Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Semarang - Enam terdakwa kekerasan di Politeknik Ilmu Pelayaran atau PIP Semarang divonis penjara sepuluh bulan. Putusan tersebut dibacakan hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Semarang pada Senin, 14 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Korban kekerasan di sekolah kedinasan di bawah Kementerian Perhubungan itu menganggap vonis yang dijatuhkan terlalu ringan. "Mempertimbangan kerugian yang saya alami. Luka bagian dalam dan trauma psikologis," ujar M.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibat kekerasan yang dia alami di PIP, korban kemudian tak melanjutkan pendidikannya di sana. Dia memilih melanjutkan kuliah di perguruan tinggi swasta.
Kekecewaan juga diungkapkan orang tua korban. "Membuat kami merasa sangat jelas negara tak hadir bagi kami. Negara tak hadir memberantas premanisme, masih menormalisasi praktik kekerasan dalam pendidikan," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang taruna PIP Semarang mengaku mengalami kekerasan hingga kencing darah. Dia sempat dijemput orang tuanya pulang ke rumah pada Desember 2022 dan kembali masuk PIP Mei 2023. Namun, korban kembali mengalami kekerasan.
Berdasarkan kronologis tertulis yang disusun korban, dia masuk sebagai calon taruna PIP Semarang pada 17 September 2022. Pada 9 Oktober dia mengaku mengalami kekerasan berupa pukulan di kepala.
Kekerasan pertama tersebut diterima korban dari pengasuhnya. "Menggunakan tangan terbuka di kepala dari arah atas, depan, kiri, dan kanan," tulis korban. "Dan langsung menendang tulang kering kaki kanan saya."
Keesokan harinya, saat korban mengelap kepalanya, dia menyadari terdapat bekas rasa sakit dan bola matanya memerah. Dia kemudian memeriksakan kondisi yang dia alami ke klinik.
Kemudian pada 23 Oktober 2023, korban mengalami kekerasan dari taruna angkatan di atasnya. Kepala korban bagian belakang dipukul sekitar sepuluh kali. "Mengenakan sarung tangan karate," ungkap dia.
Korban mengaku mengalami kekerasan lagi pada 2 November 2022. Dia menyebut dipukuli oleh tujuh taruna di ruang fitnes. "Tiap kali satu orang selesai melaksanakan gilirannya memukuli saya, selalu ada yang bergantian berjaga di sisi luar ruang gym," sebutnya.
Setelah mengaku mengalami sejumlah kekerasan tersebut, korban dijemput orang tuanya pulang. Hingga awal Mei 2023 dia kembali menjalani pendidikan di PIP Semarang. Namun, korban kembali menerima kekerasan.