INI benar-benar persidangan sandiwara. Bayangkan, seorang sopir bis luar kota, Solekan, 35 tahun, yang sejak awal September lalu hingga pekan ini diadili dalam kasus kecelakaan lalu lintas di Pengadilan Negeri Pati, Jawa Tengah, ternyata terdakwa bohong-bohongan. Ia selama ini berani berperan sebagai terdakwa, hanya untuk melindungi terdakwa sebenarnya, Zaenal 35 tahun, yang sewaktu kejadian mengaku tak memiliki SIM-B Umum. Menariknya, hingga pekan ini Zaenal hanya berperan sebagai saksi dalam kasus itu. Sebetulnya, peran yang dilakonkan Solekan itu nyaris tersingkap di persidangan pertama, 4 September lalu. Waktu itu Solekan terkejut begitu mendengar penetapan hakim tunggal R. Joediono, yang tiba-tiba memerintahkan Jaksa R.A.R. Pido agar menahannya. Tapi, baru pada sidang kedua, 18 September lalu, setelah mendekam selama 13 hari di dalam sel tahanan, Solekan buka "topeng". Ayah dua anak itu menyatakan, yang menjadi sopir dalam kasus kecelakaan itu sesungguhnya Zaenal, bukan dia. Pengakuan itu agaknya muncul lantaran Solekan tak tahan "memerankan" terdakwa tadi. "Bayangkan saja, saya diadili, bahkan sampai ditahan. Tapi pengusaha bis di tempat saya bekerja maupun Zaenal jangankan memberikan bantuan materiil, menjenguk pun tidak," kata Solekan. Menurut Solekan, pada hari kecelakaan itu, 21 Februari 1989, ia sama sekali tidak turun ke jalan. Ketika itu, katanya, ia terlambat bangun. Ternyata, Zaenal, yang sehari-hari bertugas sebagai kondektur, mengambil alih peranan Solekan sebagai sopir. Sekitar pukul 5 pagi, dengan membawa sejumlah penumpang, Zaenal meluncurkan bis PO Bintang Mas jurusan Pati-Purwodadi. Tapi baru berjalan sekitar 35 km, di perempatan Pasar Puri, bis tersebut bertabrakan dengan sebuah mobil pikap. Akibatnya, 5 orang penumpang pikap luka-luka berat dan ringan. Ketika polisi turun tangan, Zaenal, yang tak punya SIM, menyodorkan SIM milik Solekan, yang selalu ditinggal di dalam laci mobil itu. Entah kenapa, belakangan Solekan, yang segera datang ke tempat kejadian, diminta pemilik PO Bintang Mas H. Solikul Hadi dan Zaenal agar mengaku sebagai sopir yang kecelakaan itu. Anehnya, Solekan mau saja. Soalnya, "Mereka berjanji akan menyelesaikan perkara itu secara damai, tidak akan dibawa ke pengadilan," ujar lelaki yang telah 10 tahun bekerja di PO Bintang Mas itu. Lagi pula, sambungnya, kalau permintaan itu ditolak, bisa-bisa ia malah di-PHK. Tapi janji Solikul dan Zaenal itu cuma di mulut. "Tak ada bantuan dari Solikul, ujar Solekan sedih. Tinggallah ia babak-belur. Selain SIM-nya terus ditahan, Solekan ternyata diproses, bahkan diajukan ke meja hijau. Sementara itu asap dapurnya terus menipis. Untuk membiayai hidup keluarganya, ia terpaksa menjual seekor sapi seharga Rp 500 ribu. Bukan hanya itu saja. Pengadilan ternyata menahannya. "Saya pikir, lama-lama kok berat," ucap Solekan. Atas saran istrinya, Nyonya Trigu, ia pun berterus terang di depan hakim. Pengakuan yang tak disangka-sangka itu dibenarkan saksi Zaenal dan Kurdi -- kernet bis Bintang Mas. "Memang betul, yang menjalankan bis waktu itu bukan Solekan, tapi Zaenal," tutur Kurdi. Keruan saja, hakim segera memerintahkan jaksa agar mengeluarkan Solekan dari tahanan. Kejadian itu tentu saja membuat Jaksa Pido berang. "Kalau dari dulu Saudara berterus terang, berkas perkara kan dikembalikan ke polisi, tidak sampai dilimpahkan ke pengadilan," kata Pido. Hanya saja, jaksa ini mengaku tak habis pikir atas pengakuan saksi Zaenal. "Baru pertama kali ini seorang saksi mau mengaku sebagai terdakwa," ujarnya. Toh Jaksa Pido menyatakan akan tetap menuntut Solekan pada persidangan Rabu pekan ini. "Entah apa jenis tuntutannya kelak: bebas atau berupa hukuman," ujar Pido, yang menyatakan juga bahwa perkara itu kini menjadi perhatian khusus pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Solekan agaknya bakal selamat dalam kasus itu. Namun, menurut sumber TEMPO di kepolisian Pati, tak berarti Solekan luput dari kesalahan. Perkara baru akan menjeratnya bila perkara ini putus. "Bagaimanapun, dia telah menipu petugas hukum," ujar sumber itu. Nasibmu, Solekan. Slamet Subagyo, Bandelan Amarudin, dan SC
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini