Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majelis hakim Kamar Pidana Mahkamah Agung menerima bundel pengajuanpeninjauan kembali itu menjelang tahun baru 2016. Hingga kini, majelis hakim masih mempelajari berkas yang diajukan pengusaha Tjandra Limanjaya tersebut. "Untuk memutuskan perkara, majelis membutuhkan waktu maksimal tiga bulan," kata juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, Rabu pekan lalu.
Dalam putusan kasasi pada November 2014, Mahkamah Agung menghukum Tjandra tujuh tahun penjara. Tjandra dinyatakan terbukti memalsukan bank guarantee senilai US$ 54,8 juta. Meski putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap alias in kracht, hingga kini kejaksaan belum mengeksekusi pengusaha asal Surabaya tersebut.
Pada pertengahan 2015, Tjandra menempuh upaya hukum luar biasa. Dia memohon peninjauan kembali melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Karena terpidana hadir dan berkasnya lengkap, kami meneruskan permohonan itu ke Mahkamah Agung," ujar juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jamaludin Samosir, Selasa pekan lalu.
Menurut Jamaludin, pengadilan tidak memeriksa apakah Tjandra telah menjalani masa hukumannya atau belum. Alasannya, "Itu bukan kewenangan kami. Itu wilayah kejaksaan."
Peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Uap Celukan Bawang di Buleleng, Bali, pada pertengahan Agustus tahun lalu menarik perhatian publik. Acara peresmian yang bertajuk "Completion and Production PLTU Celukan Bawang" dihadiri banyak pekerja yang berasal dari Cina. Tjandra Limanjaya, sebagai Direktur PT General Energi Bali, hadir dalam peresmian tersebut.
General Energi Bali mengerjakan PLTU Celukan Bawang setelah mendapat kontrak pembelian listrik (power purchase agreement) dengan Perusahaan Listrik Negara pada 21 Maret 2007. Nah, ketika mencari pembiayaan proyek PLTU itulah Tjandra dan istrinya, Irnawati, terseret perkara pidana pemalsuan bank guarantee.
Setelah menandatangani kontrak kerja sama dengan PLN, Tjandra getol mencari dana untuk membiayai proyek yang diperkirakan bernilai US$ 100 juta itu. Pada 11 Juni 2007, Tjandra dan Irnawati mendatangi kantor bank Morgan Stanley di Hong Kong. Tjandra antara lain bertemu dengan Chen Sze Wai Vivian, Direktur Eksekutif Manajemen Kekayaan Pribadi di Morgan Stanley Hong Kong.
Dalam pertemuan tersebut, Tjandra langsung memohon pinjaman uang. Untuk meyakinkan Morgan Stanley, Tjandra menunjukkan dokumen kontrak dengan PLN. Selain itu, Tjandra mengatakan pinjaman akan dijamin dengan bank guarantee yang diterbitkan Bank Mandiri, tempat General Energi Bali menjaminkan aset-asetnya.
"General Energi Bali membutuhkan dana US$ 50 juta pada September 2007 sebagai uang muka untuk membayar kontraktor pembangunan proyek dari Cina dan membayar peralatan," kata Vivian ketika menjadi saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2010.
Setelah pertemuan itu, Tjandra dan Irnawati mengirim bank guarantee nomor MBG7822123093107 tanggal 30 Agustus 2007 senilai US$ 50 juta ke kantor Morgan Stanley di London. Pada 12 September 2007, Morgan Stanley mentransfer US$ 46,5 juta ke rekening Lee Man Investment, perusahaan milik Tjandra.Dari Lee Man, dana mengalir ke rekening General Energi Bali.
Pinjaman itu jatuh tempo pada 1 September 2008. Sebulan sebelum tenggat, Tjandra meminta perpanjangan perjanjian selama satu tahun dan disetujui Morgan Stanley. Pada 29 Agustus 2008, pejabat Divisi Hukum Morgan Stanley, David Lee, meminta Tjandra memperbaiki bank guarantee dari Bank Mandiri karena terdapat beberapa kesalahan. Tjandra dan istrinya mengganti bank guarantee dengan nomor MBG7912127298508 tanggal 27 Agustus 2008. Setelah itu, Morgan Stanley mentransfer US$ 519.450 pada 2 September 2008.
Pada awal Agustus 2009, Morgan Stanley mengirimkan faks rencana pencairan bank guarantee kepada Bank Mandiri. Ternyata, pada 13 Agustus 2009, Bank Mandiri menyatakan bank guarantee tanggal 27 Agustus 2008 dengan nilai US$ 54,8 juta itu tak pernah dikeluarkan dan tak tercatat di Bank Mandiri.
