Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dua Mengancam Bolsonaro

Presiden Jair Bolsonaro menolak protokol kesehatan dalam menangani wabah virus corona. Memperburuk pandemi di Brasil.

13 Juni 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas penggali makam sealam wabaha covid-19 di pemakaman umum Parque Taruma, Manaus, Brazil, 11 Juni 2020. REUTERS/Bruno Kelly

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Cara Bolsonaro menangani pandemi Covid-19 menjadi sorotan tajam.

  • Brasil menjadi pusat epidemi kedua setelah Amerika Serikat.

  • Bolsonaro juga terancam oleh dua penyelidikan pidana.

ILMUWAN politik Brasil, Luciana Santana, mulanya ingin memeriksa statistik terbaru penyebaran virus corona di negaranya pada Jumat pekan lalu. Tapi dia menemukan situs web Kementerian Kesehatan, yang sebelumnya rutin menyajikan data itu, sudah tidak berfungsi. Ia mencoba lagi keesokan harinya dan data itu kembali muncul, tapi hanya menunjukkan jumlah kematian dan kasus baru dalam 24 jam terakhir. Data jumlah keseluruhan dan kematian di setiap negara bagian tak lagi tersedia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Data itu menghilang bukan karena gangguan teknologi, melainkan kebijakan Kementerian Kesehatan. Dalam cuitan di Twitter, Presiden Jair Bolsonaro menyatakan perubahan data yang dirilis pemerintah itu diperlukan karena angka keseluruhan tidak cukup mencerminkan keadaan virus saat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Brasil menderita jumlah kematian harian tertinggi di dunia, sering kali lebih dari seribu orang sehari, tapi pemerintah berhenti melaporkan jumlah kumulatifnya. Lawan-lawan politik Bolsonaro menuding pemerintah berusaha menyembunyikan fakta. “Dengan mengubah angka, Kementerian Kesehatan berusaha menutupi matahari dengan ayakan,” kata ketua parlemen Rodrigo Maia melalui Twitter.

Menteri Kesehatan sementara, Eduaro Pazuello, membantah kabar bahwa ia telah merevisi angka-angka tersebut. Ia memulihkan kebijakan pengumuman data Covid-19 setelah Mahkamah Agung campur tangan. Hakim agung Alexandre de Moraes memerintahkan Kementerian Kesehatan merilis semua data terkait dengan wabah corona, termasuk di situs lembaga tersebut.

Pada Kamis lalu, Brasil mencatat 805.649 kasus dan 41.058 orang meninggal akibat virus corona. Negara dengan populasi 209 juta jiwa itu kini menempati urutan kedua kasus infeksi corona terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat dan urutan ketiga kasus kematian terbanyak setelah Amerika dan Inggris.

Sejak awal pandemi, Bolsonaro meremehkan wabah ini. Dia menyebut Covid-19 cuma flu biasa. Ia mengatakan masyarakat akan segera melihat bahwa mereka telah ditipu oleh gubernur dan media soal kegawatan wabah ini. Pada 12 April lalu, ketika lebih dari seribu orang Brasil meninggal karena corona, Bolsonaro menyatakan virus itu mulai pergi. Klaimnya meleset karena nyatanya jumlah kasus terus bertambah.

Karana pandangannya itu, Bolsonaro berselisih dengan Menteri Kesehatan Luiz Henrique Mandetta. Sikap Mandetta berseberangan dengan Presiden. Mandetta justru mendukung langkah-langkah isolasi oleh negara bagian dan tidak ikut mempromosikan pemakaian obat antimalaria klorokuin dan hidroksiklorokuin untuk kasus corona seperti keinginan Presiden. Bolsonaro kemudian memecatnya.

Nelson Teich, pengganti Mandetta, juga menentang Bolsonaro. Dia menolak membuka kembali bisnis dan tidak menganjurkan penggunaan obat antimalaria itu. Teich akhirnya mundur sepekan setelah dilantik.

Pemerintah sejumlah negara bagian juga menentang pandangan Bolsonaro. Pemimpinnya justru menutup wilayah, menyarankan pemakaian masker, dan menerapkan kebijakan jaga jarak. Pemerintah Negara Bagian Santa Catarina menetapkan status darurat sejak 17 Maret lalu, saat kasus kematian pertama akibat Covid terkonfirmasi. Negara bagian lain menyusul dengan kebijakan karantina dan semacamnya.

Bolsonaro mengabaikan kebijakan itu. Pada 19 April lalu, Bolsonaro tampil di tengah para demonstran yang memprotes perintah tinggal di rumah yang dikeluarkan gubernur negara bagian. Unjuk rasa sekitar 600 orang itu terjadi depan markas tentara di Ibu Kota Brasilia.

Saat jumlah kasus corona masih tinggi, Bolsonaro sudah memaksa negara bagian membuka kembali bisnis dan meminta orang-orang bekerja lagi. Alasannya, kebijakan ketat untuk mengendalikan wabah itu telah mematikan perekonomian. Akibatnya, bank dan kereta bawah tanah penuh sesak dengan orang di masa wabah belum ada tanda-tanda berkurang. Masyarakat pun bingung karena perbedaan kebijakan Presiden dengan negara bagian.

Krisis yang dihadapi Brasil ini sangat kontras dengan rekam jejaknya sebagai negara yang responsif, inovatif, dan gesit di bidang kesehatan sehingga menjadi model bagi negara berkembang lain. Setelah lonjakan kasus virus imunodefisiensi manusia (HIV) pada 1990-an, Brasil memberikan pengobatan gratis yang sangat mengurangi prevalensinya. Pada 2013, Brasil memperluas akses ke perawatan kesehatan di daerah-daerah miskin dengan menempatkan banyak dokter, yang kebanyakan dari Kuba. Untuk mengatasi wabah zika pada 2014, negeri itu memakai nyamuk hasil rekayasa genetika.

Keberhasilan Brasil itu, menurut Tania Lago, adalah hasil investasi dalam sains dan pemberdayaan ilmuwan. “Sekarang ada keretakan (antara pemerintah) dan komunitas ilmiahnya,” tutur profesor kedokteran di Santa Casa University di Sao Paulo yang pernah bekerja di Kementerian Kesehatan itu.

Brasil punya waktu berbulan-bulan untuk mempelajari bagaimana negara lain menangani pandemi corona. Sistem kesehatan publiknya yang kuat dapat digunakan untuk melakukan pengujian masal dan melacak sumber penyebaran virus. “Tapi saat ini semuanya serba tidak terkelola,” ujar Marcia Castro, profesor dengan spesialisasi di bidang kesehatan global di Harvard University, Amerika Serikat.

Robert Muggah, Direktur Instituto Igarapé, lembaga pemikir yang berbasis di Rio de Janeiro, mengatakan Bolsonaro bisa terguling karena kegagalannya mengatasi pandemi. “Krisis seperti ini menuntut kepemimpinan yang terfokus dan kompeten,” ucapnya kepada CNBC. “Bolsonaro tidak mampu melakukan hal ini dan makin lama dia berkuasa, makin banyak orang Brasil akan meninggal.”

Selain menghadapi wabah, Bolsonaro sedang di bawah tekanan politik. Polisi telah menggerebek rumah beberapa pendukungnya sebagai bagian dari penyelidikan jaringan penyebar kabar bohong. Mahkamah Agung memerintahkan polisi menyelidiki soal berita palsu dan kampanye pencemaran nama terhadap para hakim oleh sekutu Bolsonaro.

Eloisa Machado, profesor hukum di Fundacao Getulio Vargas University di Sao Paulo, mengatakan, penyelidikan itu telah mengungkap skema terorganisasi yang melibatkan anggota Kongres, penasihat politik, narablog, dan pemodal “untuk menyebarkan ancaman ke Mahkamah Agung dan terhadap demokrasi”. Jaringan online itu juga menjadi subyek investigasi oleh komite Kongres.

Mahkamah Agung juga memulai penyelidikan mengenai dugaan campur tangan Bolsonaro dalam kepolisian federal untuk keluarga dan teman-temannya. Dalam rekaman video rapat kabinet pada April lalu, Bolsonaro mengatakan adalah haknya untuk mengganti pejabat keamanan daripada melihat “semua keluarga atau teman saya” menghadapi masalah. “Jika Anda tidak bisa mengganti pejabat, ganti bosnya. Kamu tidak bisa mengganti bosnya? Ganti menteri,” katanya. Bolsonaro kemudian mengklarifikasi bahwa saat itu dia berbicara tentang pengamanan pribadi keluarganya, bukan soal polisi federal.

Lebih dari 30 mosi telah diajukan ke Kongres untuk memakzulkan Bolsonaro karena ia dianggap melanggar konstitusi. Namun upaya itu diperkirakan akan kandas karena Bolsonaro masih punya banyak pendukung di Kongres.

Menteri Ekonomi Paulo Guedes mengakui keseriusan situasi negara dan memohon kekompakan semua spektrum politik. “Kami membutuhkan kerja sama,” tutur Guedes dalam sebuah seminar online. Dia memperingatkan bahaya atas situasi saat ini: “Jika ada perkelahian di atas kapal, kapalnya yang akan tenggelam.”

ABDUL MANAN (NEW YORK TIMES, CNBC, REUTERS, AL JAZEERA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus