Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Coba, Bagaimana Bisa Darso yang Sudah Meninggal Jadi Tersangka?

Darso diduga tewas akibat dianiaya polisi. Kematiannya berhubungan dengan kecelakaan di Yogyakarta.

29 Januari 2025 | 12.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Proses autopsi jenazah saat ekshumasi atau pembongkaran makam almarhum Darso (43) yang diduga tewas akibat dianiaya enam anggota polisi Kota Yogyakarta, di TPU Sekrakal, Semarang, Jawa Tengah, 13 Januari 2025. ANTARA/Makna Zaezar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Polisi menetapkan jenazah Darso sebagai tersangka atas kecelakaan yang terjadi di Yogyakarta.

  • Kepolisian Jawa Tengah mengusut polisi yang menangani kasus Darso dalam kecelakaan di Yogyakarta.

  • Mereka yang terlibat dalam kematian Darso tak cukup hanya dikenai sanksi etik.

KEMATIAN Darso, warga Kota Semarang, Jawa Tengah, masih tanda tanya. Laki-laki 43 tahun itu diduga tewas akibat dianiaya polisi. Namun, alih-alih mengungkap pelaku penganiayaan, polisi justru menetapkannya sebagai tersangka kasus kecelakaan lalu lintas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengacara keluarga Darso, Antoni Yudha Timur, heran atas penetapan tersangka itu. Sebab, setelah Darso meninggal, seharusnya dia bukan lagi subyek hukum. “Bagaimana dia bisa menjalankan hak dan kewajibannya?” kata Antoni, Kamis, 23 Januari 2025. “Apakah makamnya hendak dibongkar lagi dan ditahan agar tidak merusak barang bukti?"

Darso meninggal di rumahnya pada 29 September 2024. Sebelum mengembuskan napas terakhir, itu sempat bercerita kepada keluarga tentang perbuatan polisi yang menjemputnya pada 21 September 2024. “Dia bilang dia dipukuli, dihajar oleh polisi dari Yogyakarta,” kata Antoni, mengulangi cerita yang dia peroleh dari keluarga Darso.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Antoni, anggota Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Yogyakarta datang ke rumah Darso pagi-pagi. Saat itu Darso masih tidur. Polisi bertemu dengan istri Darso, Poniyem. Karena tidak curiga, Poniyem segera membangunkan suaminya.  

Setelah Darso bangun dan menemui orang-orang yang datang ke rumahnya itu, Poniyem segera masuk ke dalam rumah lagi. Namun, ketika dia keluar rumah, suaminya sudah tidak ada. “Jadi mereka pergi membawa Darso tanpa surat penangkapan ataupun surat tugas,” ujar Antoni.

Dua jam setelah Darso dibawa, kata Antoni, ada tiga orang yang kembali ke rumah Darso. Kali ini mereka datang bersama ketua RT setempat. "Mengabarkan Pak Darso ada di Rumah Sakit Medika Ngaliyan," tutur Antoni.

Makam Darso, 43 tahun, yang diduga tewas akibat dianiaya enam anggota kepolisian Kota Yogyakarta, di TPU Sekrakal, Semarang, Jawa Tengah, 13 Januari 2025. ANTARA/Makna Zaezar

Poniyem segera ke rumah sakit bersama tiga orang tersebut. Dia menemui suaminya di ruang intensive care unit. Setelah enam hari dirawat, Darso diizinkan pulang. “Tapi, dua hari di rumah, Darso meninggal," ujar Antoni. Atas dasar itulah, pada 10 Januari 2025, keluarga melaporkan dugaan penganiayaan terhadap Darso ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah.   

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Dwi Subagio mengatakan penyidikan kematian Darso masih berjalan. "Belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Kami sedang lengkapi alat bukti dulu," katanya, Senin, 27 Januari 2025. "Barang-barang yang disita sudah dikirim ke laboratorium forensik."  

Penyidik juga telah mengantongi hasil ekshumasi jenazah Darso. Namun Dwi enggan membeberkan hasilnya. "Untuk hasil ekshumasi silakan tanya ke Kabid Humas Polda Jawa Tengah," ucapnya.

Pada saat hampir bersamaan, polisi daerah Yogyakarta tengah memeriksa enam polisi yang diduga terlibat dalam kematian Darso. Mereka sedang menjalani penempatan khusus selama 30 hari di Polda Yogyakarta. “Dari hasil pemeriksaan di Bid Propam (Bidang Profesi dan Pengamanan) ditemukan adanya pelanggaran etik,” kata Kepala Bidang Humas Polda Yogyakarta Komisaris Besar Ihsan, 23 Januari 2025.

Kecelakaan versi Polisi

PADA 12 Juli 2024 terjadi kecelakaan lalu lintas di Jalan Mas Suharto, Danurejan, Kota Yogyakarta. Mobil yang dikemudikan Darso menabrak sepeda motor yang dikendarai Tutik Wiyanti.

Darso mengantar Tutik ke Rumah Sakit Bethesda Lempuyangwangi untuk mendapat perawatan. Seorang kerabat Tutik memfoto kartu tanda penduduk Darso.

