"KINI akan kami panggil.....Enny Djoni. Masih terlalu muda, 15
tahun, memasuki 16 tahun. Enny mengenakan bikini dari katun
biasa". Dan venus cilik yang bernama Enny Djoni kemudian keluar
dengan langkah yang gontai. Musik mengalun mengkili-kili kuping,
sementara Joice, Rini, Wiwiek atau Sussie Dewi silih berganti
baku bergoyang di depan hadirin. Ruangan yang memang tidak
terlalu besar jadi semakin sempit rasanya ketika mojang-mojang
anak didik Andi Nurhayati berseliweran dengan baju yang
rata-rata miskin kain. Rumah hiburan Galaxy, sekali lagi,
bekerja sama dengan Andi's Models Agency dalam suatu Non Stop
Revue Revolusi Mode 1965-1973, akhir Agustus kemarin.
Kini daun pisang. Melihat pameran pakaian yang diselenggarakan
oleh Andi yang tengah hamil 6 bulan ini, bagaikan tengkulak sapi
menaksir apakah sapi yang akan dibelinya cocok untuk rendang
atau bistik tulang iga. Tengkulak tidak akan melihat apakah sapi
pakai tali sutera atau ijuk, apakah klontengan yang di lehernya
itu dibuat dari emas atau loyang. Tapi tengkulak cuma
memperhatikan montokkah tubuh sang sapi tambunkah dan masih
enakkah daging ini dimakan. Sebah Andi lebih memen tingkan
penonjolan tubuh-tubuh yang membugil, ketimbang harapan agar gun
tingan bajunya banyak ditiru oleh khalayak.
Sehingga orang tidak yakin betul apakah bikini -- acara pertama
yang dipamerkan malam itu -- untuk berenang atau untuk tidur.
Biarpun Joice Syamsudin yang membawakan bikini a la Cleopatra
--dengan kain dan logam coklat -- telah dilengkapi mantel wam
serupa dengan kain dad organza. Dan kain corak ini sudah tentu
tidak cocok untuk berenang dan hanya pas untuk mengundang mata
menerobos bungkusan organza. Demikian juga ketika Andi
mengeluarkan model-model yang berpredikat hippies. Kepuasan
menempel kan apa saja di tubuh bisa terlampiaskan dengan
penampilan baju-baju yan konon digolongkan kaum hippies. Ada
yang pakai super mini dari batik dilengkapi gelang kaki yang
terbuat dari bulu ayam. Dan karena hippies itu maunya alam yang
bebas - demikian ujar pembawa acara - daun pisang pun dipakai
untuk payung, pengganti "payung biasa yang.dianggap payung
intelek".
Gaun metalik. Bagus atau jelek, memang inilah ciri Andi
Nurhayati. Dia tidak bisa disejajarkan dengan Non Ka wilarang
atau Peter Sie. Tapi wanita asal Sulawesi Selatan yang satu ini
memang selalu menghebohkan dengan model bajunya yang
tidak-tidak. Tahun 1970, dia pernah menggemparkan Miraca Sky
Club ketika itu Usmar Ismail masih hidup - dengan bikini-bikini
yang dibuat dari batok kelapa. Dan ke tika di Barat ada beberapa
perancang mode yang mengetengahkan nobra seethru dall
sebangsanya yang bisa tembus mata, gagasan ini dicomot oleh Andi
dengan gaya yang lebih berani dan makin eksentrik.
Apapun yang tergeletak di pekarangan, rupanya rnendapat manfaat
dari Andi. Bukan hanya gaun metalik atau rantai-rantai yang
saling dirapatkan menjadi baju. Tapi juga tutup botol bir,
berhasil dimanfaatkan sebagai penutup tubuh. Bukankah botol bir
atau tubuh juga perlu tutup? Dalam acara itu, ada pula
ditampilkan model maxi dan midi. Tapi Andi tetaplah Andi. Kalau
baju agak dipanjangkan ke bawah dengkul, bagian atas pun
dibiarkannya terbuka. Walhasil, pameran pakaian ini cuma
menimbulkan "cck, cck, .... cck" saja dari yang lihat. Tidak
lebih dari itu. Rupanya Andi memang lebih mementingkan
penonjolan tubuh-tubuh anak buahnya, dari pada pakaian itu
sendiri. Apalagi dengan disebutkannya usia yang masih mengkal
untuk tubuh yang gempal dan tingkah yang binal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini