Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Massa Aksi 1312 di Bandung minta pemerintah lakukan evaluasi besar-besaran terhadap institusi kepolisian. Evaluasi perlu dilakukan mulai dari saat seleksi penerimaan anggota Polri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ingin kepolisian ke depannya melakukan evaluasi besar besaran karena evaluasi ini tuh tidak hanya dari tubuh polisinya saja tapi dari tubuh negaranya sendiri sebagai institusi paling tinggi,” ujar Asep, salah seorang peserta Aksi 1312 di Bandung, 13 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asep menyebut evaluasi juga perlu dilakukan terkait pemberian senjata bagi anggota kepolisian. Ia menyebut hal ini bertujuan supaya tidak terjadi tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap masyarakat sipil oleh anggota kepolisian.
“Memberikan evaluasi bagaimana kepolisian memberikan senjata kepada anggotanya, bagaimana kepolisian membuka pendaftaran seperti halnya apapun itu semuanya dievaluasi secara besar besaran, supaya tidak ada terjadi ke depannya seperti perlakuan kekerasan terhadap masyarakat sipil maupun pembunuhan,” kata Asep.
Aliansi Pelajar Bandung dan sejumlah elemen masyarakat melakukan aksi 1312 Hari ACAB (All Cops Are Bastards) Sedunia di depan Polrestabes Bandung pada Jumat, 13 Desember 2024. Aksi ini merupakan respons terhadap tindakan yang dilakukan oleh beberapa anggota institusi kepolisian yang dinilai melanggar hak asasi manusia, juga sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat kepada polisi yang tidak hadir untuk rakyat.
“Sebagai bentuk ketidakpercayaan bahwa kepolisian hari ini tidak hadir untuk rakyat, dengan slogan-slogan yang mengayomi seperti itu hanyalah omong kosong,” kata Asep.
Asep menyebut aksi ini dilakukan sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada kepolisian yang menurutnya telah gagal menjalankan tugasnya. Slogan ‘Melayani, Mengayomi, dan Melindungi’ berbanding terbalik dengan kenyataannya bahwa telah terjadi beberapa tindakan kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap masyarakat sipil.
“Ini bentuk bahwa kepolisian itu adalah institusi yang paling gagal, karena bukanya mengayomi dengan slogan-slogannya tapi malah melakukan tindakan kekerasan,” kata Asep.
Sebagai salah satu massa aksi, Asep berharap bentuk kekecewaan yang disampaikan melalui aksi ini bisa juga sampai kepada masyarakat. Ia menyebut bahwa masyarakat tidak harus menggantungkan harapan kepada institusi kepolisian akibat kehadirannya yang sudah tidak bisa dipercaya lagi.
“Ingin apa yang menjadi kekecewaan kita sampai kepada masyarakat bahwa kita tidak harus menggantungkan harapan kita terhadap institusi kepolisian, karena sejak awal kepolisian hadir tidak pernah terlihat bentuk slogan-slogan yang mereka lakukan, malah beberapa kali mereka melakukan tindak kekerasan, pembunuhan,” ujarnya.
Salah satu peristiwa yang menjadi sorotan publik mengenai kekerasan polisi terhadap masyarakat sipil adalah polisi tembak siswa SMK di Semarang.
Kapolrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar semula menyatakan penembakan siswa SMK berinisial GRO bermula saat terjadi tawuran di wilayah Simongan, Semarang Barat. RZ melepaskan tembakan usai mendapat perlawanan dari GRO saat hendak melerai tawuran tersebut.
Belakangan, terbukti penyebab penembakan tersebut bukan tawuran. Kabid Propam Polda Jateng Kombes Aris Supriyono menyebut motif RZ menembak Gamma karena RZ merasa kendaraannya diserempet.
RZ ketika itu baru kembali dari kantor dan di arah berlawanan berpapasan dengan anak remaja yang tengah melakukan kejar-kejaran. Salah satu motor itu kemudian menyerempet kendaraan RZ.
"Terduga (Aipda RZ) lalu menunggu mereka putar balik kemudian terjadi penembakan," ujar Aris dalam rapat bersama Komisi III DPR yang juga dihadiri oleh Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar pada Selasa, 3 Desember 2024.
Pilihan Editor: Aksi 1312 di Bandung: Kepolisian Tidak Hadir untuk Rakyat