Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Semarang - Politeknik Ilmu Pelayaran atau PIP Semarang belum memberikan tanggapan atas pengakuan seorang taruna yang mengalami kekerasan di kampus itu. Taruna tersebut mengaku menerima kekerasan dari sesama siswa maupun pengasuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari sepuluh jurnalis yang datang ke kampus PIP Semarang di Jalan Singosari pada Kamis siang, 15 Juni 2023, hanya dua yang diizinkan masuk, termasuk Tempo. Tapi, setelah di dalam, dosen PIP Semarang yang menemui tak memberikan keterangan terkait dugaan kekerasan yang dialami taruna. Dia beralasan belum menerima instruksi dari atasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, seorang taruna PIP Semarang mengaku mengalami kekerasan hingga kencing darah. Dia sempat dijemput orang tuanya pulang ke rumah sejak Desember 2022 dan kembali masuk PIP pada Mei 2023. Namun, korban kembali mengalami kekerasan.
Berdasarkan kronologis tertulis yang disusun korban, dia masuk sebagai calon taruna PIP Semarang pada 17 September 2022. Pada 9 Oktober dia mengaku mengalami kekerasan pertama berupa pukulan di kepala dari pengasuh.
"Menggunakan tangan terbuka di kepala dari arah atas, depan, kiri, dan kanan," tulis korban. "Dan langsung menendang tulang kering kaki kanan saya."
Kemudian pada 23 Oktober 2023, korban mengalami kekerasan dari taruna angkatan di atasnya. Kepalanya bagian belakang dipukul sekitar sepuluh kali. "Mengenakan sarung tangan karate," kata dia.
Korban mengaku mengalami kekerasan lagi pada 2 November 2022. Dia menyebut dipukuli oleh tujuh taruna di ruang fitnes. "Tiap kali satu orang selesai melaksanakan gilirannya memukuli saya, selalu ada yang bergantian berjaga di sisi luar ruang gym," tuturnya.
Setelah mengaku mengalami sejumlah kekerasan tersebut, korban dijemput orang tuanya pulang. Hingga awal Mei 2023 lalu dia kembali menjalani pendidikan di PIP Semarang. Namun, korban kembali menerima kekerasan.
Korban bersama pendamping hukumnya telah melapor ke Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan yang menaungi PIP Semarang. Laporkan juga disampaikan ke sejumlah lembaga antara lain Ombudsman, LPSK, dan kepolisian.
Penuturan ini menambah panjang bukti tradisi kekerasan di lingkungan politeknik itu. Dua tahun lalu seorang taruna PIP Semarang bahkan ditemukan meninggal. Sebanyak lima taruna kemudian ditangkap dan divonis bersalah.