Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat harga foto

Pemilik toko artha foto, sapto handoyo, digugat teguh supriyanto karena menghilangkan foto pesta pernikahannya. ia minta kerugian "batin". gugatannya di anggap tak beralasan, aturannya sudah ada di nota.

3 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"BILA film hilang atau rusak karena kesalahan teknis dari kami maka akan diganti dengan film sejenis", yang selalu tercantum di nota pesanan foto atau faktur toko cuci cetak foto, kini diuji keabsahannya. Seorang direktur sebuah perusahaan biro perjalanan di Yogyakarta pekan-pekan ini menggugat toko Artha Foto Yogyakarta Rp 15,3 juta karena pengelola toko itu telah menghilangkan foto pengantinnya. Februari lalu, Teguh, yang tinggal di Yogyakarta, menikah dengan Zainab, gadis asal Bangka. Pesta perkawinannya, yang dihadiri keluarga kedua pihak, berlangsung meriah di Pangkalpinang. Peristiwa bersejarah itu diabadikan dalam empat rol film masing-masing berisi 36 gambar. Seminggu setelah itu, Teguh menyerahkan keempat rol film itu ke toko langganannya Artha Foto di Jalan Urip Sumoharjo K 15, Yogya, dan meminta film itu diproses kilat. Kepada keluarganyaa ia menyebut toko itu lebih modern dan hasil cetaknya juga lebih bagus dan tahan lama. Tapi ketika Teguh datang, pada malam harinya, ternyata pesanannya belum jadi. "Katanya terselip. Saya kecewa sekali," ujar Teguh. Menurut pegawai toko itu, mungkin terbawa ke cabang Artha yang lain, di Kaliurang. Sebab, pada hari itu listrik di toko itu padam sehingga sejumlah film dipindahkan ke cabang Artha. Esoknya, belum juga ada kabar. Malah seorang pegawai mengatakan bahwa film itu telah hilang. Pemilik Artha Foto, Sapto Handoyo, berjanji akan berusaha mencarinya. Ternyata, beberapa hari kemudian, seorang pegawai Artha diutus ke rumah Teguh dan secara resmi menyatakan keempat rol film itu hilang. "Ia mengajak saya merundingkan penyelesaian hilangnya film itu," kata Teguh. Dalam perundingan itu Teguh mengajukan empat alternatif. Di antaranya, mengganti biaya resepsi pernikahannya. "Atau mendatangkan mertua saya dari Bangka dan orangtua saya dari Mojokerto untuk resepsi pura-pura, biar bisa dipotret lagi," katanya. Semua tawaran itu, menurut Teguh, ditolak pihak Artha. "Mereka hanya menyanggupi membayar ganti rugi Rp 100 ribu," ujar Teguh. Padahal, sejak kehilangan itu, kata Teguh, seluruh keluarganya menjadi stres. Keluarga mertuanya di Bangka, katanya menagih foto-foto itu. Begitu juga teman-temannya yang tidak hadir pada resepsi pernikahan. "Hampir setiap hari istri saya menangis. Saya selalu disalahkan karena saya yang meminta agar film itu dicuci cetak di Artha Foto," ujar Teguh, yang mengaku mendapat pukulan batin gara-gara foto itu. Sebab itu, Maret lalu, Teguh meminta bantuan Lembaga Konsultasi dan Bantun Hukum (LKBH) UII Yogyakarta untuk menuntut Artha Foto ke pengadilan. Ia menuntut ganti rugi Rp 15,3 juta, dengan rincian Rp 5,3 juta berupa biaya pernikahan sampai harga negatif film dan Rp 10 juta untuk kerugian "batin". "Teguh dan istrinya telah dirugikan baik moril maupun materiil," kata Arief Setiawan, pengacara LKBH. Sumber di Artha Foto menganggap gugatan Teguh itu tidak beralasan. "Sebab, sudah ada aturan yang jelas pada nota pesanan," kata sumber itu. Lebih dari itu, pihak Artha, katanya, juga sudah beritikad baik dan berusaha berdamai. "Tapi tuntutannya tidak masuk akal dan dia tidak bisa menerima tawaran kami," katanya. Kasus yang menimpa Artha ini bukan yang pertama. Di Donggala, Sulawesi Tengah, pemilik Studio Foto Bhakti, Maret lalu, menurut Forum Keadilan, digugat Wakapolres Donggala, Mayor Allangan, karena 30 ekspos foto yang sangat bernilai baginya rusak ketika diproses cetak di studio itu. Hanya saja kasus itu berakhir dengan perdamaian. Yayasan Lembaga Konsumen selama ini rupanya telah banyak menerima pengaduan perihal kecerobohan studio foto. Dalam kasus seperti itu, kata Ketua YLK, Erna Witoelar, konsumen selalu dirugikan. Sebab, pemilik toko biasanya hanya berpegang ke ketentuan di nota pesanan. Padahal, banyak foto bagi pemiliknya tak ternilai harganya. "Karena perjanjian itu sepihak, konsumen berhak mengadu ke pengadilan," kata Erna.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus