Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang- Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) PP Muhammadiyah mengecam tindakan teror terhadap salah satu jurnalis Tempo, Hussein Abri Dongoran pada Selasa, 3 September 2024 kemarin. Tindakan teror yang dialami oleh jurnalis ini merupakan bentuk intimidasi yang serius terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teror ini adalah kali ke-2 yang menimpa host Bocor Alus tersebut. Sebelumnya aksi teror serupa terjadi pada Selasa malam, 5 Agustus 2024 dengan modus yang sama berupa pelaku memecahkan kaca mobil Hussein yang diduga kuat terkait dengan laporan investigasi di Podcas Bocor Alus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah Gufroni menyatakan insiden ini tidak hanya mengancam keselamatan sang jurnalis, tetapi juga menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menghalangi kerja jurnalistik yang kritis dan independen. "Sebagai jurnalis, Bocor Alus Tempo telah berkomitmen untuk mengungkap kebenaran dan menyampaikan informasi yang faktual kepada publik. Tindakan kekerasan ini adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan kebebasan pers, yang seharusnya dilindungi oleh hukum di negara kita," ujarnya saat menghubungi Tempo, Rabu, 4 September 2024.
Kata dia, kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya mengancam individu yang bersangkutan. Namun tentunya akan mengancam demokrasi di negara ini. "Kami menuntut agar aparat penegak hukum dalam hal ini Polres Metro Jakarta Selatan segera melakukan penyelidikan yang transparan dan menyeluruh terhadap kasus ini, serta membawa pelaku penyerangan ke pengadilan. Tidak boleh ada impunitas bagi siapa pun yang mencoba merusak kebebasan pers di Indonesia," kata dia.
Bukan hanya LBHAP PP Muhammadiyah, aksi kecaman juga terlontar dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers. Setelah insiden tersebut terjadi AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan sikap sebagai berikut.
1. Mendesak Kepolisian untuk menangkap pelaku teror dan dijerat dengan delik pidana, Pasal 170 ayat (1) atau Pasal 406 ayat (1) KUHP. Jika terbukti terkait dengan peliputan, maka penyidikan harus merujuk Pasal 18 ayat (1) UU Pers No 40 Tahun 1999.
2. Polisi juga perlu mengungkap motif teror dengan merusak mobil jurnalis Tempo yang dilakukan secara berulang.
3. Meminta Dewan Pers untuk menerjunkan Satgas anti-Kekerasan guna memastikan kepolisian mengusut kasus ini dengan tuntas. Dewan Pers juga perlu memantau dan menuntaskan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang selama ini luput dalam pendataan.
4. Mendorong LPSK, Komnas HAM dan lembaga perlindungan hukum lainnya secara pro-aktif untuk melakukan investigasi independen dan memastikan perlindungan keamanan dan keselamatan jurnalis dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Kejadian kedua terhadap Husein saat memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM) di Pos Lalu Lintas Kukusan Jalan Gotong Royong Beji, Depok. Mobil Hussein diparkir tidak jauh dari pos pelayanan sim keliling tersebut. Usai memperpanjang SIM, Hussein makan siang sebentar dan kembali ke parkiran. Namun, ia menemukan mobilnya dalam keadaan kaca penumpang sebelah kanan telah pecah.
Husein menanyakan kejadian tersebut kepada juru parkir area. Namun, tak ada jawaban berarti. Juru parkir mengaku tidak mengetahui kapan kejadian itu terjadi meskipun tetap meninggalkan area parkir.