Darso meninggalkan rumah sakit secara diam-diam. Suami Tutik, Restu Yosepta Gerimona, berupaya mengejar Darso menggunakan sepeda motor. Namun Restu terjatuh karena terserempet mobil Darso. Keluarga Tutik melaporkan kecelakaan lalu lintas itu ke Kepolisian Resor Kota Yogyakarta.

Pada 21 September 2024, sekitar pukul 06.00 WIB, enam anggota Unit Penegakan Hukum Satuan Lalu Lintas Polresta Yogyakarta mendatangi rumah Darso di Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Awalnya Darso menyangkal terlibat kecelakaan di Yogyakarta pada Juli 2024. Dia baru mengakui setelah polisi menunjukkan bukti rekaman kamera pengawas (CCTV) RS Bethesda Lempuyangwangi.  

Darso mengajak polisi ke lokasi rental mobil dan rumah dua rekannya yang ikut pada saat kecelakaan tersebut terjadi. Mereka pergi menggunakan satu mobil pada pukul 06.25 WIB. Belum jauh perjalanan, Darso meminta berhenti untuk buang air kecil. Setelah kembali ke mobil, Darso mengeluh dada kirinya sakit. Polisi mengantar Darso ke Rumah Sakit Permata Medika, Ngaliyan, Kota Semarang.

Setelah Darso mendapat penanganan medis, polisi kembali ke rumah Darso ditemani pengurus RT setempat. Polisi memberi tahu Poniyem, istri Darso, bahwa suaminya dirawat di rumah sakit. Polisi dan Poniyem berangkat ke rumah sakit. Dalam perjalanan, Poniyem memberi tahu bahwa Darso memang memiliki riwayat sakit jantung dan sudah pasang ring di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang.

Hingga pukul 12.00 WIB, kondisi Darso tak kunjung membaik. Polisi memutuskan pergi ke Kendal, Jawa Tengah, mencari dua rekan Darso yang semobil saat terjadi kecelakaan di Yogyakarta.

Pada 27 September 2024, polisi mendapat informasi bahwa Darso sudah pulang dari rumah sakit. Namun, dua hari berikutnya, Darso dikabarkan meninggal.


Pelanggaran etik itu terjadi saat mereka menangani perkara kecelakaan lalu lintas di Jalan Mas Suharto, Danurejan, Kota Yogyakarta, pada 12 Juli 2024, yang melibatkan Darso. Ihsan menegaskan, Polda Yogyakarta hanya berfokus menangani persoalan etik. Sedangkan penyelidikan kematian Darso ditangani oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah. 

Analis Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto menilai kasus kematian Darso dan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Darso merupakan dua peristiwa berbeda. Bisa saja Darso ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan. Namun upaya hukum itu tidak bisa dijadikan alasan pembenaran atas kematiannya. “Seseorang yang ditahan karena alasan ditersangkakan juga memiliki hak hidup dan pelindungan negara dari kekerasan,” kata Bambang.

Menurut Bambang, menangkap seseorang tanpa dilengkapi surat perintah penahanan saja sudah melanggar, apalagi sampai menghilangkan nyawanya. Dia berharap kepolisian transparan dalam menangani kasus ini. “Reputasi kepolisian yang sudah terpuruk saat ini jangan lagi ditambah dengan upaya menutup-nutupi kesalahan yang dilakukan personel di jajarannya,” kata Bambang.

Proses autopsi jenazah saat ekshumasi atau pembongkaran makam almarhum Darso (43) yang diduga tewas akibat dianiaya enam anggota polisi Kota Yogyakarta, di TPU Sekrakal, Semarang, Jawa Tengah, 13 Januari 2025. ANTARA/Makna Zaezar

Bambang berpendapat, untuk kasus kecelakaan, polisi berwenang menetapkan Darso sebagai tersangka. Apalagi bila bukti-buktinya memang mendukung. Penetapan tersangka ini dilakukan demi memberikan kepastian hukum bagi korban kecelakaan. Namun, yang disayangkan, polisi lambat mengusut kasus tersebut. “Kelambatan kepolisian dalam menuntaskan kecelakaan mengakibatkan efek domino ketika tersangka meninggal,” kata Bambang.

Setelah menetapkan almarhum Darso sebagai tersangka, kata Bambang, kepolisian juga harus bisa menetapkan tersangka pembunuhan Darso. “Harus ada penjelasan yang obyektif dan transparan tentang penyebab kematian almarhum,” ujar Bambang. “Sebab, ketika dibawa polisi, dia masih bugar dan sehat.”

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, mengatakan Bidang Profesi dan Pengamanan Polri harus berani mengungkap kematian Darso secara terang benderang. Masyarakat tentu tidak akan percaya pada dalih Darso meninggal karena serangan penyakit mendadak. Apalagi ada saksi yang melihat anggota kepolisian datang menjemput Darso. “Kalau memang terbukti ada penganiayaan, ya harus diproses, bukan hanya berhenti di etiknya,” tutur Anam.

Kompolnas akan terus memantau peristiwa itu sampai diketahui penyebab kematian Darso. “Kompolnas sejak awal sudah berfokus pada kasus ini,” kata Anam. Dia berharap penetapan Darso sebagai tersangka tidak menghambat penyidikan untuk mengungkap penyebab kematiannya. “Ini harus ditelusuri.”

Jamal Abdun Nashr dari Semarang berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karier jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus