Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Yuliantika masih sanggup berjalan saat hendak menjalani operasi di rumah sakit.
Rumah sakit meminta suami Yuliantika meminta maaf karena dianggap telah mencemarkan nama rumah sakit di media sosial.
Sang suami menduga suntikan anestesi bertubi-tubi terhadap Yuliantika menyebabkan kelumpuhan.
KESADARAN Yuliantika berangsur pulih pada Selasa tengah malam, 18 Februari lalu. Ia terbaring di salah satu ruangan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Buah Hati, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Makin sadar, makin ia merasakan sakit pada tubuh bagian belakangnya. Ia baru menjalani operasi sectio caesarea alias caesar di sana. Seorang perawat meminta perempuan 32 tahun itu memiringkan badan demi mengurangi rasa sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di situ, ia mulai merasakan keanehan pada bagian bawah tubuhnya. Yulia—panggilan Yuliantika—tak bisa menggerakkan kakinya. “Saat itu aku bingung kakiku kok enggak bisa bergerak,” kata Yulia menceritakan lagi kejadian itu pada Selasa, 9 Juni lalu.
Yulia melahirkan anak pertama pada malam itu. Sebelum kesadarannya hilang, ia ingat tubuhnya menerima banyak suntikan anestesi saat berada di ruang operasi. Ia sempat menduga kakinya sulit digerakkan karena efek obat bius belum hilang. Menurut Yulia, dokter pun mengatakan hal serupa.
Setelah tiga hari berada di ruang perawatan, Yulia tetap tak bisa menggerakkan kakinya. “Istri saya lumpuh setelah menjalani operasi caesar,” ujar Irwan Supandi, suami Yulia.
Irwan membawa Yulia ke RSIA Buah Hati pada Selasa, 18 Februari, itu sekitar pukul 21.00. Air ketubannya pecah saat di rumah. Mereka berkendara selama 30 menit dari rumahnya di sekitar Pamulang, Tangerang Selatan, menggunakan sepeda motor ke RSIA. Saat itu, Yulia masih sanggup berdiri. Ia berjalan tanpa menggunakan kursi roda ke dalam rumah sakit.
Irwan mendaftarkan rencana persalinan ke meja registrasi. Ia sempat melihat perawat menuntun sang istri menuju ruang bersalin. Ia menyusul Yulia ke ruangan. Alih-alih bertemu dengan Yulia, ia malah berjumpa dengan seorang perawat yang menyodorkan surat persetujuan melakukan operasi caesar.
Pria 33 tahun itu menolak. Ia mendatangi ruang operasi, tapi petugas mencegahnya masuk. Ia bertanya kepada petugas mengapa Yulia harus menjalani operasi caesar. Ia tak melihat istrinya diperiksa dokter pada malam itu. Irwan kembali mencoba masuk ruang operasi, tapi tetap tak bisa. “Tak ada penjelasan dari petugas kenapa istri saya harus operasi caesar,” ucapnya.
Irwan menyerah, lalu memutuskan menuju ruang tunggu operasi. Di sana, perawat kembali menyorongkan surat persetujuan tindakan medis. Akhirnya ia menandatangani surat itu. “Waktu itu saya berpikir mungkin dokter lebih tahu,” katanya.
Yulia menggunakan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membayar biaya melahirkan. Ia juga menggunakan BPJS setiap kali cek kandungan. Sejak awal kehamilan, Yulia rajin memeriksakan kandungan ke RSIA Buah Hati, Ciputat.
Setiap kali ke RSIA, mereka mendapat kabar yang sama dari dokter: janin dalam keadaan sehat, denyut jantungnya normal, dan kepala jabang bayi sudah berada di bagian bawah rahim. Irwan sempat berkonsultasi dengan dokter soal proses kelahiran. Salah satunya, menurut dokter kepada Irwan, Yulia harus berpuasa selama tiga jam sebelum menjalani operasi caesar. Tapi Irwan tak melihat prosedur tersebut diterapkan rumah sakit terhadap istrinya pada malam itu.
Irwan bertemu dengan sang bayi sekitar pukul 23.00. Bayi perempuan itu tampak sehat. Irwan sempat mendengungkan azan di telinga bayinya di ruang tunggu. Namun istrinya tak kunjung keluar dari ruang operasi. Ia bolak-balik menanyakan keberadaan Yulia kepada para perawat.
Irwan baru bertemu dengan Yulia pada Rabu sekitar pukul 04.00, atau tujuh jam kemudian. Ia mendapati tubuh sang istri tergolek lemah di ranjang rumah sakit. Irwan melihat ada 12 bekas suntikan di sekitar pinggul Yulia, lalu memotretnya. Seingat Yulia, ia disuntik lebih dari 12 kali. “Mungkin ada puluhan suntikan saat akan dioperasi,” ujarnya.
• • •
IRWAN Supandi bersama pengacara dari kantor hukum Lokataru, Muhammad Al Ayyubi Harahap, mendatangi RSIA Buah Hati, Ciputat, pada Senin, 18 Mei lalu. Manajemen RSIA meminta Irwan hadir untuk mengklarifikasi sejumlah hal. Direksi RSIA Buah Hati, Puji Andayani dari Bagian Hubungan Masyarakat, dan Suwandi, penasihat hukum RSIA Buah Hati, ikut dalam pertemuan itu.
Manajemen menuduh Irwan mencemarkan nama rumah sakit di media sosial. Irwan memang pernah menuliskan kondisi istrinya yang lumpuh setelah menjalani operasi caesar di status akun Facebook miliknya.
Dalam unggahannya, Irwan menyebutkan saraf tulang belakang Yulia diduga mengalami cedera akibat mendapat terlalu banyak suntikan. Ia sudah menghapus tulisan tersebut. “Mereka minta Irwan meminta maaf atas pencemaran nama dan berjanji tidak membawa masalah ini ke ranah hukum,” kata Ayyubi. Irwan dan Ayyubi menolak permintaan tersebut.
Keduanya justru meminta RSIA bertanggung jawab. Perawatan Yulia masih belum tuntas. Yulia berada di RSIA Buah Hati hingga 16 April lalu. Pihak rumah sakit sempat merujuk Yulia ke rumah sakit swasta, lalu ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Di sana, Yulia menjalani operasi dan dirawat pada 1-8 Maret lalu.
Irwan mengatakan dokter yang menangani Yulia di RSCM sempat menyebutkan terjadi penggumpalan darah pada salah satu saraf di sekitar tulang pinggul. Darah itu muncrat saat dokter mengoperasi Yulia. “Dokter bilang itu akibat benturan,” ucapnya.
Yulia mengingat dokter dan perawat bertingkah seperti orang kebingungan setelah berkali-kali menyuntiknya di ruang operasi. Samar-samar ia mendengar dokter dan perawat berkata, “Bengkok… bengkok.”
Irwan meyakini “benturan” itu terjadi akibat terlalu banyak suntikan ke tubuh Yulia. Belakangan, dokter tadi mengubah keterangan. Ia mengatakan pemeriksaan lanjutan menunjukkan Yulia menderita tumor. RSIA Buah Hati menyimpan hasil pemeriksaan itu hingga kini.
Kepala Bagian Humas dan Pemasaran Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Ananto, mengatakan belum bisa mengomentari hal ini. Ia meminta keluarga Yuliantika datang ke RSCM untuk mendapatkan informasi lebih jauh soal perawatan selama di sana. “Kami akan membantu mencari laporan pemeriksaan dokter,” kata Ananto pada Kamis, 11 Juni lalu.
Ayyubi mengadukan kondisi Yulia ke sejumlah lembaga yang menangani hak perempuan dan kesehatan. Ia juga sudah melapor ke Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia pada Kamis, 4 Juni lalu. Namun Wakil Ketua MKEK Pukovisa Prawiharjo mengatakan belum menerima pengaduan itu. “Sampai hari ini belum ada,” ujarnya, Kamis, 11 Juni lalu.
Puji Andayani dari Bagian Hubungan Masyarakat RSIA Buah Hati, Ciputat, dan penasihat hukum Suwandi tak menjawab panggilan telepon Tempo hingga Jumat, 12 Juni lalu. Keduanya juga tak merespons surat permintaan wawancara yang dikirimkan lewat aplikasi WhatsApp hingga Sabtu, 13 Juni lalu.
Tempo juga mendatangi RSIA Buah Hati dan bertemu dengan petugas bernama Rahmuddin pada Jumat, 12 Juni lalu, sekitar pukul 10.00. Ia sempat menelepon seseorang dari balik meja informasi di lantai satu rumah sakit. Setelah menutup pembicaraan di telepon, ia menyebutkan Puji Andriyani tidak berada di kantor. “Semua anggota direksi juga sudah pergi satu jam sebelumnya,” ucapnya.
Sejumlah anggota staf RSIA Buah Hati, Ciputat, mendatangi rumah Yulia pada awal Juni lalu. “Saya diminta memaafkan rumah sakit,” kata Yulia. Mereka menawarinya melanjutkan perawatan di rumah sakit. Yulia menampiknya. Ia masih mengalami trauma menjalani perawatan di sana karena kerap menerima intimidasi dari para tenaga kesehatan.
Kini Yulia terbaring di ruang tamu rumahnya. Ia menitipkan buah hatinya kepada orang tua Irwan, yang juga tinggal di sekitar Pamulang. Pinggulnya tak kuat menggendong bayi. Kondisi Yulia kian merana saat Irwan pergi bekerja. Tak ada yang menjaganya. “Sampai kakinya sering dikerubutin semut,” ujar Irwan.
MUSTAFA SILALAHI, LINDA TRIANITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo