Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Negara Rugi Rp 300 Triliun karena Korupsi Timah Harvey Moeis, Saksi Ahli Beberkan Penghitungannya

Suparmoko menyampaikan data hitungan kerugian kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan timah Harvey Moeis dkk.

1 November 2024 | 02.21 WIB

Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Harvey Moeis (kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 30 September 2024.  Peter Cianata, staf PT Fortuna Tunas Mulia (FTM), mengaku PT RBT mengeluarkan sekitar Rp 5 miliar dalam kurun waktu empat bulan, tepatnya terhitung sejak September hingga Desember 2018 untuk pembelian timah milik PT Timah Tbk. ANTARA FOTO/Fauzan
Perbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Harvey Moeis (kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 30 September 2024. Peter Cianata, staf PT Fortuna Tunas Mulia (FTM), mengaku PT RBT mengeluarkan sekitar Rp 5 miliar dalam kurun waktu empat bulan, tepatnya terhitung sejak September hingga Desember 2018 untuk pembelian timah milik PT Timah Tbk. ANTARA FOTO/Fauzan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ahli ekonomi lingkungan Prof. Dr. M. Suparmoko menjadi saksi ahli pada sidang korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis, Suparta dan Reza Andriansyah pada Kamis, 31 Oktober 2024. Harvey adalah perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), sedangkan Suparta adalah Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pada sidang kali ini, Suparmoko menyinggung perihal data yang digunakan dalam menghitung kerugian kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan timah yang dilakukan Harvey dkk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, kerugian yang dihitung tidak hanya material yang terdapat di lokasi penambangan, melainkan juga fungsi dari material tersebut. "Dalam prosesnya sama dengan yang membuka hutan. Hilangnya hutan itu harusnya sudah dihitung juga," kata Suparmoko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Kamis, 31 Oktober 2024.

Dia menjelaskan kerugian materil yang dihitung bukan saja berasal dari pembukaan hutan atau lahan yang menyebabkan pohon-pohon di dalamnya rusak bahkan hilang. "Tidak hanya kayunya yang dihargai, tetapi juga jasa-jasa dari hutan itu harus dimasukkan, misalnya udara jadi panas," ujarnya.

Dia menyebut hilangnya jasa hutan akibat kegiatan tambang itu termasuk kerugian ekonomi sebagai efek atau dampak ekternal.

Oleh karena itu, kerusakan itu harus dipulihkan kembali agar kondisinya tidak bertahan dalam kondisi yang merugikan masyarakat dan lingkungan yang berada di sekitar lokasi penambangan.

Suparmoko mengatakan, pemulihan kerusakan lingkungan ini tidak mudah dilakukan. Sebab, pemerintah harus menanam hutan yang memerlukan waktu dan harus memeliharanya sampai seperti kondisi semula. Dalam hal ini, pemerintah sudah mengatur bahwa apabila sampai dengan tiga tahun, pohon tersebut tumbuh bagus, pemulihan lingkungan dianggap sudah berhasil.

Dalam perkara ini, Harvey Moeis didakwa menerima uang Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim. Sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp 4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun itu.

Keduanya juga didakwa melakukan TPPU dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey Moeis dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi PT Timah tersebut. Namun, karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus