Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung meminta para hakim mempedomani surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 2 Tahun 2023 tentang petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan pernikahan beda agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“MA telah menerbitkan pedoman sebagaimana termuat dalam SEMA Nomor 2/2023 yang pada pokoknya melarang pengadilan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Sobandi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 29 Agustus 2023 dikutip dari Antara.
Sobandi menuturkan SEMA Nomor 2/2023 disusun dengan melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh agama, serta pemuka agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.
Pelibatan para tokoh agama ini, kata Sobandi, untuk menyerap aspirasi dengan tetap mempedomani ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Hal itu, kata dia, telah diterangkan oleh Ketua Kamar Pembinaan MA Takdir Rahmadi dalam agenda pembinaan teknis dan administrasi bagi pimpinan, hakim, dan aparatur peradilan tingkat banding dan tingkat pertama pada empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia, di Banjarmasin, Senin kemarin.
SEMA mengenai pernikahan beda agama itu, klaim Sopandi, telah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XX/2022 tanggal 31 Januari 2023.
“Yang pada pokoknya, dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, menyatakan norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU Nomor 1/1974 tentang perkawinan tidak bertentangan dengan prinsip jaminan hak memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya,” kata dia.
Kemudian, tidak bertentangan dengan persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif, hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan.
Tidak pula bertentangan dengan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Sobandi menyatakan pelarangan hakim mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Hal ini karena implementasi HAM di Indonesia berbeda dengan negara-negara sekuler.
“HAM di Indonesia tetap mengacu kepada Pancasila sebagai norma dasar pembentukan hukum yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setara Anggap SE MA soal Larangan Nikah Beda Agama Kemunduran Dunia Peradilan
Setara Institute mengkritik keputusan Mahkamah Agung yang menerbitkan Surat Edaran MA Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. Dalam SE tersebut, MA melarang pengadilan seluruh Indonesia mengabulkan nikah beda agama.
Menurut SETARA, SE MA itu tidak kompatibel dengan kebhinekaan Indonesia dan bangunan negara Pancasila.
"SE MA 2/2023 merupakan kemunduran dan menutup ruang bagi progresivitas dunia peradilan dalam menjamin hak-hak warga negara dari latar belakang yang beraneka ragam," ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam keterangannya, Kamis, 20 Juli 2023.
Halili menjelaskan keberagamaan identitas warga negara, termasuk dari segi agama, seharusnya semakin mendorong perangkat penyelenggaraan negara pada cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif memberikan penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan yang lebih baik bagi seluruh warga negara dengan identitas yang beragam.