PERS menyebutnya X-Day. Itulah hari yang ditunggu-tunggu di Jepang. Pada hari itu masyarakat akan mendengar berita, "Kaisar Hirohito akhirnya berpulang." Sudah sebulan X-Day menghantui Jepang, sementara drama penantian itu terus berlangsung dengan phase yang kian lama kian meningkat ketegangannya. Rambatan kanker kelenjar pankreas di tubuh Kaisar tak bisa dibendung. Kini sudah mencapai hati. Sejak muntah darah 23 September lalu, Kaisar berulang kali mengalami krisis. Kondisinya dari hari ke hari memburuk. Tim dokter dari Universitas Tokyo cuma bisa memompakan darah, agar metabolisme jaringan tubuh yang tersisa masih bisa berlangsung. Tapi kesehatan Kaisar mustahil bisa dipulihkan. Semua itu tidak mencegah rakyat Jepang untuk berdoa. Di 2.000 kichojo, tempat mendoakan keselamatan Kaisar yang tersebar di 45 provinsi, tercatat 2,5 juta orang yang ikut memanjatkan doa. Di Gerbang Sakashita, jalan masuk ke istana Kaisar, antrean masyarakat tak putus dalam dua minggu terakhir. Plaza sekeliling istana tak pernah sepi. Bahkan pada hujan lebat. Ratusan ribu pengunjung berlutut dan bersujud ke arah Fukiage Gosho, kediaman Kaisar di dalam lingkungan istana. Mereka meratap. Seluruh Jepang berduka, dan peri laku masyarakatnya mendadak berubah. Wajah Jepang yang garang, jantan, dan agresif tiba-tiba sirna. Keprihatinan muncul sebagai gantinya. Sikap menahan diri, jishuku, menjalar ke seluruh pelosok negeri. Setiap orang menghindari sikap berlebihan dan menolak semua manifestasi kegembiraan. Jaringan Nippon Television Network Corp. mengubah semua acaranya sejak terbetik berita Kaisar jatuh sakit. Adegan-adegan telanjang untuk sementara dihapus dari semua acara. Bahkan pemutaran film Beneath The Planet of The Apes dibatalkan, cuma karena sepotong adegan buka-bukaan yang sebenarnya tak seberapa. Sementara itu, penyanyi pop terkenal Jepang, Hiroshi Itsuki, membatalkan rencana perkawinannya pada 5 Oktober lalu, padahal sudah direncanakan berbulan-bulan. Pesta musim gugur, festival, maupun keramaian lainnya dibatalkan. Sebuah pasar swalayan di Tokyo, yang tak bisa membatalkan festival anggur yang sudah lama direncanakan, mengumumkan nama baru bagi festival itu: "Bursa Anggur". Soalnya, istilah festival dianggap mengandung citra keriaan. Pekan olahraga musim gugur di seluruh Jepang juga disederhanakan penyelenggaraannya. Bahkan aba-aba start, yang biasanya dilakukan dengan tembakan pistol, diganti dengan sempritan. Rasa hormat pada Kaisar tiba-tiba menjadi dramatis dan tidak bisa ditawar. Kebetulan majalah wanita Josei Jishin membuat kesalahan teknis dengan menempatkan foto Kaisar Hirohito dalam keadaan terbalik. Kesalahan itu baru ketahuan ketika majalah sudah beredar. Tanpa pertimbangan berbelit, direksi dan semua anggota redaksi sepakat untuk menarik kembali majalah itu, lalu mereka mencetak ulang 1 juta eksemplar dengan kerugian 240 juta yen. Media massa yang lain menumpahkan perhatian yang tak kurang besarnya pada kesehatan Kaisar. Bahkan berita tentang Olimpiade Seoul -- yang berlangsung ketika muncul berita sakitnya Kaisar -- tergeser dan tak pernah menduduki tempat berita utama, apa pun prestasi atlet Jepang. Wartawan TEMPO di Tokyo, Seiichi Okawa, melaporkan bahwa inilah untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, media massa memberikan perhatian yang luar biasa pada Kaisar Hirohito. Sudah merupakan pandangan umum bahwa Hirohito, tenno heika yang ke-124, adalah "the last emperor". Walaupun Pangeran Akihito akan menggantikannya, sesuai dengan ketetapan undang-undang Jepang, kebesaran Hirohito tidak tergantikan. Dialah kaisar terakhir yang dilihat sebagai Putra Surya dan Arahitogami atau Tuhan Yang Hidup. Seperti mangkatnya Sri Sultan Hamengku Buwono IX, berpulangnya Hirohito menandai berakhirnya era "mistis", yang selama ini menjadi patokan semua kaidah moral. Era ini akan segera berlalu. Posisi sejarah Hirohito juga tak akan terulang. Ia dianggap kaisar dari dua era yang berlawanan. Era perang atau Showa Senso pada Perang Dunia II, dan masa damai atau Showa Heiwa, manakala Jepang mencapai tingkat kemajuan ekonomi yang luar biasa. Dalam perhitungan mistik, usia Kaisar yang kini 87 tahun juga menandakan sebuah kebesaran. Dalam mitologi ada disebutkan, kaisar terbesar Jepang -- ke-16 -- Tenno Heika Nintoku, berkuasa selama 87 tahun. Dalam sejarah modern Jepang, Hirohito memang raja yang paling lama berkuasa. Di tengah suasana duka itu, ada juga suara keras yang mencemoohkan Jishuku. Sikap tak senang ini -- bisa diduga -- datang dari partai komunis, Nippon Kyosan To. Melalui korannya, Akahata, partai komunis menuding bahwa aksi-aksi berkabung itu sudah berlebihan. Media komunis itu mengecam pembatalan acara perdana menteri dan beberapa menteri kabinet sebagai tindakan mengorbankan kepentingan negara. Media yang lainnya menuduh gerakan ultrakanan sedang memanfaatkan sakitnya Kaisar untuk membangkitkan semangat militeristis Jepang. Sempalan yang ekstrem mencoba membuat kericuhan. Dua pekan lalu, sebuah ledakan bom terjadi di dekat istana Kaisar. Pamflet yang ditemukan di lokasi ledakan berbunyi, "Inilah saatnya mengakhiri kekaisaran." Namun, arus berkabung tak putus. Kritik tak mampu mengusik kedukaan Jepang. Seluruh negeri tertegun. Pengumuman dari Fukiage Gosho tentang kesehatan Kaisar dari menit ke menit mengisyaratkan X-Day semakin dekat. Bangsa yang perkasa itu seperti lunglai, menantikan kehilangan pemimpin. Mengapa? Mungkin karena mereka punya kecenderungan mendramatisasi, mungkin karena seperti bangsa Inggris mereka sangat menjunjung tinggi sang raja, mungkin juga karena -- seperti dikatakan bekas Dubes Indonesia di Tokyo, Letjen (purn.) Sayidiman Suryohadiprojo -- mereka sangat mencintainya. Jim Supangkat (Jakarta), Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini