Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Semarang - Orang tua taruna Politeknik Ilmu Pelayaran atau PIP Semarang korban dugaan kekerasan mengaku diteror setelah anaknya bersuara. Taruna tersebut mengaku menjadi korban kekerasan oleh sesama taruna dan pengasuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga kini, orang tua korban mengaku menerima sejumlah pesan di nomor telepon dan media sosial. "Di handphone saya banyak masuk ancaman-ancaman," kata dia pada Rabu, 21 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu pesan dari nomor tak dikenal yang masuk ke nomor teleponnya, berisi pesan menormalisasi kekerasan di sekolah kedinasan. Dalam pesan itu juga disebut korban manja dan belum bisa mandiri karena mengadu setelah mengalami kekerasan.
Menanggapi teror tersebut, orang tua korban mengaku tidak merasa takut. "Karena kami tidak melakukan kejahatan. Kami mau memperjuangkan keselamatan anak kami," ujarnya.
Sebelumnya, seorang taruna PIP Semarang mengaku mengalami kekerasan hingga kencing darah. Dia sempat dijemput orang tuanya pulang ke rumah pada Desember 2022 dan kembali masuk PIP Mei 2023. Namun, korban kembali mengalami kekerasan.
Berdasarkan kronologis tertulis yang disusun korban, dia masuk sebagai calon taruna PIP Semarang pada 17 September 2022. Pada 9 Oktober dia mengaku mengalami kekerasan berupa pukulan di kepala.
Kekerasan pertama tersebut korban terima dari pengasuhnya. "Menggunakan tangan terbuka di kepala dari arah atas, depan, kiri, dan kanan," tulis korban. "Dan langsung menendang tulang kering kaki kanan saya."
Keesokan harinya, saat korban mengelap kepalanya menyadari terdapat bekas rasa sakit dan bola matanya memerah. Dia kemudian memeriksakan kondisi yang dia alami ke klinik.
Kemudian pada 23 Oktober 2023, korban mengalami kekerasan dari taruna angkatan di atasnya. Kepala korban bagian belakang dipukul sekitar sepuluh kali. "Mengenakan sarung tangan karate," ungkap dia.
Korban mengaku mengalami kekerasan lagi pada 2 November 2022. Dia menyebut dipukuli oleh tujuh taruna di ruang fitnes. "Tiap kali satu orang selesai melaksanakan gilirannya memukuli saya, selalu ada yang bergantian berjaga di sisi luar ruang gym," sebutnya.
Setelah mengaku mengalami sejumlah kekerasan tersebut, korban dijemput orang tuanya pulang. Hingga awal Mei 2023 lalu dia kembali menjalani pendidikan di PIP Semarang. Namun, korban kembali menerima kekerasan.
Korban bersama pendamping hukumnya telah melapor ke Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan yang menaungi PIP Semarang. Laporan juga disampaikan ke sejumlah lembaga antara lain Ombudsman, Komnas HAM, LPSK, dan kepolisian.
Dua tahun lalu seorang taruna PIP Semarang ditemukan meninggal. Lima taruna kemudian ditangkap dan divonis bersalah. Sementara pihak PIP Semarang belum memberi tanggapan terkait dugaan kekerasan tersebut.