Mendapat kabar mengejutkan, Morgan Stanley meminta klarifikasi langsung kepada Tjandra pada 29 Agustus 2009. Dalam sebuah pertemuan, Tjandra mengatakan bahwa yang mengurus penerbitan bank guarantee Bank Mandiri adalah Omega Consultant.
Morgan Stanley tak tinggal diam. Perusahaan internasional itu melaporkan dugaan pemalsuan kepada polisi pada akhir Desember 2009. Di persidangan, Tjandra dan istrinya menerangkan sama sekali tak mengetahui pemalsuan bank guarantee. Pada 16 Agustus 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bebas Tjandra.
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengajukan permohonan kasasi pada 29 Agustus 2012. Kasus ini ditangani majelis hakim kasasi yang dipimpin Artidjo Alkostar, dengan hakim anggota Sri Murwahyuni dan Salman Luthan. Pada 24 November 2014, majelis hakim kasasi menyatakan Tjandra bersalah dan menghukum dia tujuh tahun penjara serta denda Rp 3 miliar.
Pertimbangan hakim kasasi, antara lain, Tjandra dan istrinya juga pernah menyerahkan bank guarantee palsu ke PLN untuk memenuhi kewajiban mereka setelah kontrak kerja. Bank guarantee palsu itu mencatut nama Bank Mandiri dan HSBC. Belakangan, menurut hakim, Tjandra menggantinya dengan bank guarantee yang sah dari Bank Sulut.
Hakim juga mempertimbangkan kesaksian Yan Pranasurya, yang namanya tertera dalam bank guarantee palsu. Pada bank guarantee itu, jabatan Yan tertera sebagai Department Head Jakarta City Operation IV Thamrin Bank Mandiri. Dalam kesaksian di persidangan, Yan mengatakan tak ada jabatan seperti itu di Bank Mandiri.
Menurut Yan, nasabah yang memohon penerbitan bank guarantee harus datang sendiri. Selain itu, penerbitan bank guarantee harus disertai agunan 100 persen yang disetorkan secara tunai. Yan juga menyatakan, dalam catatan Bank Mandiri, General Energi Bali tak pernah mengajukan bank guarantee.
Sampai setahun setelah putusan kasasi, kejaksaan tak kunjung mengeksekusi Tjandra. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Hermanto tak memberi tanggapan ketika dimintai penjelasan soal itu. Adapun juru bicara Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Waluyo, mengatakan sejauh ini tak ada catatan mengenai perintah eksekusi atas Tjandra.
Kejaksaan Negeri Surabaya pun belum menerima permintaan eksekusi Tjandra. Bahkan Kejaksaan Negeri Surabaya belum menerima petikan asli putusan kasus Tjandra. "Setahu saya belum,"ucap Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Didik Farkhan.
Berdasarkan penelusuran Tempo, pada 3 Juli 2015 juru sita Pengadilan Negeri Surabaya pernah mengirimkan berkas putusan kasasi kepada Tjandra Limanjaya dan Irnawati. Berkas ini dikirim ke alamat rumah mereka di Perumahan Galaxi Permai, Surabaya.
Ketika Tempo mengunjungi alamat tersebut pada akhir Desember tahun lalu, yang menyambut hanya seorang pekerja rumah tangga. Menurut dia, Tjandra dan istrinya sudah lama tak menempati rumah itu. "Di sini orang tua Pak Tjandra yang tinggal. Pak Tjandra dan istrinya tinggal di Singapura," kata perempuan yang tak mau menyebutkan nama itu.
Tempo juga meminta konfirmasi kepada kuasa hukum Tjandra, Hotman Paris. "No comment," ujar Hotman seusai sidang perdata di Pengadilan Negeri Bekasi, mewakili General Energi Bali, Desember tahun lalu. Hotman pun tidak menjawab surat permohonan wawancara yang dikirim ke kantornya.
Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan putusan kasasi Tjandra sebenarnya sudah berkekuatan hukum tetap. Kalaupun Tjandra memohon peninjauan kembali, kata Suhadi, "Itu tak akan menghentikan eksekusi." Suhadi pun mengaku heran terhadap kejaksaan yang tak kunjung menyeret Tjandra ke penjara. "Untuk beberapa kasus lain, kejaksaan bisa cepat bergerak," ujarnya.
Yuliawati, Istman, Edwin Fajerial (Surabaya), Adi Warsono (Bekasi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo