Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Memvonis Roda Suami

Komisaris Bank Ddagang Negara Indonesia Iirwan Gozali divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 16 bulan setelah menabrak mati istrinya. Pengadilan negeri Jak-Ppus memvonisnya karena kelalaian.

10 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUAMI menabrak mati istrinya? Karena kesalahan itulah, Komisaris Bank Dagang Negara Indonesia, Irwan Gozali, 59 tahun, Selasa pekan lalu divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 16 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia dipersalahkan karena lalainya mengakibatkan istri keduanya, Handayani alias Ong Nio, 40 tahun, meninggal dunia, serta teman akrabnya, Doling, luka parah. Seperti juga tuntutan jaksa (jaksa menuntut 7 bulan penjara dengan masa percobaan 18 bulan), majelis hakim yang diketuai Eddy Djunaedi menganggap kejadian itu sebagai kelalaian belaka. "Kejadian itu terbukti sebagai musibah karena Irwan kurang hati-hati mengendarai mobil. Kondisinya memang sedang panik," kata Eddy Djunaedi. Panik? Begitu memang kira-kira perasaan Irwan ketika itu. Ia, yang waktu itu sudah tiga bulan minggat dari rumah Handayani, tiba-tiba "kepergok" istri keduanya itu, di depan penyewaan kaset video di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta. Saat itu sekitar pukul 18.00, Kamis, 29 September 1988, Irwan lagi bersama temannya Doling. Pertemuan itu tentu saja mengagetkan Irwan. Sebab, selama ini Irwan memang berusaha menghindar dari Handayani karena selalu cekcok dengan wanita itu. "Sejak menikah, kami selalu ribut. Sudah ratusan kali," kata Irwan, yang telah menikahi Handayani selama 20 tahun (TEMPO, 26 Agustus 1989). Benar saja, di tempat umum itu mereka cekcok lagi. Handayani, rupanya, menuntut agar Irwan pulang ke rumah. Menurut Doling, ketika itu Irwan malah sempat dipukul istrinya dengan tas. Di tengah percekcokan itu, tiba-tiba Irwan menyetop taksi dan segera meloncat ke dalam taksi. Tapi Handayani tak kalah sigap ikut naik ke taksi itu. Akhirnya bertiga mereka menuju kantor Irwan di BDNI, Wisma Hayam Wuruk, Jakarta. Di lantai lima tempat parkir gedung itu, Doling mengambil mobil Daihatsu Taft-nya yang diparkir di situ. Ia, kabarnya, sempat menghidupkan mesin mobilnya. Tapi karena Irwan dan Handayani masih terus perang mulut, Doling terpaksa turun kembali hendak mendamaikan mereka. Ketika itulah, Irwan melompat masuk ke Daihatsu tersebut. Tiba-tiba Irwan memundurkan mobil itu dengan kencang. Ketika itulah Handayani mengejarnya -- ingin menyusul naik mobil -- tapi tertabrak. Tak hanya Handayani, Doling yang berada di belakang mobil itu terseruduk. Keduanya jatuh. Handayani tewas, sementara Doling terluka parah. Anehnya, Irwan terus melarikan mobil itu sampai ke lantai bawah. Di situ ia meninggalkan jip tersebut dan naik taksi. Baru esoknya, katanya, ia tahu dari kantornya, bahwa Handayani mati tertabrak. Sedangkan Doling, kakinya patah dan luka-luka. Irwan membantah sengaja menabrak istrinya itu. "Tidak mungkin saya sengaja. Kejadiannya kan di kantor saya sendiri. Masa saya mau buang tahi di kantor sendiri," kata Irwan. Katanya, ia tidak tahu bahwa Handayani mengejarnya dari belakang mobil. "Saya panik. Benar-benar saya tidak tahu ia tertabrak waktu mobil saya mundurkan. Waktu itu, saya hanya mau melarikan diri," tutur Irwan, ayah delapan anak -- tiga dari Handayani dan lima orang dari istri pertama. Majelis hakim ternyata bisa menerima alasan Irwan. Bahkan, kata hakim, kejadian itu tak lepas dari kesalahan Handayani. "Istrinya yang menyebabkan percekcokan sehingga Irwan panik," kata Eddy. Selain itu, menurut Eddy, ruang parkir di lantai lima itu kurang penerangan. Akibatnya, "Irwan tidak melihat apa yang ada di belakang, karena gelap," kata Eddy lagi. Irwan puas dan menerima putusan tersehut. "Saya terima putusan hakim. Sekarang saya sudah tenang. Peristiwa ini saya anggap sebagai peristiwa gelap," kata Irwan, yang mengaku tetap mencintai dan dicintai anak-anaknya dari mendiang. Namun, tak demikian bagi kakak kandung Handayani, Oei Eng Phai, 57 tahun. Putusan itu, katanya, tetap mengganjal di hatinya. Ia rupanya tak yakin kematian adiknya itu akibat kelalaian. "Sebetulnya, sih, kalau dibilang nggak sengaja, kok, saya yakin sengaja," kata Eng Phai. Yang sedikit menghibur hatinya, katanya, Irwan menjamin hidup anak-anaknya dengan Handayani. "Tapi, kalau anak-anaknya sampai telantar, akan saya tuntut ke mana pun," ujar Eng Phai tegas. Muchsin Lubis dan Ardian T. Gesuri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus