Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rektor Universitas Lampung dan petinggi kampus lain menjadi tersangka suap penerimaan mahasiswa baru.
KPK menyita uang Rp 2,5 miliar dari rumah Rektor Universitas Lampung.
Ada 20 pemimpin kampus yang terjerat kasus korupsi selama 2016-2022.
BELASAN penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak menyambangi dua rumah milik Rektor Unila atau Universitas Lampung Karomani pada Rabu, 24 Agustus lalu. Sejumlah personel Brigade Mobil Kepolisian Daerah Lampung turut mengawal mereka. Mereka tengah berburu bukti suap yang menjerat Karomani dan sejumlah pejabat kampus dalam kasus suap penerimaan mahasiswa baru di Unila.
Kedua rumah tersebut berada di Jalan Haji Komarudin, Kelurahan Rajabasa, dan Jalan Sutan Haji, Kelurahan Kedaton, Bandar Lampung. Rumah Karomani di Rajabasa tampak menjulang tinggi dengan dua lantai. Taman seluas lapangan basket terhampar di depannya.
Di rumah itu penyidik menyita uang Rp 2,5 miliar. “Dokumen dan laptop juga ikut disita,” ujar Lurah Rajabasa, Sumarno, selepas mendampingi penggeledahan.
Penggeledahan dilakukan setelah penyidik mencari alat bukti suap lain di berbagai ruangan kampus Unila pada Senin dan Selasa, 22 dan 23 Agustus lalu. Di antaranya gedung Rektorat, gedung Fakultas Kedokteran, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, dan Fakultas Hukum.
Penyidik juga menginterogasi beberapa pegawai kampus yang mengetahui proses penerimaan mahasiswa baru. “Penyidik meminta kami menjelaskan mekanisme penerimaan mahasiswa untuk program jalur mandiri, penentuan kuota, dan mekanisme pengawasan,” ujar Dekan Fakultas Hukum Muhammad Fakih.
Kasus ini terungkap setelah komisi antirasuah melancarkan operasi tangkap tangan pada Jumat, 19 Agustus lalu. Sebanyak delapan anggota staf dan pejabat kampus ditangkap secara terpisah di Lampung, Bandung, Jawa Barat, dan Bali. “Ada bukti permulaan yang kami temukan untuk menetapkan status tersangka terhadap empat orang yang telah kami tangkap,” tutur Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat memberi keterangan pers.
Selain menjadikan Karomani tersangka, KPK menetapkan Wakil Rektor Unila Bidang Akademik Heryandi sebagai tersangka. Ketua Senat Unila Muhammad Basri dan Andi Desfiandi, orang tua calon mahasiswa, juga terseret perkara ini dan ikut berstatus tersangka suap. Karomani dan pegawai Unila lain kini berstatus nonaktif.
Karomani ditangkap dengan barang bukti berupa buku tabungan senilai Rp 1,8 miliar. Sementara itu, dari tangan Heryandi disita uang tunai Rp 414,5 juta, slip setoran deposito sebesar Rp 800 juta, dan kunci safe deposit box berisi emas senilai Rp 1,4 miliar.
Karomani disebut merancang skenario suap dengan mengandalkan peran Heryandi dan Basri. Ia diduga memerintahkan pemetaan profil orang tua calon mahasiswa di awal proses seleksi. Pola ini diperkirakan menjadi modus para tersangka menangguk besel.
Jika memiliki kemampuan finansial, para orang tua tersebut ditawari memilih jurusan favorit jalur mahasiswa mandiri dengan sejumlah syarat. “Selain dibebankan biaya resmi, para orang tua calon mahasiswa diminta menyerahkan biaya tambahan,” kata Ghufron.
Beban biaya tambahan bervariasi tergantung pada minat jurusan. Pungutan paling besar berlaku untuk Fakultas Kedokteran yang bisa mencapai Rp 350 juta. Uang setoran tersebut lalu dikumpulkan Heryandi dan Basri dengan meminta bantuan anggota staf kampus, Budi Sutomo dan Mualimin. Dari kesaksian Mualimin terungkap Karomani pernah menerima uang titipan Andi Desfiandi sebesar Rp 150 juta untuk kelulusan anaknya.
Ari Meyzari, adik kandung Andi Desfiandi, ikut terseret perkara ini. Rumah kediamannya di Jalan Pagar, Kelurahan Kedaton, menjadi sasaran penggeledahan. Namun tak ada satu pun benda yang disita penyidik selepas menyisir rumah selama hampir dua jam.
Ari tak meladeni permintaan konfirmasi ketika dihubungi lewat sambungan telepon. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Lampung itu juga tak merespons pesan yang dikirim ke akun WhatsApp miliknya.
Pengacara Karomani, Ahmad Handoko, mengaku masih mencermati dinamika perkara kliennya. Ia tengah menyiapkan materi pembelaan. Menurut dia, tuduhan memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara kepada kliennya terlalu prematur.
Apalagi jika mengaitkan dengan tindak pidana pencucian uang. Ia beralasan penyidikan kasus ini masih berjalan. Ia juga meminta semua pihak tidak berspekulasi. “Sebaiknya kita tunggu putusan pengadilan,” tuturnya.
Pengungkapan kasus ini membuat pimpinan Universitas Lampung mengkaji ulang status calon mahasiswa hasil seleksi. Pelaksana tugas Rektor Unila, Muhammad Sofwan Effendi, mengklaim telah berkoordinasi dengan KPK dan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan. “Masih perlu pendalaman dan keputusan lanjutan dari proses hukum. Jadi belum bisa kami pastikan bagaimana status mahasiswa tersebut.”
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengaku kecewa atas skandal suap penerimaan mahasiswa baru Universitas Lampung. Saat paparan rapat kerja di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu, 24 Agustus lalu, ia berjanji mengevaluasi sistem penerimaan mahasiswa baru.
Tim investigasi Kementerian Pendidikan akan diterjunkan ke sejumlah kampus guna mengetahui akar persoalan. “Perlu dipastikan apakah sistemnya yang keliru ataukah orangnya,” ucap Nadiem.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Almas Sjafrina, menilai kasus suap Rektor Unila hanya sebagian kecil dari banyak skandal korupsi di kampus. Pelanggaran bahkan diperkirakan hampir merata di semua kampus negeri, baik yang berstatus badan hukum, badan layanan umum, maupun satuan kerja. “Mekanisme pengawasan internal lemah, begitu pun pengawasan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,” katanya.
Almas menyitir kasus yang pernah mencuat di Universitas Sumatera Utara pada 2013. Seorang dosen Fakultas Hukum berinisial AN diduga menjadi calo penerimaan mahasiswa baru.
Kepada orang tua mahasiswa ia mengklaim bisa menjamin kelulusan di Fakultas Kedokteran dengan imbalan Rp 230 juta. Setelah terungkap, AN berjanji akan mengembalikan uang tersebut kepada para orang tua.
Skandal lain mencuat dua tahun kemudian di kampus yang sama. Dua anggota staf Program Magister Manajemen USU berinisial BWL dan DNF disangka menggelapkan dana penerimaan mahasiswa baru sekitar Rp 6 miliar. Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara mengungkap kasus itu setelah menerima laporan keganjilan dua rekening Rektorat tahun ajaran 2010-2011.
Korupsi diperkirakan sudah mewabah di perguruan tinggi negeri lain. ICW mencatat sebanyak 20 pemimpin kampus terjerat kasus korupsi selama 2016-2022. Umumnya kasus tersebut terkait dengan pengadaan barang dan jasa.
Almas menduga faktor yang memicu korupsi pimpinan kampus negeri karena proses pemilihan rektor yang transaksional dan menghabiskan banyak uang. “Tak mengherankan jika waktu yang mereka miliki tersita untuk memikirkan bagaimana mengembalikan modal,” tuturnya.
Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji, menilai praktik jual-beli kursi seperti kasus Rektor Unila dan beberapa kampus negeri merupakan cermin kegagalan universitas membangun pendidikan karakter. Dampaknya bisa panjang. Mahasiswa yang masuk lewat jalur suap berpotensi mempraktikkan hal yang sama selepas lulus kuliah. “Dapat nilai kuliah nyogok, lulus nyogok, kerja juga nyogok,” tuturnya.
ROSSENO AJI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo