Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Merana Di Serambi Mekah

Raker Pengadilan Tinggi, ketua dan panitera pengadilan se Aceh berlangsung 2 hari. Tujuannya memperbaiki nasib para hakim. Saat ini 1092 perkara tertumpuk di Aceh karena kurang biaya, tenaga hakim.

15 September 1973 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAKIM, apa pengabdianmu dalam pembangunan?" Kalimat ini terpampang sebagai tema Rapat Kerja Pengadilan Tinggi Banda Aceh dengan para Ketua dan Panitera Pengadilan Tinggi se Aceh selama dua hari sejak 29 Agustus yang lalu. Maksudnya sembari pemerintah berkenan pula memperhatikan nasib hakim, "hendaknya hakim menyadari berapa jauh ia sudah mengahdi kepada pembangunan", berkata Syamsuddin Abubakar SH (43 tahun), Ketua Pengadilan Tinggi daerah itu. Dan bagaimana masuknya dalam pembangunan, ditunj ukkan pula oleh alumnus FH Universitas Sumatera Utara itu: "Para hakim dapat pula menempatkan diri dalam masalah pembaharuan hukum dalam mengambil keputusan sesuai dengan keadaan dan tidak bersikap kaku". Sekiranya ini di Jakarta pasti Syamsuddin akan mendapat tepukan meriah setidak-tidaknya dari kalangan Peradin. Namun sambutan gubernur Muzakkir Walad berikut, dapat diartikan sejalan dengan semangat Syamsuddin. Gubernur ini berkata: "Di Aceh, hukum adat itu masih hidup". Sama artinya bahwa ia masih dipakai di kalangan masyarakat. Dari itu gubemur meminta perhatian para hakim yang bertugas di situ untuk bisa menterjemahkan suasana adat itu sehingga termuat dalam kereta sang pembangunan tadi. Dalam pengertian sehari-hari di lingkungan adil-mengadili, maka aparat penegak hukum itu haruslah pula betul-betul dapat melaksanakan asas peradilan yang sederhana, cepat serta biaya murah, seperti yang diperintahkan Undang-undang No 14/1970, tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman. Karena Raker itu (sudah tentu) dihadiri pula oleh pejabat dari Pusat, maka harapan Syamsuddin -- orang pertama yang ditugaskan menggarap pembentukan lembaga Pengadilan Tinggi Aceh empat tahun yang lalu, setelah berpisah dengan Pengadilan Tinggi Medan - agar "para hakim bersikap terbuka dalam membcrikan laporan. Rakyat telah lama membuka mata dan memasang telinga, menilai dan melihat cara-cara kita bekerja". Tertumpuk 1092. Dan Hakim Agung Zainal Asikin Kusumah Atmadja SH, orang Pusat itu, sudah siap pula dengan mata dan telinganya. "Sebab itula}t maka sayapun datang kemari, mau melihat dan mendengar secara langsung apa kesulitan dan hambatan yang sedang dialami", kata Asikin, yang sebelumnya telah pula mengucapkan: "Dalam keadaan yang minus komunikasi seperti di Aceh memang bukan hal yang mudah serta masih sulit rnengurus dan menertibkan dunia peradilan". Persis seperti yang dikatakan sendiri oleh Syamsuddin Abubakar kepada TEMPO: "Nasib peradilan masih merana benar di Aceh" - biarpun cerita perkara runyamnya pengadilan ini bukan monopoli Aceh. Syamsuddin memberikan data: "Pengadilan Tinggi Banda Aceh dibentuk pada tahun 1969. Perkara-perkara yang berasal dari Aceh dan yang sudah lama tertimbun di Medan, kemudian tentu harus dilimpahkan kembali ke Banda Aceh. Proses ini sudah pasti jadi berlarut-larut. Maka, sampai saat ini ada 1092 berkas perkara yang masih tertumpuk di Pengadilan Tinggi serambi Mekkah itu. Kesulitan Syamsuddin dan aparatnya, tidak hanya daiam hal sarana dan biaya. "Tapi juga dalam masalah personil dan administrasi terutama dalam soal panitera pengganti", lanjut Syamsuddin pula tanpa menyebut bahwa bisa saja semuanya berinti dari kelangkaan biaya, yang sudah amat jadi rahasia umum itu. Lantas sambung Syamsuddin: "Tak heranlah kalau perkara-perkara selalu lambat diadili". 120 juta. Ketua ini memaparkan pula kekuatan pasukannya. Ada 77 hakim (personalia seluruhnya 300 orang) -- yang SH cuma 30 (dengan 4 Flakim Tinggi), sedang sisanya hakim-hakim lepasan Sekolah Hakim dan Jaksa (dulu SHD) Aceh memerlukan 17 hakim lagi, sementara calon Hakim yang SH dan lagi magang di situ ada 7 orang pula. Jika penambahan ini dapat terpenuhi, maka mereka akan segera ditempatkan pada 17 buah Pengadilan Negeri yang ada di propinsi itu. Tentu saja, mudah diterka bahwa persoalan kekurangan ini tidak d.ipendam Syamsuddin begitu saja. "Telah berulang kali kita ajukan pada Mahkamah Agung", begitu keterangan sang Ketua. Perkara kekurangan hakim dan kemelu pengangkatan plus pencmpatan ini, sudah berita basi bagi orang Jakarta (TEMPO, 30 September 1972 dan 2 Juni 1973). Tapi bagi Syamsuddin, keterangan Asikin berikut ini mungkin berarti, setidaknya tambah menyabarkan hati: "Soalnya memang ada peraturan yang kaku untuk menempatkan tenaga hakim ke daerah-daerah, selain budget untuk hakim selama ini memang kecil". Diteruskannya: "Dan baru sekaranglah kepada Mahkamah Agung diberikan 120 juta". Tanpa ragu, Asikin setuju penambahan hakim di daerah kekuasaan Syamsuddin ini. Jelasnya, kedatangannya ini, selain meresmikan Raker, juga guna menjajagi pelaksanaan hal itu. Penambahan sesungguhnya bukan belum terjadi. Bulan April kemarin datang seorang hakim baru. Tentu ini tidak cukup. Dan secara umum Syamsuddin mencoba menggambarkan faktor lain yang membuat enggannya para hakim pindah ke daerah itu. "Ada yang menyangka daerah Aceh iu, daerah yang terisolir di samping memang ada hakim-hakim yang merasa keenakan di satu tempat saja. Apalagi kalau ada hubungannya dengan soal objek mengobjek suatu perkara, tahu sendirilah saudara", kata Syamsuddin kepada koresponden Zakaria M. Passe yang turut menghadiri Raker tersebut. Masih dalam nada keras, Ketua ini meneruskan: "Padahal sudah jelas, kekuasan hakim bukanlah kekuasaan lmtuk dapat berbuat sekehendaknya".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus