Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menceritakan detik-detik belasan diduga preman mengintimidasi dan melakukan kekerasan pada mahasiswa yang menggelar demonstrasi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) sehari sebelum Pemilu 2024. Aksi mahasiswa itu menyoroti kecurangan pemilu dan mendesak pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delpedro menjelaskan demo mahasiswa itu dimulai pada pukul 15.00, Selasa, 13 Februari 2024. "Sekitar 35 mahasiswa yang mewakili berbagai kampus berkumpul di belakang Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyerahkan kajian dan melakukan aksi simbolik," kata Delpedro dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 17 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada pukul 15.15, ucap Delpedro, massa aksi mulai bergerak menuju belakang Gedung MK. Namun, seperempat jam kemudian, sekitar 15 orang orang tak dikenal muncul untuk membubarkan mahasiswa yang berorasi.
Delpedro menyebut diduga preman-preman ini merupakan kelompok yang sama dengan pelaku intimidasi di Universitas Trilogi dan demonstran yang menggelar unjuk rasa di KontraS dan YLBHI sebelumnya.
"Sekolompok orang tidak dikenal tersebut mengikuti dan coba memprovokasi mahasiswa. Mereka mengancam akan membubarkan secara paksa, apabila mahasiswa tetap melakukan aksi," ujarnya.
Delpedro mengatakan penyerahan kajian dan aksi simbolik di belakang Gedung MK dimulai pada pukul 16.30. Di sana, aparat kepolisian sudah berjaga. Tak lama, intimidasi dan kekerasan terhadap mahasiswa terjadi. Polisi juga sempat berusaha meredam para pelaku itu.
"Mereka membubarkan paksa aksi mahasiswa dengan melakukan kekerasan seperti menarik, mendorong, merampas microphone dan memukul. Kelompok tidak dikenal tersebut juga merusak perangkat aksi mengenai politik dinasti yang disampaikan mahasiswa," tuturnya.
Aksi itu, ujar Delpedro, tetap digelar meski mendapatkan gangguan dari para pelaku. Sampai pukul 17.00, mahasiswa yang berunjuk rasa tetap bertahan untuk menunggu pejabat MK menemui mereka. Setengah jam kemudian, sambung Delpedro, kajian dari demonsran akhirnya diterima oleh perwakilan MK.
Ketika mahasiswa yang telah selesai mengemukakan pendapat membubarkan diri, para diduga preman-preman ini mengejar mereka. “Menarik, mendorong, merampas, dan memukul mahasiswa yang bersiap untuk pulang,” ujar dia.
Menurut Delpedro, polisi yang ada di lokasi membiarkan hal ini. Akibatnya lebih dari sepuluh orang menjadi korban.
Di hari yang sama, Delpedro resmi melaporkan kasus intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh belasan orang ke Polda Metro Jaya. "Sudah dilaporkan ke Polda pada Selasa, 13 Februari kemarin," ucapnya.