Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Main hakim di medan

Rumah tinggal Asni Maramis di Jl. Puri 89, Medan dibongkar paksa.Gara-gara uang ganti rugi yang diberikan Jusuf Sembiring sebagai pembeli tidak sampai ke tangan Asni. Jusuf diperiksa polisi.

18 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 20 petugas dengan cekatan membongkar rumah papan di Jalan Puri 89, Medan, awal Januari lalu. Asni Maramis, 62 tahun, yang bertahan di dalam rumah itu dipaksa keluar. Bahkan, seorang putrinya yang lumpuh digusur bersama tempat tidurnya. Barang-barangnya dipindahkan petugas ke kios sempit di depan rumah. "Ini rumah saya, akan saya pertahankan sampai titik darah penghabisan," kata nenek dari enam cucu itu. Ia lalu menggelar tikar di atas bekas puing rumahnya. Perlakuan yang dialaminya itu ia laporkan ke Pomdam Bukit Barisan. Namun, si nenek diminta melapor ke Kodim Medan. Dari Kodim ia diminta ke Koramil, dan dari sini disuruh lagi ke kelurahan. "Semacam anak tiri saja saya diperlakukan di negara sendiri," ujarnya kepada wartawan TEMPO Sarluhut Napitupulu. Pengusiran itu dilakukan Jusuf Sembiring karena rumah dan tanah itu sudah dibelinya. "Sudah dua kali disurati lurah untuk pergi, tapi ia tetap bertahan. Jadi, terpaksa dilakukan bongkar paksa," katanya. Menurut Jusuf Sembiring, ia sudah berunding dengan seorang keluarga Asni -- yaitu Emmilia yang mewakili ahli waris, 23 September lalu. Sudah disetujui bahwa penghuninya akan menerima ganti rugi plus ongkos pindah senilai Rp 10,5 juta atas rumah beserta tanah di Jalan Puri 89 itu. Dan tiga bulan setelah pembayarannya, rumah itu harus dikosongkan. Kenapa Asni bertahan? "Persetujuan jual beli itu tanpa sepengetahuan saya. Dan sampai sekarang saya tidak menerima uang ganti rugi," kata Asni Maramis. Rumah dan tanah itu, diakui Asni, memang bukan hak miliknya secara penuh. Emmilia membenarkan telah menerima uang gusur. Menurut dia, uang itu sudah dibagi rata kepada tujuh ahli waris, termasuk untuk neneknya, Asni Maramis. Ketika bagian Nenek Asni diberikan, yang menerima adalah salah satu putranya. Anak yang menerima uang itu kini kabur ke Aceh. "Jadi, uang itu belum diteruskan kepada Nenek Asni," ujar Emmilia. Apa pun musabab sampai Nenek Asni berkutat, yang jelas tindakan main hakim sendiri Jusuf Sembiring dinilai Kadispen Polda Sumut, Letkol. Leo Soekardi adalah gaya kriminal. Jusuf bersama kelompoknya yang main bongkar, katanya, belum lama ini sudah diperiksa polisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus