejak 2018.
Peneliti KontraS, Rozy Brilian, dalam opininya di Tempo menyebut dalam konteks militer, pengerahan aparat selama ini juga dapat dikatakan ilegal. Dalam kerangka operasi militer selain perang sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang TNI, pengerahan aparat militer di luar kepentingan perang harus dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Namun, selama ini tak ada satu pun kebijakan politik pemerintah yang dibuat bersama Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus mengatur operasi militer yang berlangsung di Tanah Cenderawasih.
Selain itu, pendekatan keamanan terbukti tidak menyelesaikan masalah dan malah menambah korban di Papua. Operasi skala besar juga berimplikasi pada munculnya bayang-bayang ketakutan bagi orang asli Papua. “Artinya, selain gagal meredam konflik, negara gagal menjamin hak atas rasa aman sesuai dengan mandat konstitusi,” katanya Januari 2022.